Hari & Tanggal : Senin, 22 Januari 2018
Moderator : Millasri Ladeni (BAPERNAS KEILMUAN FoSSEI)
Notulensi : Elsa Ulfah Fauziyah (BAPERNAS MEDIA FoSSEI)
Pemateri : Rachmad Rizqy Kurniawan, S.EI., M.M.
Bismillah ,
Assalamualaikum wr, wb.,
Ba’da tahmid wa shalawat, amma ba’du
Zakat saham atau istilah yang telah dikemukakan Syaikh Wahbah Zuhaily dan Syaikh
Yusuf Qardhowy rahimakumullah dikenal dengan istilah zakaatul isHam. Zakat saham
sendiri merupakan ijtihad ulama kontemporer melihat perubahan zaman dan
modernisasi industry dan instrument keuangan yang semakin hari semakin komplek.
Hal yang menarik adalah apakah saham masuk dalam kategori harta yang dapat menjadi
sumber penarikan zakat. Tentunya hemat saya, sebagaimana bahasan saya dicoretan
sebelumnya, dapat dianalogikan kepada 2 jenis zakat yaitu zakat uang, karena sifat dan
karakteristik saham sesuai dengan uang, dimana mengandung nilai dan dapat
dipertukarkan. Juga dapat dianalogikan sebagai zakat perdagangan, karena saham
merupakan komoditas yang dapat diperdagangkan di pasar sekunder mengikuti hukum
pasar.
Selanjutnya yang tidak kalah menarik siapa yang berhak menghimpun zakat saham? Dan
siapa yang membayar zakat saham itu? Menurut hemat saya yang dhoif ini, pihak yang
berwenang untuk meghimpun dan mengelola adalah pemerintah muslim yang
memerintah suatu wilayah muslim, yang menjadi ulul amri, dalam konteks ini
didelegasikan kepada BAZNAS. Adapun yang membayar zakat saham, adalah pemegang
saham bukan perusahaan penerbit saham.
Pertanyaan selanjutnya, potensi zakat saham juga besar sehingga jika dimanfaatkan
secara optimal tentu mempunyai nilai mashlahat yang luas, tentunya dengan batas
ketentuan dan kriteria amil yang ketat. Sebaliknya pengelolaan yang salah menimbulkan
mudharat yang besar pula, jika tidak didukung oleh regulasi yang ketat maka dana
tersebut tidak sampai secara optimal dialokasikan untuk kesejahteraan para
mustahiknya.
SESI TANYA JAWAB
Pertanyaan 1
Jadi gini pak, tadi bapak jelaskan bahwa yang berhak zakat itu si pemegang
saham. Namun bagaimana ketika perusahaan penerbit saham membuat kebijakan
untuk wajib zakat dari pemegang saham itu sendiri? Lalu menyalahi UU tidak pak
ketika pemerintah dalam hal ini MUI maupun pihak lain jika mengeluarkan
kebijakan penarikan wajib zakat kepada si pemegang saham untuk perusahaan
yang sahamnya sudah masuk JII?
Jawaban
Prinsip zakat adalah sedekah wajib, atau pungutan yang memaksa, sehingga jika
regulasi sudah keluar baik dalam bentuk fatwa atau perundang-undangan
menentukan demikian maka saham itu langsung dipotong zakatnya. Namun saat ini
belum, sifatnya masih suka rela saja.
Posisi fatwa dalam sistem peraturan perundang-undangan kita UU No. 12 tahun
2011 bukan sebagai aturan hukum, namun sesuai dengan konstitusi kita dimana
dibangun salah satunya berdasarkan norma-norma agama, maka fatwa MUI itu bisa
dianggap sebagai sebuah norma hukum yang harus dijalankan oleh pemeluk agama
Islam.
Pertanyaan 2
Baik langsung saja ke pertanyaan… apakah dalam pembayaran zakat saham ini,
pembayarannya harus setiap tahun? Sebenarnya saya masih bingung dengan
kapan kita harus mengeluarkan zakat ini. Lalu, apakah zakat dibayar untuk semua
investasi yang kita keluarkan (total uang kita) atau hanya profitnya saja?
Jawaban
Haul disini adalah 1 tahun hijriyyah dihitung sejak saham itu kita beli dan saat
pembeliannya mencapai nishab.
Perbedaan mendasar dari zakat uang dan zakat perdagangan adalah cara
menghitung haul, dalam zakat perdagangan jika nilai barang dagangan kita
berkurang dari nishab zakat maka hitungan haul diulangi kembali ketika nili barang
dagangan tersebut mencapai nishab, dalam hal ini saham harganya fluktuatif, jika
dari awal hingga sampai batas haulnya nilai saham kita diatas batas nishab baru
dapat kita potong zakatnya.
Dalam kasus zakat saham, yang dihitung sebagai nishab adalah penyertaan
saham+deviden+capital gainnya. Bruto belum dikurangi biaya administrasi.
Pertanyaan 3
Dengan pengenaan zakat pada saham apakah akan menyebabkan double count
dengan pajak yang dipungut Negara? Yang saya ketahui pajak dikenakan pula pada
saham dan surat berharga lainnya. Selain itu dana zakat yang terkumpul ini akan
digunakan untuk hal apa?
Jawaban
Tentunya tidak demikian mengacu aturan hukum terkait zakat mengurangi
beban pajak sebagaimana diatur dalam UU No. 17 tahun 2000 dan UU No. 36 tahun
2008 tentang perubahan ketiga dan keempat tentang pajak penghasilan. Yang
merupakan aturan lanjutan dari UU No. 23 tahun 2011, kemudian sebagai aturan
pelaksanaan dari ketiga UU diatas mengacu pada PP No. 60 tahun 2010.
Zakat yang terkumpul tentunya sesuai dengan aturan yang ada adalah digunakan
seluas-luasnya untuk para mustahiknya. Secara teoritis, kemudian praktek di
lapangan berbeda lagi tergantung man behind-nya
Pertanyaan 4
Yang diberlakukan mukallaf atas zakat itu adalah orang. Lalu bagaimana jika
saham yang dimaksud atau dimiliki oleh lembaga atau perusahaan? Apakah tetap
berlaku seperti zakat korporasi? Lalu bagaimana penghitungan nya, lalu saham apa
saja yang masuk klasifikasi zakat dan nishabnya, kenapa di qiyaskan ke emas dan
perdagangan padahalkan hanya platform bukan komoditas sebagaimana emas dan
perdagangan?
Jawaban
Ini pertanyaan bagus, saya memang sengaja menunggu pertanyaan seperti ini,
berdasarkan aturan hukum positif di Indonesia, badan atau lembaga adalah objek
hukum, padahal dalam Islam tidak demikian, mukallaf di semua hukum Islam adalah
makhluk Allah, sedangkan badan dan lembaga hanya entitas yang menggambarkan
keberadaan orang, maka jika demikian siapakah yang membayar zakatnya tetap
adalah pemilik dari yayasan atau lembaga tersebut.
Pertanyaan yang lebih nyeleneh lagi, bagaimana kalau yayasan atau lembaga itu
adalah milik umat siapa yang membayar zakatnya? Suatu kepemilikan umum tidak
ditarik zakatnya karena subjek zakat harus dalam posisi kepemilikan penuh, bukan
perwakilan atau sub-milik.
Saya sengaja tidak terlalu detail soal perhitungan, saya lebih cenderung hal-hal yang
lebih substansial, rumus perhitungan saham itu mudah sekali yaitu saham bruto x
2,5%.
Untuk qiyas kepada zakat uang atau perdagangan adalah hasil ijtihad ulama
kontemporer yang alasannya sudah saya jabarkan di coretan awal. Jadi bukan
ijtihad saya, mungkin akh Azhary bisa juga kalau mau membuat qiyas lain selain dua
qiyas itu, nanti dicatat sebagai pahala ijtihad akh Azhary insyaallah. Aamiin.
Pertanyaan 5
Apa alasan mengapa LAZ tidak dapat mengelola Zakat Saham? Padahal secara
Undang-Undang Zakat, LAZ yang dapat izin operasional BAS dan Kemenag dapat
mengelola ZIS.
Jawaban
Ini juga pertanyaan yang ditunggu “Kenapa LAZ atau UPZ tidak punya
kewenangan mengelola zakat”?
Jika ditinjau dari putusan MK yang menganulir sebagian pasal UU pengelolaan zakat
diatas maka secara aturan positiif hal tersebut dibolehkan di negara Islam.
Namun jika ditinjau dari aturan fiqh melalui metodologi perumusan hukum, maka
dapat dipahami kewenangan LAZ dan UPZ hanya sebatas membantu
menghimpunkan lalu semuanya dikumpulkan dalam satu wadah dibawah
pemerintahan zaman dahulu unit ini disebut baitul mal yang langsung dipimpin oleh
Khalifah. LAZ dan UPZ tidak punya kewenangan untuk mengelola dan menyalurkan
zakat berdasarkan aturan syariah tersebut.
Kemudian bagaimana saat ini, dikarenakan fungsi BAZ sebagai delegasi pemerintah
sebagai amil belum optimal atas dasar mashlahah dan hajah maka masih
diperbolehkan. Namun kedepannya LAZ dan UPZ harus dilebur dan dibawah
koordinasi BAZ dan pemerintah supaya zakat lebih efektif dan efisien, tidak terlalu
banyak biaya kelembagaan dan iklan, dan mengembalikan tugas Negara sebagai
penanggung jawab kesejahteraan rakyatnya. Untuk catatan referensi bisa mengacu
pada coretan saya ya.
Pertanyaan 6
Dalam investasi atau bermain saham maka produk yang dilakukan adalah bagi
hasil (profit sharing), pertanyaannya bagaimana cara untuk menjalankan zakat
dalam bagi hasil ini dan berapa besarkah yang harus dikeluarkan untuk zakat dalam
bagi hasil ini, karena diketahui pemilik saham pasti berbeda-beda kadar sahamnya?
Jawaban
Zakat dihitung berdasarkan nilai bruto saham yang telah mencapai nishab
selama 1 haul dikalikan kadar zakatnya. Setiap pemegang saham dapat mengetahui
nilai sahamnya sejak awal membeli sampai batas haulnya jika sesuai dengan
ketentuan nishab haulnya maka wajiblah zakatnya.
Jika tidak maka tidak wajib zakatnya, misal diawal membeli sampai akhir haul nilai
sahamnya dibawah nishab maka tidak wajib zakatnya. Atau misal diawal sudah
mencapai nishab namun dipertengahan terjadi penurunan nilai maka diulangi
perhitungan haulnya saat nilai sahamnya mencapai nishab.
Nilai saham bruto adalah penyertaan diawal+deviden+capital belum dikurangi biaya
administrasi.
Syariat dalam makna filosofinya adalah tempat aliran air, air adalah syarat utama suatu
kehidupan, menjaga syariat artinya menjaga keberadaan kehidupan itu sendiri, Allah lah
yang Maha pembuat keputusan dan hakim yang paling adil, maha tahu apa yang terbaik
dan terburuk, Kasih sayangnya diwujudkan dalam bentuk batasan-batasan syariat.
Jangan melewati batasan itu karena setiap segala sesuatu mempunyai batas, dan
batasan Allah adalah apa yang diharamkannya. Wallahu A’lam bi shawab.