Oleh : Maesya’bani
Indonesia menempati peringkat ke-4 pengguna internet di dunia (Kominfo, 2017). Sejalan dengan hal tersebut, data tech.idntimes.com mencatat sebanyak 132,7 juta pengguna internet aktif di Indonesia Februari 2018. Angka ini terbilang 50% lebih tinggi dibanding sebelumnya. Hal tersebut menunjukkan perubahan jenis kebutuhan teknologi dari kebutuhan tersier hingga saat ini menjadi kebutuhan primer.
Teknologi dan internet merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Keduanya kini menjadi alat yang ampuh dalam perkembangan banyak sektor di seluruh dunia. Mulai dari komunikasi, transportasi hingga transaksi ekonomi baik komersial maupun sosial kini mengandalkan peran internet dan teknologi untuk perkembangannya. Dengan peranannya yang cukup mendominasi kehidupan seseorang atau yang disebut kebutuhan primer, banyak pihak yang lantas memanfaatkan teknologi untuk kebaikan. Dalam artian, memaksimalkan teknologi sebagai anak tangga dalam menuju kesejahteraan ekonomi di era digital.
Tidak ketinggalan geliat bisnis teknologi keuangan atau financial technology ( Fintech) telah mengubah sistem keuangan, mulai dari pembayaran, peminjaman, urusan perbankan, manajemen aset, deteksi fraud hingga di tahapan regulasi. Fintech yang selama ini masuk dalam sistem keuangan konvensional, perlahan-lahan masuk ke sistem keuangan syariah (Murnaiati, 2017). Hingga akhir tahun 2016 silam tercatat ada 135 perusahaan fintech di Indonesia. Sekiranya ada 30 perusahaan yang sudah resmi terdaftar dan diawasi oleh OJK.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan regulasi Fintech yaitu Peraturan OJK Nomor 77/POJK.01/2016 tanggal 29 Desember 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang rupiah secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet.
Berdasarkan penelitian Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI bertajuk “Indonesia Sharia Economic Outlook 2018” disebutkan sebanyak 79% dari UMKM di Indonesia pada saat ini belum terakses pembiayaan. Otoritas Jasa Keuangan (2018) pun menyebutkan sebanyak 49 juta unit UMKM yang tidak bankable (tidak memenuhi persyaratan pengajuan pinjaman Bank). Jika dinominalkan angkanya mencapai Rp. 988 triliun kebutuhan yang belum dibiayai dan sebesar Rp. 150 miliar penyaluran pembiayaan lewat P2P (Peer to Peer). Disinilah peluang fintech agar dapat menjangkau masyarakat yang tidak bisa menjangkau layanan perbankan. Untuk mencapai dampak positif yang dimaksud, kuncinya adalah dengan memandang fintech sebagai tantangan berkolaborasi, dan bukannya sebagai kompetitor (Saiful, 2018).
Instrumen langit yang dimaksud dalam tulisan ini adalah filantropi. Saiful Bahri (2018) menyebutkan bahwa filantropi diambil dari bahasa Yunani, philein berarti cinta, dan anthropos berarti manusia. Artinya mencakup tindakan seseorang yang mencintai sesama manusia serta nilai kemanusiaan, sehingga menyumbangkan waktu, uang, dan tenaganya untuk menolong orang lain. Contohnya adalah zakat, sedekah, infaq, wakaf dan lain sebagainya.
Saiful bahri menambahkan sejauh ini, peluang teknologi era digital ternyata mampu mendorong realisasi filantropi Islam, antara lain adalah wakaf (ziswaf). Melalui urun dana atau istilah lain crowdfunding yang diintegrasikan dengan kemampuan digital internet, praktik penggalangan dana, dan pengelolaan ziswaf berpotensi semakin besar. Nur Efendi, CEO Rumah Zakat, seperti yang dikutip oleh Republika.com, yakin peluang untuk ziswaf di era digital donasi melalui online akan sangat signifikan dibandingkan transaksi donasi secara cash.
Crowdfunding pada dasarnya masuk dalam sektor financial inclusion, satu dari empat fokus sektor fintech yang aturannya tengah disusun OJK, antara lain sektor payment gateway, digital currency, dan financial literacy. Tantangannya adalah menyiapkan fasilitas digital yang memadai dan membangun kepercayaan masyarakat untuk memanfaatkan Fintech dalam hal ini crowdfunding dalam penghimpunan instrumen langit yang nantinya akan digunakan untuk mendorong kesejahteraan UMKM di Indonesia. Menteri Keuangan Sri Mulyani turut mengungkapkan bahwa para pelaku ekonomi terutama yang berbasis syari’ah, perlu menyokong kesiapan untuk Go Digital. Kesadaran akan munculnya kekuatan platform digital mampu menjadi alternatif sempurna bagi kegiatan filantropi. Agar dana dapat berputar sesuai syari’at, sehingga tidak hanya lapisan masyarakat tertentu yang dapat menikmatinya.