SUSTAINABLE FINANCE OVERVIEW
Pembangunan berkelanjutan sebagai paradigma baru dalam mengejar pertumbuhan ekonomi, telah menarik perhatian dan komitmen banyak lembaga dan negara. Begitu pentingnya issue ini sehingga Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) bekerjasama dengan berbagai pemerintah, civil society dan pelaku ekonomi lainnya dalam menyusun kerangka kerja pembangunan berkelanjutan yang diharapkan mampu mempertemukan kepentingan ekonomi dan keberlanjutan/kelestarian alam, menyediakan proses transformasi ekonomi, serta memperluas akses masyarakat untuk keluar dari kemiskinan, dan penegakan keadilan. Hal ini dengan pertimbangan bahwa permasalahan sosial dan lingkungan hidup yang selama ini belum dimasukkan dalam perhitungan ekonomi menjadi unsur penting yang perlu diperhatikan. Keseimbangan antara kepentingan untuk memperoleh profit tidak berarti dapat memberikan legitimasi untuk menurunkan perhatian dan komitmen menjaga lingkungan dan kehidupan sosial yang lebih baik.
Keuangan berkelanjutan mengacu pada proses mempertimbangkan lingkungan, sosial, dan tata kelola dalam pengambilan keputusan investasi di sektor keuangan, yang mengarah pada investasi jangka panjang yang lebih banyak dalam kegiatan dan proyek ekonomi berkelanjutan. Pertimbangan lingkungan dapat mencakup mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, serta lingkungan secara lebih luas, misalnya pelestarian keanekaragaman hayati, pencegahan polusi, dan ekonomi sirkular. Pertimbangan sosial dapat merujuk pada masalah ketidaksetaraan, inklusivitas, hubungan kerja, investasi dalam modal manusia dan masyarakat, serta masalah hak asasi manusia. Tata kelola lembaga publik dan swasta – termasuk struktur manajemen, hubungan karyawan dan remunerasi eksekutif – memainkan peran mendasar dalam memastikan dimasukkannya pertimbangan sosial dan lingkungan dalam proses pengambilan keputusan (European Commission).
Indonesia sebagai salah satu negara G20, juga telah menunjukkan komitmennya untuk menurunkan emisi gas rumah kaca di tahun 2020 pada Pittsburgh Summit di tahun 2009. Komitmen Indonesia untuk menurunkan 26% emisi gas rumah kaca dengan upaya sendiri dan 41% dengan bantuan Internasional telah diterjemahkan kedalam Rencana Aksi Nasional Gerakan Rumah Kaca (RAN GRK). Pada rencana tersebut disampaikan bahwa penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 26% akan diperoleh dari kehutanan dan lahan gambut sebesar 50%, energi dan transportasi sebesar 3,8%, pertanian sebesar 18%, industri 1,8% dan limbah sebesar 5,9%. Disamping itu, pemerintah juga telah memasukkan framework pembangunan berkelanjutan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Panjang yang menyebutkan empat aspek dalam pembangunan berkelanjutan yaitu sosial, ekonomi, lingkungan dan kelembagaan.
Sebagai salah satu otoritas pada Negara Kesatuan Republik Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tentunya memiliki peran untuk mensukseskan komitmen tersebut melalui program keuangan berkelanjutan (sustainable finance). Program ini dilakukan melalui kerjasama berbagai pihak sehingga tercipta dukungan pembiayaan kepada lembaga yang menerapkan prinsip keuangan berkelanjutan. Program keuangan berkelanjutan tidak hanya berupaya untuk meningkatkan porsi pembiayaan namun juga untuk meningkatkan daya tahan dan daya saing lembaga jasa keuangan. Arah pengembangan untuk peningkatan daya tahan dan daya saing didasari atas pemikiran bahwasanya sustainable finance merupakan sebuah tantangan dan peluang baru dimana Lembaga Jasa Keuangan (LJK) dapat memanfaatkan untuk tumbuh dan berkembang dengan lebih stabil. untuk mencapai hal tersebut, diperlukan tahapan-tahapan yang sistematis.Salah satu tahapan yang telah direalisasikan yaitu OJK bekerjasama dengan beberapa lembaga terkait telah menyusun Roadmap Keuangan Berkelanjutan. Roadmap ini bertujuan untuk menjabarkan kondisi yang ingin dicapai terkait keuangan yang berkelanjutan di Indonesia dalam jangka menengah (2015-2019) dan panjang (2015-2024) bagi industri jasa keuangan yang berada di bawah pengawasan OJK serta untuk menentukan dan menyusun tonggak perbaikan terkait keuangan berkelanjutan. Roadmap ini akan menjadi acuan bagi OJK dan pelaku industri jasa keuangan serta pihak-pihak lain yang memiliki kepentingan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan terutama pemerintah, pelaku industri maupun lembaga internasional (OJK, 2021).
ROADMAP OJK JANGKA PANJANG (2020-2025)
Rencana kerja strategis keuangan berkelanjutan meliputi 3 area yang mencakup:
1. Peningkatan supply pendanaan ramah lingkungan
2. Peningkatan demand bagi produk keuangan ramah lingkungan.
3. Peningkatan pengawasan dan koordinasi implementasi keuangan berkelanjutan.
Adapun fokus aktivitas yang dilakukan secara bertahan dalam jangka menengah dan jangka panjang dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Jangka Menengah (2015-2019)
Kegiatan penguatan keuangan berkelanjutan difokuskan pada kerangka dasar pengaturan dan sistem pelaporan, peningkatan pemahaman, pengetahuan serta kompetensi sumberdaya manusia pelaku industri jasa keuangan, pemberian insentif serta koordinasi dengan instansi terkait.
2. Jangka panjang (Tahap II) (2021-2025)
kegiatan difokuskan pada integrasi manajemen risiko, tata kelola perusahaan, penilaian tingkat kesehatan bank dan pembangunan sistem informasi terpadu keuangan berkelanjutan.
Pada tahun ini OJK sedang melakukan rancangan strategi tahap jangka panjang. Dalam hal ini, LJK diharapkan telah mengintegrasikan aspek lingkungan hidup dan sosial dalam manajemen risiko dan tata kelola perusahaan serta melaporkan kemajuan penerapan keuangan berkelanjutan secara berkala kepada masyarakat. Sistem informasi terpadu dengan institusi terkait untuk mendukung penerapan keuangan berkelanjutan telah terbentuk dan berjalan dengan baik. Diharapkan juga bahwa program keuangan berkelanjutan ini dapat meningkatkan kontribusi terhadap target kerja strategis emisi gas rumah kaca nasional. Berikut rencana kerja strategis keuangan berkelanjutan tahap jangka panjang:
Sasaran Strategis | Tahun 2021-2025 |
Peningkatan supply pendanaan ramah lingkungan | Sustainable Finance Award Pengembangan green finance product, green bond, green index Research and development |
Peningkatan demand bagi produk keuangan ramah lingkungan. | Program kampanye kepada masyarakat calon investor |
Peningkatan pengawasan dan koordinasi implementasi keuangan berkelanjutan | Kebijakan manajemen risiko LH dan sosial Forum koordinasi keuangan berkelanjutan tingkat nasional dan daerah |
Pada tahun 2020 Otoritas Jasa Keuangan telah melakukan progres strategi diatas yaitu:
- Memberikan penghargaan kepada BRI sebagai best of the best dalam Sustainable Finance Award (SFA) karena melakukan inisiatif keuangan keberlanjutan melalui pembiayaan untuk aset ramah lingkungan, penerbitan sustainability bond pertama di Indonesia pada tahun 2019 dalam rangka penguatan liabilities BRI, dan inisiatif di bidang operasional juga sumber daya manusia (CNBC Indonesia, 2020).
- Penerbitan Green Bond oleh pemerintah dan PT. Sarana Multi Infrastuktur. Namun, pada tahun 2020 minat masyarakat masih sangat minim. Analis Financial Institution Rating PT Pefindo Keshna Armand mengatakan, salah satu penyebab lambatnya perkembangan green bond di Indonesia adalah kurangnya ketertarikan terhadap isu lingkungan dan obligasi (Sidonews.com, 2020).
- OJK juga fokus pada peningkatan awareness terkait inovasi Keuangan digital, dengan menyiapkan kurikulum Digital Financial Literacy melalui media buku, e-book, video animasi, permainan interaktif serta bentuk edukasi lainnya dalam rangka mendukung peningkatan pertumbuhan angka literasi dan inklusi keuangan berkelanjutan;
- OJK menyusun rencana pengembangan Taksonomi Hijau Indonesia (THI) untuk mengklasifikasi definisi dan kriteria kegiatan usaha yang berdampak positif terhadap lingkungan, sosial dan penanggulangan perubahan iklim serta menjadi salah satu panduan bagi industri jasa keuangan dalam mengintegrasikan aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola.
- OJK menyusun rencana pengembangan pilot project di beberapa daerah, seperti pengembangan agroekowisata yang bekerja sama dengan United Nations Development Programme (UNDP) dan Bali Center for Sustainable Finance di Bali dan sektor perikanan berkelanjutan yang bekerja sama dengan Inisiatif Dagang Hijau (IDH) di Banyuwangi.
- OJK meningkatkan keterlibatan dan partisipasi aktif Indonesia dalam isu Keuangan Berkelanjutan pada tatanan regional maupun internasional dengan menjadi anggota pada The Network of Central Banks and Supervisors for Greening the Financial System (NGFS).
- OJK bekerja sama dengan beberapa lembaga nasional maupun internasional seperti United States Agency for International Development (USAID), International Finance Corporation (IFC), Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), dan World Wildlife Fund Indonesia untuk mengembangkan berbagai aspek pendukung keuangan berkelanjutan, termasuk meningkatkan awareness dan capacity building bagi kalangan internal OJK dan pemangku kepentingan eksternal.
Sepanjang tahun 2020, OJK melakukan berbagai program prioritas terkait Keuangan Berkelanjutan, antara lain:
- SBFN merupakan komunitas yang bersifat voluntary yang terdiri dari regulator sektor keuangan dan asosiasi perbankan di negara berkembang (emerging market) yang berkomitmen untuk memajukan keuangan berkelanjutan sejalan dengan international best practices. Hingga saat ini keanggotaan SBFN terdiri atas 61 institusi dari 43 negara dan berdasarkan struktur organisasinya, kelembagaan SBN terdiri dari tiga Working Group (WG) yakni WG Measurement, WG Sustainable Finance Instruments, WG Data & Disclosure Working Group serta Task Force yang bernama International Development Association (IDA) Task Force. Adapun dalam WG Measurement, OJK memiliki peran strategis sebagai Chair.
- ASEAN Taxonomy Board (ATB) merupakan forum yang dibentuk di bawah naungan ASEAN Finance Ministers and Central Bank Governors’ Meeting (AFMGM) dengan didukung oleh ASEAN Capital Markets Forum (ACMF), ASEAN Insurance Regulators Meeting (AIRM), ASEAN Senior Level Committee on Financial Integration (SLC) dan ASEAN Working Committee on Capital Market Development (WC-CMD).
- Taksonomi hijau merupakan pedoman dalam pengembangan produk-produk inovatif dan/atau keuangan berkelanjutan serta sustainable financial disclosure. Inisiatif ini juga sejalan dengan pengembangan regulasi mengenai pelaporan Industri Jasa Keuangan ke OJK. Taksonomi Hijau bersifat terbuka, sehingga dapat mengantisipasi adanya penambahan sektor baru yang dapat dikategorikan sebagai sektor hijau (bersifat living document).
- Dalam rangka mengakselerasi implementasi keuangan berkelanjutan di Indonesia, OJK membentuk Task Force Keuangan Berkelanjutan di SJK yang telah disahkan melalui Keputusan Dewan Komisioner No.21/KDK.01/2021 tanggal 16 November 2021 tentang Pembentukan Task Force Keuangan Berkelanjutan di SJK.
PERAN 8 BANK FIRST MOVERS DALAM SUSTAINABLE FINANCE
Perbankan merupakan salah satu instrumen lembaga yang diwajibkan ikut mensukseskan keuangan berkelanjutan melalui program-programnya dan produknya. Sebagaimana dilansir dari (KONTAN.co.id, 2021), salah satu implementasi riil dari pendanaan yang berkelanjutan adalah dengan tidak memberikan pinjaman modal bagi usaha yang berpotensi merusak lingkungan. Karena itu, lembaga keuangan didorong untuk bisa mengintegrasikan prinsip lingkungan, sosial, dan tata kelola usaha ke dalam kebijakan kredit dan investasi yang diberikannya
Dalam implementasi keuangan berkelanjutan pada sektor perbankan, OJK bersama dengan lembaga terkait lainnya telah menyusun Roadmap Keuangan Berkelanjutan. Road Map ini kemudian menjadi acuan utama bagi OJK dan pelaku industri jasa keuangan serta pihak-pihak lainnya dalam mendukung pembangunan berkelanjutan. OJK memastikan terdapat delapan perbankan nasional baik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun swasta yang siap menerapkan sistem keuangan berkelanjutan yaitu Bank Mandiri, BRI, BNI, BCA, Bank Muamalat, Bank BJB, Bank Arta Graha Internasional dan BRI Syariah.
Dalam keberjalanan pilot project, OJK terus mengamati evaluasi kinerja kedelapan perbankan tersebut, utamanya pada aspek yang berkaitan dengan manajemen risiko bank pada lingkungan hidup, sosial dan tata kelolanya (Neneng Hayati, 2020). Disamping itu, kedelapan perbankan tersebut juga melakukan upaya internal dalam meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya serta bisnis proses bank. Setelah pilot project terlaksana, proses selanjutnya yaitu perumusan regulasi serta penerapan regulasi. Setelah 2024, keberadaan green portfolio diharapkan telah mengalami peningkatan dan seluruh lembaga keuangan sudah mempunyai platform 3P (People, Planet, Profit) (Neneng Hayati, 2020). Pembahasan setelah ini akan mengulas peranan 8 Bank First Movers tersebut dalam mendukung Keuangan Berkelanjutan.
Bank Mandiri
Pada tahun 2018, Bank Mandiri telah menyusun RAKB sesuai dengan POJK 51/2017 untuk diimplementasikan pada tahun 2019-2024. Tiga prioritas utama Bank Mandiri dalam RAKB yaitu pengembangan produk dan/atau jasa keuangan berkelanjutan, pengembangan kapasitas internal, dan penyesuaian keseluruhan organisasi dan tata kelola Bank Mandiri. Dalam hal pengembangan produk, Bank Mandiri mendorong peningkatan portfolio pembiayaan yang sesuai Kategori Kegiatan Usaha Berkelanjutan (KKUB), seperti perkebunan sawit berkelanjutan, transportasi ramah lingkungan, UMKM dan lainnya. Bank Mandiri juga menerbitkan Sustainable Bond, dan bekerja sama dalam pengembangan energi ramah lingkungan dengan lembaga tertentu.
Hingga pada tahun 2021, sustainable portofolio yang dicapai oleh Bank Mandiri mencapai hingga Rp205,4 triliun atau sekitar 25% dari total portofolio kredit bank, di mana kontribusi non UMKM sebesar Rp101,9 triliun dan UMKM sebesar Rp103,5 triliun. Capaian ini didorong kontribusi pembiayaan berkelanjutan non UMKM khususnya pada sektor renewable energy berupa proyek hydro power plant and geothermal power plant serta pembiayaan transportasi ramah lingkungan. Peningkatan pembiayaan usaha berkelanjutan yang telah dilakukan oleh Bank Mandiri selama tiga tahun terakhir dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
Total Pembiayaan Usaha Berkelanjutan Bank Mandiri tahun 2019-2021 (Rp Miliar)
Selain itu, Bank Mandiri juga mendorong penerapan operasional yang ramah lingkungan melalui pengelolaan gedung yang hemat energi listrik, hemat air tanah, pemasangan solar panel, dan penambahan luas lahan hijau demi mengurangi emisi karbon yang berdampak pada pemanasan global. Bank Mandiri mengembangkan kepeduliannya pada masyarakat dengan berbagai program yang terarah, baik dalam bidang ekonomi, kesehatan, maupun upaya- upaya pemberdayaan.
Bank Negara Indonesia
BNI telah menyusun RAKB 2019 yang akan menjadi dasar dan pedoman bagi implementasi Keuangan Berkelanjutan. Kontribusi Bank BNI dalam keuangan berkelanjutan diimplementasikan dalam penyaluran Kredit Kategori Kegiatan Usaha Berkelanjutan (KKUB). Peningkatan portofolio KKUB ini terus dilakukan secara bertahap, salah satunya dengan menganalisis dan mengidentifikasi calon debitur atau debitur eksisting dalam menentukan KKUB. Hingga pada tahun 2021 lalu, portofolio KKUB mencapai hingga Rp172,4 triliun dengan peningkatan sebesar 20% YoY. Dari total portofolio KKUB, 67,9% di antaranya merupakan kredit kepada UMKM. Rasio portofolio pembiayaan KKUB terhadap total pembiayaan kredit juga mencapai hingga 29%, dimana persentase ini meningkat sejak dua tahun sebelumnya yang berkisar di angka 25%. Secara keseluruhan, total pembiayaan usaha berkelanjutan yang telah dilakukan oleh BNI selama tiga tahun terakhir dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
Total Pembiayaan Usaha Berkelanjutan Bank Negara Indoneia tahun 2019-2021(Rp Miliar)
Selain itu, upaya BNI untuk melestarikan lingkungan hidup juga direalisasikan dalam inisiatif Program BNI GoGreen yang dilaksanakan di internal melalui pengurangan pemakaian kertas, pengurangan konsumsi energi untuk mendukung reduksi emisi, pengelolaan limbah, dan penghematan air. Melalui Program BNI GoGreen, BNI juga bekerja sama dengan pihak eksternal menjalankan program penghijauan dan pelestarian keanekaragaman hayati.
Bank Syariah Indonesia
Dalam implementasi keuangan berkelanjutan, BSI telah menyusun RAKB yang berfokus pada peningkatan kapasitas internal, penyesuaian manajemen risiko dan tata kelola, serta peningkatan portofolio kategori kegiatan usaha berkelanjutan (KKUB). RAKB ini kemudian diturunkan menjadi beberapa strategi yaitu meningkatkan pemahaman keuangan berkelanjutan, mempelajari panduan Taksonomi Hijau Indonesia, dan terus memberikan pembelajaran kepada semua nasabah untuk bertransisi ke ekonomi rendah karbon. Saat ini BSI juga mulai memetakan portofolio pembiayaan KKUB dengan memerhatikan aspek LST.
Implementasi keuangan berkelanjutan juga direalisasikan dengan dukungan terhadap berbagai kebijakan Pemerintah, salah satunya yaitu pembinaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta turut berpartisipasi dalam pemulihan ekonomi nasional dengan memberikan relaksasi kepada nasabah yang terdampak COVID-19. Berbagai kebijakan ini digagas untuk mempertahankan dan mendorong keberlanjutan usaha nasabah. Hingga pada periode 2021, penyaluran pembiayaan KKUB mencapai hingga Rp46.158 miliar per 31 Desember 2021. Besaran pembiayaan terhadap KKUB mencapai hingga 27% dari total pembiayaan Bank. Pembiayaan tersebut diberikan kepada sektor usaha ramah lingkungan, antara lain pada industri sawit yang telah memiliki sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) dan/atau Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).
Bank Muamalat Indonesia
Dalam merealisasikan RAKB yang telah disusun, Bank Muamalat menyusun 3 strategi yang akan dijalankan baik dalam jangka pendek maupun menengah, yakni: Peningkatan Kapabilitas Sumber Daya Manusia (SDM), Sinergi Kebijakan dan Prosedur termasuk Pengembangan Teknologi, dan Pengembangan Produk dan Jasa Perbankan.
Dalam sosial kemasyarakatan, Bank Muamalat merealisasikan program vaksinasi massal gratis yang diselenggarakan untuk dua dosis vaksinasi, dengan total penerima vaksin 3.500 orang. Disamping itu, Bank Muamalat tetap merealisasikan program-program CSR reguler, seperti: pemberian beasiswa, Jaminan Sosial, Muamalat Sahabat dan sebagainya, dengan dukungan dana investasi sosial sebesar Rp7,8 Miliar.
Pada aspek lingkungan, Bank Muamalat secara lebih intensif menerapkan konsep green banking dengan mengintroduksi berbagai inisiatif kegiatan operasional ramah lingkungan, maupun menerapkan kebijakan-kebijakan operasional ramah lingkungan. Berbagai inisiatif operasional tersebut menjadikan Bank Muamalat mencatatkan penurunan konsumsi energi listrik yang cukup substansial, yaitu penurunan intensitas konsumsi sebesar 7,5% menjadi sebesar 0,8 GJoule/M2. Bank Muamalat juga berhasil menurunkan intensitas emisi GRK sebesar 7,5%, selain berhasil menurunkan volume konsumsi kertas dan timbulan limbah dari kegiatan operasional.
Terakhir, dalam aspek Perbaikan Lingkungan Kerja dan Peningkatan Kompetensi SDM, Bank Muamalat merealisasikan berbagai jenis program pelatihan dan pengembangan dengan rata-rata jam pelatihan 72,4 jam per karyawan dari 69,5 jam per karyawan di tahun 2020. Kami menginvestasikan dana sebesar Rp34,9 miliar untuk merealisasikan berbagai program pengembangan tersebut.
Bank Central Asia
BCA berprinsip bahwa perbanka perlu beradaptasi dengan prinsip keuangan berkelanjutan karena manfaatnya akan terasa dalam jangka waktu yang panjang. Aspek yang perlu diperhatikan yaitu Lingkungan, Sosial, dan Tata kelola (LST) dalam proses menentukan kelayakan kredit debitur. Prioritas pembiayaan kredit juga disalurkan pada pengembangan layanan serta produk yang ramah lingkungan sesuai standarisasi internasional. BCA juga menyadari adanya perhatian nasional dan global berkaitan dengan prinsip pembiayaan berkelanjutan.
Dalam merespon hal tersebut, BCA telah menyusun RAKB lima tahunan yang dievaluasi setiap tahunnya. Secara keseluruhan, selama tahun 2021 BCA telah merealisasikan RAKB dengan baik. Isi RAKB ini mencakup rencana target, pengawasan, dan evaluasi terkait:
· Penyediaan pembiayaan Keuangan Berkelanjutan.
· Pengembangan kapasitas internal.
· Penyesuaian organisasi, manajemen risiko, tata kelola dan/atau standar prosedur operasional
Dukungan BCA dapat terlihat melalui pembiayaan yang disalurkan kepada beberapa sektor Kegiatan Usaha Berwawasan Lingkungan (KUBL). Disamping itu, komitmen BCA dalam menerapkan prinsip keuangan berkelanjutan yang mengintegrasikan aspek Lingkungan, Sosial dan Tata kelola (LST) diwujudkan dengan meningkatkan portofolio pembiayaan berkelanjutan setiap tahunnya. BCA memprioritaskan pembiayaan sektor-sektor yang berhubungan dengan pertanian berkelanjutan, infrastruktur hijau, kehutanan berkelanjutan, energi terbarukan, industri daur ulang, efisiensi energi, dan gedung hijau. Grafik berikut adalah total pembiayaan yang dilakukan oleh BCA selama lima tahun terakhir.
Total Pembiayaan Usaha Berkelanjutan BCA tahun 2017-2021(Rp Miliar)
Sejalan dengan RAKB 5 tahunan, BCA menargetkan pada tahun 2023 terdapat 100% dari total pekerja mengikuti pelatihan terkait Keuangan Berkelanjutan. Hingga akhir tahun 2021, sebanyak 97% dari total pekerja (pekerja tetap dan magang bakti) telah mengikuti pelatihan terkait Keuangan Berkelanjutan. Realisasi ini melampaui target 20% yang telah ditetapkan. Pelatihan tersebut dilaksanakan rutin setiap tahun sebagai langkah refreshment terkait perkembangan Keuangan Berkelanjutan. Pada tahun 2021, BCA telah menyelesaikan pembuatan modul pelatihan Keuangan Berkelanjutan berbasis e-learning. Penyusunan e-learning ini melibatkan beragam pemangku kepentingan. Modul ini menjadi salah satu sarana pengembangan kompetensi Keuangan Berkelanjutan pada pekerja BCA.
Bank Artha Graha Internasional
Dalam mengimplementasikan keuangan berkelanjutan, Bank Artha Graha Internasional telah menyusun tiga strategi prioritas yang tertulis dalam RAKB. Prioritas pertama yaitu Pengembangan kapasitas internal yang berkaitan denganpeningkatan pemahaman keungan berkelanjutan dalam lingkup internal. Prioritas selanjutnya yaitu Penyesuaian organisasi, manajemen risiko, tata kelola, dan/atau standar prosedur operasional. Prioritas yang ketiga atau terakhir yaitu Pengembangan produk dan/atau jasa keuangan berkelanjutan termasuk peningkatan portofolio pembiayaan, investasi atau penempatan pada instrumen keuangan atau proyek yang sejalan dengan penerapan keuangan berkelanjutan. Strategi dalam prioritas ketiga ini dilakukan dengan memperhatikan Kategori Kegiatan Usaha Berkelanjutan (KKUB) melalui pembiayaan pada sektor yang termasuk dalam Kegiatan Usaha Berwawasan Lingkungan (KUBL).
Berdasarkan Laporan Berkelanjutan 2021, Bank Arta Graha Internasional berhasil mencapai 7% untuk pembiayaan usaha berkelanjutan dari total pembiayaan bank. Angka ini terbilang kecil jika dibandingkan dengan First Movers lainnya. Disamping itu, dua tahun sebelumnya persentase pembiayaan kegiatan usaha berkelanjutan yang dilakukan oleh Bank Arta Graha Internasional berkisar 9% pada tahun 2020 dan 21% pada tahun 2019. Persentase portofolio pembiayaan usaha berkelanjutan tersebut menunjukkan penurunan setiap tahunnya. Hal ini sebagaimana penurunan total pembiayaan yang dilakukan oleh Bank Arta Graha Internasional. Total pembiayaan usaha berkelanjutan Bank Artha Graha Internasional selama tiga tahun terakhir dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
Total Pembiayaan Usaha Berkelanjutan Bank Artha Graha Internasional tahun 2019-2021
(Jutaan Rupiah)
Dari grafik tersebut dapat disimpulkan bahwa pembiayaan usaha berkelanjutan yang dilakukan oleh Bank Artha Graha Internasional kian menurun setiap tahunnya. Bank Artha Graha Internasional mengakui belum tercapainya target Bank dalam merealisasikan penyaluran pembiayaan usaha berkelanjutan pada kategori efisiensi energi. Hal ini dikarenakan kondisi perekonomian yang belum terkendali dikarenakan adanya Covid-19 pada tahun lalu yang menjadikan pelaku usaha menunda investasi atau anggaran belanjanya, mengingat investasi di bidang efisiensi energi/ energi terbarukan membutuhkan dana investasi yang tidak sedikit. Namun demikian, Bank Arta Graha Internasional menyatakan bahwa target penyaluran pembiayaan di sektor UMKM telah berhasil melampaui target. Selain pembiayaan, Bank juga mengalokasikan dana dengan melakukan pembelian obligasi hingga Rp50 miliar yang diterbitkan oleh Sampoerna Agro, perusahaan sawit yang menghasilkan bahan dasar bioenergi dan telah tersertifikasi RSPO & ISPO.
BANK BJB
Bank BJB sebagai bank pembangunan daerah terbesar di Indonesia, memiliki peranan yang penting dalam perekonomian daerah khususnya Jawa Barat dan Banten. Implementasi keuangan berkelanjutan bank bjb direalisasikan dalam berbagai pengembangan inovasi digital pada produk dan jasa bank dalam meningkatkan jumlah nasabah dan meminimalisir penggunaan energi serta berbagai kegiatan lainnya dalam melindungi lingkungan.
Bank bjb melaksanakan segala operasional dengan memperhatikan aspek profit, planet dan people. Dengan memerhatikan aspek tersebut, dapat dipastikan bahwaproduk dan jasa dapat memenuhi kebutuhan utama pelanggan terkait pembiayaan sekaligus mendatangkan pendapatan/profit. Selain itu, produk dan jasa bank bjb tersebut juga harus dapat berkontribusi terhadap perkembangan sosial dan lingkungan dari komunitas lokal dengan melakukan analisa dampak lingkungan.
Berdasarkan Laporan Berkelanjutan 2021, Bank bjb berhasil mencapi peningkatan sebesar 232% untuk pembiayaan kegiatan berwawasan lingkungan. Dari tahun 2020 sebesar 1.357.544 juta menjadi 4.503.969 juta di tahun 2021. Disamping itu, bank bjb juga melakukan pembiayaan kegiatan usaha berkelanjutan. Total pembiayaan kegiatan usaha berkelanjutan bank bjb selama tiga tahun terakhir dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
Pada tahun 2021, kegiatan RAKB bank bjb tahun 2021 telah tercapai dengan indikator keberhasilan yang telah ditetapkan oleh manajemen perseroan. Indikator keberhasilan dari kegiatan RAKB ini menjadi salah satu poin perhitungan Key Performance Indicators (KPI) pada isu keberlanjutan bagi tiap-tiap level manajemen di perseroan.
Bank Rakyat Indonesia
Sebagai salah satu dari kedelapan bank First Movers, BRI menerapkan integrasi ketiga aspek ESG (Environmental, Social and Corporate Governance) dengan berfokus pada ketiga hal berikut:
(1) Aset
(2) Kewajiban, dan
(3) operasional dan sumber daya manusia
Dengan strategi tersebut, BRI berhasil menunjukkan pencapaian yang baik dalam kinerjanya sepanjang 2021. BRI telah menyalurkan pembiayaan kredit Rp 943,7 Triliun dengan pertumbuhan sebesar 7,2% (YoY). Sebesar 65,1% dari total penyaluran kredit tersebut disalurkan kepada debitur dengan Kriteria Kegiatan Usaha Berkelanjutan (KKUB) yang terdiri dari Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) sebesar Rp 543,4 triliun dan Kegiatan Usaha Ramah Lingkungan (KUBL) sebesar Rp. 70.8 Triliun. BRI merupakan salah satu bank dengan portofolio kredit UMKM terbesar di Indonesia, hal ini ditunjukkan dengan komposisi pembiayaan bagi UMKM yang selalu mendominasi setiap tahunnya. Hingga pada tahun 2021 lalu, komposisi pembiayaan pada segmen UMKM mencapai hingga 81,8%. BRI juga meningkatkan portfolio pembiayaan energi terbarukan sebesar Rp. 5,6 triliun, transportasi ramah lingkungan senilai Rp. 14,9 triliun, pencegahan dan pengendalian pencemaran sebesar Rp. 25 miliar dan pembiayaan berwawasan lingkungan lainnya. Berbagai hal tersebut dilakukan sebagai andil BRI dalam mengurangi dampak perubahan iklim.
Implementasi keuangan berkelanjutan BRI juga ditunjukkan dengan menginisiasi penerbitan Global Sustainability Bond pertama di Indonesia yang memenuhi Standar Sustainability Bond ASEAN. Hingga akhir tahun 2021, dana hasil penerbitan Obligasi Berkelanjutan BRI yang diterbitkan pada tahun 2019 telah digunakan sepenuhnya untuk proyek-proyek berkelanjutan: 69% dari dana digunakan untuk proyek sosial dan 31 % untuk proyek hijau.
Penerapan keuangan berkelanjutan juga dilakukan melalui pelaksanaan kegiatan operasional kantor yang ramah lingkungan. Upaya tersebut dapat terlihat dari pengurangan penggunaan sumber daya alam yang semakin terbatas seperti kertas, bahan bakar, air, dan listrik. BRI juga mendorong setiap karyawan untuk mengurangi penggunaan plastik dan penggunaan tumbler.
HAMBATAN DAN TANTANGAN PEMBIAYAAN BERKELANJUTAN OLEH PERBANKAN
Impelementasi keuangan berkelanjutan yang dilakukan oleh First Movers bukan tanpa hambatan. Berbagai krititikan, saran, dan masukan berbagai pihak menjadi bahasan yang patut dikritisi. Sebagian perbankan nasional saat ini dinilai kurang berkomitmen dalam menerapkan keuangan berkelanjutan lantaran masih melakukan pembiayaan pada sektor batu bara, baik pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) maupun pertambangan (Katadata, 2022).
Munculnya kepedulian masyarakat akan isu lingkungan dalam hal pembiayaan menjadikan sebagian besar lembaga keuangan menghentikan pembiayaan pada sektor-sektor yang bertentangan dengan kegiatan usaha berkelanjutan. Dalam studi yang dirilis Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), terdapat lebih dari 100 lembaga jasa keuangan yang berhenti mendanai proyek pertambangan ataupun PLTU batu bara. Trend ini kemudian diikuti oleh berbagai bank bereputasi di Asia Tenggara. Namun demikian, berhentinya berbagai bank tersebut justru dianggap oleh perbankan nasional sebagai peluang pasar baru yang dapat digantikan.
Meskipun begitu, kondisi ini direspon baik oleh salah satu perbankan BUMN yaitu BRI. BRI menyatakan berkomitmen untuk membatasi pembiayaan sektor energi fosil seperti batu bara dan minyak bumi. Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Sunarso kemudian didesak dalam menindaklanjuti pernyataan tersebut dengan menghentikan berbagai proyek sektor energi fosil yang tengah berjalan. Menyadari bahwasanya membatasi atau memberhentikan pembiayaan energi fosil tidak dapat dilakukan dalam sekejap mata, langkah yang diambil BRI ini merupakan langkah yang tepat dan pantas untuk ditiru lembaga keuangan lainnya. Secara keseluruhan, komitmen perbankan dalam mengimplementasikan keuangan berkelanjutan tentu berdampak pada kecilnya persentase penyaluran kredit terhadap sektor pertambangan serta penggalian. Hal ini ditunjukkan dengan kontribusi kredit sektor pertambangan dan penggalian stagnan di bawah 3% terhadap total kredit perbankan (Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, 2022).
Diperlukan komitmen yang lebih bagi perbankan dalam menerapkan keuangan berkelanjutan dengan mengurangi pembiayaan energi fosil serta meningkatkan pembiayaan energi terbarukan dikarenakan sektor energi terbarukan ini memiliki keuntungan yang sifatnya jangka panjang, berbeda dengan batu bara yang jelas tidak jangka panjang karena merusak lingkungan. Berkaitan dengan hal tersebut, Ahmad Ashov Birry selaku Koordinator Bersihkan Indonesia (BI) menyatakan bahwa lembaga jasa keuangan yang ada di Indonesia sudah selayaknya memulai untuk menyalurkan pembiayaan pada sektor energi terbarukan (Katadata, 2022).
Strategi Pengembangan Keuangan Berkelanjutan Industri Perbankan
Dalam forum Casual Talk: Scaling Up The Utilization of Sustainable Financial Instruments, Pery Warjiyo selaku Gubernur BI menyampaikan bahwa terdapat tiga strategi utama dalam meningkatkan inisiatif keuangan berkelanjutan. Pertama, meningkatkan instrumen hijau dan investasi hijau yang dapat memainkan peran penting untuk mendorong kemajuan menuju ekonomi hijau yang berkelanjutan dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Strategi kedua, yaitu membangun ekosistem instrumen keuangan yang berkelanjutan. BI sendiri, kata Perry, saat ini tengah bergerak menuju bank sentral hijau, di mana ekonomi hijau dan instrumen keuangan merupakan bagian dari bauran kebijakan BI. Strategi ketiga, yaitu meningkatkan kapasitas dan bantuan teknis yang berkelanjutan untuk meningkatkan tingkat pemahaman dan keahlian otoritas global dan domestik, industri, dan pelaku pasar.
Sejak diluncurkan Roadmap Keuangan Berkelanjutan pada 2014 lalu, OJK memastikan terdapat 8 Perbankan First Movers yang menerapkan Keuangan Berkelanjutan. Dalam keberjalanannya, kedelapan bank ini mengimplementasikan keuangan berkelanjutan sesuai dengan Roadmap Keuangan berkelanjutan yang telah disusun oleh OJK. Dalam tahap persiapan, kedelapan perbankan telah menyusun RAKB yang kemudian menjadi acuan pada tahun-tahun berikutnya dalam implementasi keuangan berkelanjutan. Selain itu, kedelapan perbankan ini juga mendukung dari sisi internal dengan meningkatkan kapasitas SDM serta lingkungan perusahaan dalam penerapan keuangan berkelanjutan. Dalam tahap implementasi, sebagaimana yang telah dibahas pada bagian sebelumnya, kedelapan perbankan juga mendukung keuangan berkelanjutan dengan menyalurkan pembiayaan pada sektor usaha ramah lingkungan sesuai dengan Kriteria Kegiatan Usaha Berkelanjutan yang telah ditentukan oleh OJK dalam Roadmap Keuangan Berkelanjutan. Hingga saat ini, perbankan terus memberikan kontribusi yang signifikan dalam implementasi keuangan berkelanjutan. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya persentase pembiayaan usaha berkelanjutan, penerbitan green bond, serta berbagai program ramah lingkungan yang meningkat setiap tahunnya.
Keberadaan perbankan sebagai lembaga jasa keuangan memiliki pengaruh yang signifikan dalam operasional pelaku bisnis. Roadmap Keuangan Berkelanjutan berfungsi untuk mendorong lembaga jasa keuangan dalam mengimplementasikan praktik-praktik keuangan yang lebih ramah lingkungan dengan ‘menghijaukan’ basis pelanggannya dan mengutamakan transaksi keuangan untuk proyek bisnis yang ramah lingkungan. Dengan adanya prinsip ini, maka keseimbangan dalam hal pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan dapat tercapai.
Sebagai contoh sektor korporasi Jepang dan pemerintah pusat telah memfokuskan sejumlah besar sumber daya kebijakan untuk menguraikan kemajuan tingkat mikro terkait SDGs. Mengakui risiko yang melekat dari menipisnya sumber daya alam dan tingkat percepatan dan intensitas bencana terkait iklim, dan mengakui risiko sistemik yang diakibatkannya terhadap sektor keuangan dan korporasi perlu menjadi dasar dari setiap strategi yang selaras dengan Land Surface Temperature (LST) yang komprehensif. Langkah-langkah potensial yang dapat memiliki efek substansial termasuk meningkatkan transparansi melalui taksonomi dan pengungkapan risiko yang wajib, pengujian stres terkait iklim di tingkat mikro dan makro kehati-hatian, dan aturan modal yang dikalibrasi atau kerangka kerja agunan yang mendukung pada pembiayaan berkelanjutan (Schumacher, Chenet & Volz, 2020)
Hambatan dan Tantangan Pembiayaan Berkelanjutan oleh Perbankan
Impelementasi keuangan berkelanjutan yang dilakukan oleh First Movers bukan tanpa hambatan. Berbagai krititikan, saran, dan masukan berbagai pihak menjadi bahasan yang patut dikritisi. Sebagian perbankan nasional saat ini dinilai kurang berkomitmen dalam menerapkan keuangan berkelanjutan lantaran masih melakukan pembiayaan pada sektor batu bara, baik pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) maupun pertambangan (Katadata, 2022). Munculnya kepedulian masyarakat akan isu lingkungan dalam hal pembiayaan menjadikan sebagian besar lembaga keuangan menghentikan pembiayaan pada sektor-sektor yang bertentangan dengan kegiatan usaha berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan studi Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) yang menyatakan bahwa terdapat lebih dari 100 lembaga keuangan global berhenti melakukan pembiayaan pertambangan maupun PLTU batu bara. Andri Prasetiyo selaku Peneliti Trend Asia juga mengatakan bahwa tren ini juga diikuti oleh beberapa bank besar di Asia Tenggara, seperti Maybank dan CIMB. Namun kondisi berhentinya sebagian bank besar dunia dalam pembiayaan batu bara dan PLTU justru dilihat sebagai peluang dan kesempatan baru oleh perbankan nasional sebagai ceruk yang dapat diisi (Katadata, 2022).
Meskipun begitu, kondisi ini direspon baik oleh salah satu perbankan BUMN yaitu BRI. BRI menyatakan berkomitmen untuk membatasi pembiayaan sektor energi fosil seperti batu bara dan minyak bumi. Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Sunarso kemudian didesak dalam menindaklanjuti pernyataan tersebut dengan menghentikan berbagai proyek sektor energi fosil yang tengah berjalan (Katadata, 2022). Menyadari bahwasanya membatasi atau memberhentikan pembiayaan energi fosil tidak dapat dilakukan dalam sekejap mata, langkah yang diambil BRI ini merupakan langkah yang tepat dan pantas untuk ditiru lembaga keuangan lainnya. Secara keseluruhan, komitmen perbankan dalam mengimplementasikan keuangan berkelanjutan tentu berdampak pada kecilnya persentase penyaluran kredit terhadap sektor pertambangan serta penggalian. Hal ini ditunjukkan dengan kontribusi kredit sektor pertambangan dan penggalian stagnan di bawah 3% terhadap total kredit perbankan (Meilani, 2022).
Diperlukan komitmen yang lebih bagi perbankan dalam menerapkan keuangan berkelanjutan dengan serta secara bertahap mengurangi pembiayaan energi fosil serta meningkatkan pembiayaan energi terbarukan. Hal ini dikarenakan sektor energi terbarukan dinilai memiliki keuntungan yang sifatnya jangka panjang, berbeda dengan batu bara yang jelas tidak jangka panjang karena merusak lingkungan. Ahmad Ashov Birry selaku Koordinator Bersihkan Indonesia (BI) menyatakan bahwa lembaga keuangan di Indonesia sudah selayaknya mulai beralih dalam berinvestasi kepada upaya pengembangan EBT (Katadata, 2022).
Pembahasan Diskusi Nasional FoSSEI – Sustainable Finance sektor Perbankan
Diskusi Nasional FoSSEI merupakan rangkaian agenda dari Temu Ilmiah Nasional (TEMILNAS) FoSSEI. Diskusi Nasional 2022 merupakan rangkaian acara TEMILNAS 2022. Diskusi Nasional merupakan wadah diskusi dan bertukar gagasan para kader FoSSEI. Pada diskusi nasional, para peserta TEMILNAS 2022 akan mendiskusikan karya tulis yang telah dipresentasikan para finalis LKTI. Peserta TEMILNAS akan dibagi menjadi enam sub-diskusi nasional sesuai dengan sub-tema yang ada. Output dari diskusi nasional adanya gagasan dan ide yang bisa disampaikan kepada stakeholders secara empiris. Pada diskusi nasional FoSSEI di temukan beberapa permasalahan empiris yaitu sebagai berikut:
- Ekonomi berkelanjutan, minimnya awareness dan partisipasi industri keuangan khususnya perbankan dalam pembiayaan pembangunan berkelanjutan (Katadata, 2021). Kebutuhan sampai 2030 mencapai Rp 67,8 ribu T dan realisasi pendanaan dari perbankan Rp 882 T).
- Permasalahan efisiensi berdasarkan survei regional sumbagut.
Menilik dari permasalahan yang ada ditarik beberapa solusi oleh pada kader FoSSEI yang hadir dalam agenda diskusi nasional yaitu:
- Membuat kebijakan dari dua sisi, yakni supply dan demand. Sisi supply nya yakni pemerintah memberikan regulasi secara spesifik mengenai green banking. Sisi demand, mengembangkan industri hijau.
- Bagian penilaian pembiayaan memperhatikan aspek AMDAL dan ramah lingkungan.
- Internal perbankan menerapkan budaya ramah lingkungan.
- Perbankan membiayai usaha kecil serta mengedukasi mengenai green economy.
Solusi yang ditwarkan tidak hanya sebatas pemikiran teman-teman FoSSEI saat diskusi nasional tetapi ada argumen pendukung yang digunakan saat memberikan solusi tersebut. Argumen pendukung yang disusun dalam diskusi nasional FoSSEI yaitu diawali dengan melihat potensi perbankan di Indonesia dalam melaksanakan keuangan berkelanjutan. Kemudian, di cari program pendukung dalam pelaksanaan keuangan berkelanjutan dan diberikan suatu contoh pelaksanaannya. Terakhir, dibuktikan dengan penelitian terdahulu yang mendukung pelaksanaan keuangan berklanjutan pada sektor perbankan. Menilik dari potensi dalam melankasanakan keuangan berkelanjutan pada sektor perbankan yaitu status Indonesia sebagai negara maritim dan agraris terbesar dan didukung dengan banyaknya jumlah organisasi yang bergerak pada pelestarian lingkungan. Program pendukung yang menjadikan acuan dalam pelaksanaan keuangan berkelanjutan yaitu Komitmen pemerintah untuk mewujudkan non emisi karbon tahun 2030, SDGS poin 13, penanganan perubahan iklim, Presidensi G20 dan Paris agreement. Adapun contoh pelaksanaan keuangan berkelanjutan sektor perbankan yang ada di Indonesia yaitu Pemeringkatan proper oleh kementerian LHK, Bank mandiri menargetkan porsi penyaluran kredit untuk pembiayaan berkelanjutan mencapai 25% dari total kredit, Bank BRI Syariah merealisasikan pembiayaan pembangunan listrik minihidro dan IKBI melakukan pelatihan mengenai manajemen keberlanjutan. Terakhir, penerapan atau pelaksanaan keuangan berkelanjutan di Indonesia di dukung dengan studi terdahulu oleh Penelitian salim, m.a. (2018) tentang kelemahan regulasi green banking yang ada saat ini. POJK 51 tahun 2017 dan Penelitian dari DPR RI mengatakan perusahaan EBT masih belum maksimal dalam hal pendanaan dan insentif.
REFERENSI
Annual Report OJK 2020-2021
Laporan Berkelanjutan Bank BJB 2021
Laporan Berkelanjutan Bank Mandiri 2021
Laporan Berkelanjutan Bank Negara Indonesia 2021
Laporan Berkelanjutan Bank Syariah Indonesia 2021
Laporan Berkelanjutan Bank Rakyat Indonesia 2021
Laporan Berkelanjutan Bank Artha Graha Internasional 2021
Laporan Berkelanjutan Bank Central Asia 2017-2021
Laporan Berkelanjutan Bank Muamalat 2019-2021
Katadata, 2022. Masih Danai Batu Bara, Komitmen Berkelanjutan Perbankan Dipertanyakan. [Online] Available at: https://katadata.co.id/happyfajrian/finansial/61e9062709975/masih-danai-batu-bara-komitmen-berkelanjutan-perbankan-dipertanyakan [Accessed 22 Agustus 2022].
Katadata, 2022. Bank Nasional Didorong Ikuti Jejak BRI Batasi Kredit ke Energi Fosil Artikel ini telah tayang di Katadata.co.id dengan judul “Bank Nasional Didorong Ikuti Jejak BRI Batasi Kredit ke Energi Fosil” , https://katadata.co.id/yuliawati/ekonomi-hijau/629f05d92. [Online] Available at: https://katadata.co.id/yuliawati/ekonomi-hijau/629f05d9283d5/bank-nasional-didorong-ikuti-jejak-bri-batasi-kredit-ke-energi-fosil [Accessed 22 Agustus 2022].
Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, 2022. PERAN BANK MILIK NEGARA DALAM MENDUKUNG PEMBIAYAAN BERKELANJUTAN. INFO SINGKAT: Kajian Singkat Terhadap Isu Aktual dan Strategis, XIV(Vo. XIV/No. 11/Puslit/Juni/2022), pp. 19-22.
European Commission. What is sustainable finance?. https://ec.europa.eu/info/business-economy-euro/banking-and-finance/sustainable-finance/overview-sustainable-finance_en.[Accessed 15 Agustus 2022]
CNBC Indonesia. 2020. Top! BRI Borong 14 Penghargaan ESG Awards 2020. https://www.cnbcindonesia.com/market/20201118115902-17-202699/top-bri-borong-14-penghargaan-esg-awards-2020.[Accessed 15 Agustus 2022]
Endarwati, Oktiani. 2020. Duh, Minat Masyarakat ke Obligasi ‘Ramah Lingkungan’ Masih Minim. https://ekbis.sindonews.com/read/282972/178/duh-minat-masyarakat-ke-obligasi-ramah-lingkungan-masih-minim-1609157557.[Accessed 15 Agustus 2022]
Kontan.co.id. 2022. Peran Perbankan dalam Pembangunan Berkelanjutan. https://keuangan.kontan.co.id/news/peran-perbankan-dalam-pembangunan-berkelanjutan.[Accessed 15 Agustus 2022]