Penerapan Konsep PDCA dan Halal Value Chain untuk Pengembangan Industri Halal di Indonesia

Penerapan Konsep PDCA dan Halal Value Chain untuk Pengembangan Industri Halal di Indonesia

Oleh : Daffa Redika Fauzi (KSEI FoSEI Universitas Jenderal Soedirman)

Capaian pasar industri halal di Indonesia pada tahun 2016 sebesar 11% menunjukan peluang besar untuk pengembangan industri halal. Peningkatan yang terjadi turut didorong oleh kesadaran pentingnya mengonsumsi produk halal oleh masyarakat Indonesia yang jumlahnya sebesar 12,7% dari total muslim dunia (Annisa, 2019). Konsumsi tersebut terbagi ke berbagai macam produk seperti makanan, minuman, obat-obatan, dan kosmetik. Fenomena ini tidak hanya sekadar tren yang terjadi di dalam masyarakat, melainkan menjadi suatu gaya hidup tersendiri yang disebut sebagai gaya hidup halal. Sejalan dengan hal tersebut, tentunya pengadaan produk halal tidak terbatas pada proses produksi dan labelelisasi semata, tetapi mencakup keseluruhan proses bisnis yang dilakukan, mulai dari tahap produksi, pengemasan, penyimpanan, distribusi, hingga tahap konsumsi akhir. Proses tersebut merupakan gambaran singkat mengenai halal value chain.

Konsep halal value chain merupakan konsep yang mengatur ekosistem bisnis dari hulu ke hilir. Terlebih lagi, halal value chain tidak hanya berfokus pada sektor perdagangan, tetapi juga berfokus pada sektor jasa seperti pariwisata halal dan industri keuangan (Muslihati, 2020). Perubahan dan perkembangan gaya hidup halal tersebut harus direspon dengan baik melalui penyesuaian rantai pasok sebagai kuncinya. Pada dasarnya kehalalan produk telah diatur oleh Allah dan Rasul-Nya, yang terdapat pada ayat-ayat Al Quran berikut:

“Bahan yang diharamkan Allah adalah bangkai, darah, babi, dan hewan yang disembelih dengan nama selain Allah”. (QS. Al Baqarah: 173).

Merangkum intisari dari QS. Al Baqarah: 219 dan QS. Al Maidah: 3, produk halal adalah produk yang memenuhi ketentuan syariat Islam, diantaranya :

  1. Produk yang dihasilkan tidak memiliki kandungan babi.
  2. Bahan-bahan yang digunakan bukanlah bahan yang haram dari sisi zatnya seperti darah, tinja, dan lainnya.
  3. Produk yang berasal dari daging hewan harus melalui proses penyembelihan yang sesuai dengan tata cara syariat Islam.
  4. Semua tempat yang akan digunakan untuk aktivitas ekonomi baik produksi, penyimpanan, dan distribusi harus terbebas dari babi, apabila pernah digunakan untuk babi, maka harus dibersihkan terlebih dahulu.
  5. Semua produk baik makanan dan minuman terbebas dari bahan beralkohol.

Maka dari itu, halal supply chain merupakan menjadi hal yang sangat vital, dimana setiap proses dalam rantai logistik harus memastikan pemisahan antar komponen yang halal dan non-halal mulai dari perencanaan produk hingga distribusi produk  ke tangan konsumen. Dengan mempertahankan proses tersebut tentunya dapat menjaga kualitas produk yang dihasilkan suatu perusahaan sehingga mampu bersaing dalam industri.

Selain berfokus pada produk barang, sistem penjagaan rantai nilai halal seyogyanya terintegritas dalam sektor jasa seperti perbankan, teknologi finansial syariah, wisata halal, dan Lembaga Keuangan Syariah (LKS). Industri-industri tersebut dalam praktiknya perlu menerapkan prinsip syariah, misalnya dalam produk industri perbankan dan lembaga keuangan syariah (LKS) yang tidak mengandung riba.

Di sisi lain, penerapan halal value chain akan lebih maksimal dengan melakukan evaluasi dan peninjuan ulang dari tahap rencana hingga pelaksanaan. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengoptimalkan konsep halal value chain adalah dengan mengombinasikan metode Plan-Do-Check-Action (perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan aksi) yang disingkat menjadi metode PDCA. Metode ini disebut juga sebagai Deming Cycle (Siklus Deming), yang didefinisikan sebagai proses perbaikan yang dilakukan secara berkesinambungan, sebagai alat untuk menguji dan menerapkan perubahan-perubahan dalam rangka memperbaiki kinerja produk, proses, ataupun sistem yang akan berefek di masa depan (Kurniawan & Azwir, 2018).

Berikut adalah ilustrasi dari penerapan metode PDCA.

Gambar 1. Siklus PDCA

Berdasarkan siklus di atas, berikut adalah penjelasan dari setiap tahapan dalam metode PDCA:

  1. Tahap pertama adalah menyusun rencana (plan). Tahap perencanaan terdiri atas rangkaian studi serta eksperimen yang akan dilakukan kedepannya. Tahap ini penting dilakukan berdasarkan poin-poin yang sistematis diantaranya pemahaman terhadap proses, mengeliminasi kesalahan, mengurangi variasi kerja yang tidak perlu, hingga merencanakan perbaikan yang berkesinambungan.
  2. Tahap kedua adalah melaksanakan rencana (do). Pada tahap ini, perusahaan mulai melaksanakan rencana yang telah dibuat secara bertahap.
  3. Tahap ketiga adalah pemeriksaan (check). Setelah melewati kedua tahap sebelumnya, perusahaan mulai membandingkan kesesuaian rencana (plan) dengan hasil pengerjaan (do). Apabila terdapat perbedaan antara rencana dengan implementasi di lapangan, maka akan dilakukan proses evaluasi lebih lanjut.
  4. Tahap keempat adalah tindakan (action). Pada tahap ini, perusahaan menganalisis efektivitas dari ketiga tahapan sebelumnya secara sistematis (Tjiptono & Diana, 2003).

Dalam praktiknya, konsep PDCA merupakan alat yang sangat membantu dalam pengembangan produk secara efisien serta mengurangi kecacatan produk yang dihasilkan perusahaan (Junior & Broday, 2019). Penerapan konsep PDCA dalam perusahaan akan lebih efektif apabila diimbangi dengan pemilihan tim yang tepat dalam merumuskan rencana, pelaksanaan, hingga pengawasan.

Berbagai praktik telah membuktikan keefektifan dari penerapan metode PDCA, sehingga penerapannya akan lebih maksimal apabila diterapkan dengan konsisten. Pada kasus perusahaan manufaktur misalnya, penelitian dari Cepi, et al. (2018) mengungkapkan bahwa setelah diterapkannya metode PDCA, perusahaan mampu menghindari kerugian hingga Rp4.200.000 per tahun untuk mengganti mesin-mesin yang rusak. Selain itu, konsep PDCA juga dapat diterapkan pada industri kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian dari Qisti, et al. (2018), kualitas pelayanan kesehatan dapat ditingkatkan melalui penerapan siklus PDCA dalam mekanisme rumah sakit yang terlibat.

Adapun kolaborasi dari konsep halal value chain dan PDCA pada industri halal di Indonesia akan membawa perusahaan untuk mencapai keunggulan kompetitif dan berdaya saing tinggi dengan menjaga nilai halal pada setiap rantai prosesnya mulai dari pengadaan, produksi, penyimpanan, distribusi, hingga penyerahan ke tangan konsumen. Di sisi lain, konsep PDCA mendorong optimalisasi operasional perusahaan. Oleh sebab itu, apabila kedua konsep ini dikolaborasikan pada industri halal di Indonesia, diharapkan mampu meningkatkan kinerja perusahaan serta mengokohkan industri halal di Indonesia baik pada sektor barang maupun jasa.

REFERENSI

Annisa, A. A. (2019). Kopontren dan Ekosistem Halal Value Chain. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam (JIEI), Vol. 5(01), 1-8.

Astogini, D., Wahyudin, & Wulandari, S. Z. (2011, Maret). Aspek Religiusitas dalam Keputusan Pembelian Produk Halal (Studi Tentang Labelisasi Halal pada Produk Makanan dan Minuman Kemasan). Jurnal Ekonomi Bisnis dan Akuntansi (JEBA), Vol. 13(1), 1-8.

Fauza, Q., & Kautsar, A. P. (2018). Review Artikel: Plan-Do-Check-Act (PDCA) dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit. Farmaka, Suplemen Volume 16(Nomor 3), 234-243.

Junior, A. A., & Broday, E. E. (2019). Adopting PDCA to Loss Reduction: A Case Study in Food Industry in Southern Brazil. International Journal for Quality Research, Vol. 13 (2), 335-348.

Kurniawan, C., & Azwir, H. H. (2018). Penerapan Metode PDCA untuk Menurunkan Tingkat Kerusakan Mesin pada Proses Produksi Penyalutan. Journal of Industrial Engineering, Scientific Journal on Research and Application of Industrial System, Vol. 3(No. 2), 105-118.

Muslihati. (2020). Milenial Sebagai Penggerak Ekosistem Halal Value Chain di Indonesia. Strudy of Scientific and Behavioral Management (SSBM), Vol.1 No.2, 45-55.

Tjiptono, F., & Diana, A. (2003). Perbaikan Berkesinambungan. In F. Tjiptono, & A. Diana, Total Quality Management (TQM) – Edisi Revisi (pp. 277-279). Yogyakarta: CV Andi Offset (Penerbit Andi).


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *