BAGAIMANA PERAN KEUANGAN SYARIAH BERKELANJUTAN DALAM MENANGGULANGI ISU PERUBAHAN IKLIM?

BAGAIMANA PERAN KEUANGAN SYARIAH BERKELANJUTAN DALAM MENANGGULANGI ISU PERUBAHAN IKLIM?

Atikah Noor

KSEI UIE UINSU

Perubahan iklim saat ini menjadi permasalahan global yang sangat penting untuk diprioritaskan.  Berdasarkan data Jakarta Globe yang dikutip dari Haryanti (2022), Indonesia mengalami peningkatan perubahan iklim dengan lebih cepat, yaitu suatu kondisi dimana suhu rata-rata mengalami peningkatan di atas suhu rata-rata. Adapun investasi tahunan yang dibutuhkan untuk untuk menanggulangi dampak perubahan iklim diperkirakan berkisar antara US$300 hingga US$530 miliar. Sebagian besar investasi ini diperlukan untuk membangun infrastruktur penting dan kawasan ekologis yang rentan termasuk pengelolaan limbah, pertanian, kehutanan, energi, dan pertambangan (Badawi, 2020).

Dalam membiayai proyek-proyek transisi energi, penerapan investasi  berkelanjutan dapat mengambil peran strategis untuk mencapai target “net-zero emision”. Salah satu implikasi dari investasi berkelanjutan bagi perusahaan dapat dilihat pada kenaikan harga saham      berbasis Environmental, Social, and Governance (ESG) seperti yang mengalami peningkatan di berbagai industri seperti yang dapat dilihat pada grafik dibawah ini.

Gambar 1. Grafik Kenaikan Saham berbasis ESG
(Sumber: Kumar, 2016)

Berdasarkan grafik tersebut, dapat dilihat bahwa kenaikan saham berbasis ESG meningkat tajam, khususnya instrument green bond dan sustainability-linked loan. Dalam konteks investasi berkelanjutan, pertimbangan lingkungan, sosial dan tata kelola (ESG) mendominasi banyak keputusan investasi dalam beberapa tahun terakhir. Investasi berkelanjutan mencakup berbagai kegiatan, mulai dari menyalurkan uang tunai ke proyek energi hijau hingga berinvestasi di perusahaan yang menunjukkan nilai-nilai sosial seperti inklusi sosial atau tata kelola yang baik.

Menghadapi ancaman perubahan iklim, beberapa hal dapat dilakukan dalam konteks menyediakan pendanaan untuk proyek-proyek ramah lingkungan, salah satunya melalui instrumen keuangan Islam. Dalam konteks ini, keuangan Islam mengacu pada beberapa fatwa yang menekankan perlunya melindungi lingkungan dan semua bentuk kehidupan sambil memastikan penggunaan sumber daya alam secara bijaksana (Obaidullah, 2017).

Selain itu, Febriadi (2017) dan Nugroho et al (2020) menegaskan relevansi keuangan berkelanjutan dan lima aspek maqashid syariah yang terletak pada perlindungan iman (dîn), jiwa (nafs), akal (‘aql), keturunan (nasl), dan harta (mâl). Terjaminnya kelima aspek tersebut akan membawa pada terpenuhinya kepentingan umum dan kesejahteraan seluruh masyarakat yang merupakan tujuan akhir dari pembangunan. Hal ini mendorong peran dari lembaga keuangan syariah khususnya perbankan syariah dalam menerapkan keuangan berkelanjutan yang pada akhirnya akan berkontribusi menanggulangi isu perubahan iklim.

Gambar 2. Bagan Keuangan Berkelanjutan

(Ilustrasi Penulis)

Salah satu dimensi penting dari penerapan keuangan berkelanjutan adalah manajemen risiko. Bank syariah perlu mengakomodasi risiko sosial dan lingkungan ke dalam proses bisnis dan manajemen risiko yang ada, misalnya dalam proses evaluasi pengajuan kredit. Contoh penerapan dapat dilihat pada rencana aksi manajemen risiko berkelanjutan lima tahun PT Bank Syariah Indonesia berikut yang terdiri dari (i) akomodasi penilaian risiko sosial dan lingkungan untuk setiap kebijakan dan prosedur, produk dan operasi, dan aktivitas bank; (ii) perumusan kebijakan manajemen sosial dan lingkungan; (iii) penerapan risiko sosial dan lingkungan ke dalam proses bisnis bank; (iv) pengembangan kapasitas internal; (v) pemantauan; pelaporan; evaluasi dan rencana mitigasi risiko yang berkelanjutan.

Selain itu, bank syariah perlu mengembangkan produk dan jasa yang memperhatikan aspek sosial dan lingkungan. Inisiatif ini dapat diwujudkan misalnya dengan meningkatkan akses layanan perbankan ke daerah terpencil dan tertinggal digitalisasi kredit. Lebih lanjut, penyediaan layanan yang lebih beragam dapat menjadi perhatian khusus, misalnya penyaluran kredit UKM ramah lingkungan, green bond, layanan perbankan khusus untuk penyandang disabilitas, implementasi green office, dan lain sebagainya.

Pada akhirnya, penerapan keuangan berkelanjutan relevan dengan pencapaian maqashid syariah. Perubahan iklim saat ini masih menjadi permasalahan global yang perlu diprioritaskan. Sejalan dengan itu, perlu adanya inisiatif lingkungan jangka panjang pada sektor keuangan dalam mengakomodasi risiko lingkungan ke dalam proses bisnis mereka yang diharapkan dapat berdampak pada kesejahteraan sosial.

Referensi:

Febriadi, S. R. (2017). Aplikasi Maqashid Syariah Dalam Bidang Perbankan Syariah. Amwaluna: Jurnal Ekonomi Dan Keuangan Syariah, 1(2), 231–245.

Haryanti, N. , T. A. , & P. M. W. (2022). Strategi Penanggulangan Pemasan Global terhadap Dampak Laju Perekonomian dalam Pandangan Islam. Jurnal Dinamika Ekonomi Syariah, 9(2).

Kumar, N. , S. C. , B. L. , W. N. (2016). ESG factors and risk-adjusted performance: a new quantitative model. Journal of Sustainable Finance & Investment.

Nugraha, E. , N. L. , L. C. , & S. W. (2020). Maqashid Sharia Implementation in Indonesia and Bahrain. Etikonomi, 19(1), 155–168.

Nugroho, L. , N. E. , &Badawi, A. (2020). Sustainable Finance Portfolio Analysis in Islamic bank (Segment Perspective). International Journal of Commerce and Finance, 6(2), 226–240.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *