Oleh: Resio Tirta Sanjaya
Mahasiswa Akuntansi FEB Universitas Brawijaya Malang
Industri keuangan syariah sejatinya bukan lagi barang baru bagi Indonesia .Hadir sejak awal dekade 90-an dengan Bank Muamallat Indonesia sebagai pionirnya, dewasa ini industry keuaangan syariah di Indonesia khususnya sector perbankan mengalami pertumbuhan yang cukup pesat terlebih pasca keluarnya UU No 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah . Lahirnya UU ini dilatarbelakangi kesadaran bahwa bank syariah sejalan dengan tujuan pembangunan nasional Indonesia untuk mencapai terciptanya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan demokrasi ekonomi , dikembangkan system ekonomi yang berlandaskan pada nilai keadilan ,kebersamaan , pemerataan dan kemanfaatan yang sesuai dengan prinsip syariah.
Berdasarkan data yang dirilis oleh otoritas jasa keuangan, pertumbuhan industry perbankan syariah di Indonesia bisa dikatakan sangat baik, tercatat dari tahun 2011-2014 ,secara berturut-turut perbankan syariah di Indonesia mampu mencatatkan pertumbuhan asset sebesar 49% , 34% , 24% , 12.41%. Sayangnya , walaupun menorehkan pertumbuhan aset yang terbilang tinggi , hingga hari ini pangsa pasar bank syariah di Indonesia belum mampu lepas dari jebakan five percent trap, data menunjukan pangsa pasar bank syariah di Indonesia tahun 2011-2014 secara berturut-turut berada di angka 3.98 % , 4.58 % , 4.89 % , 4.85 % , 4.60% . Khusus di tahun 2015-2016, Share industri perbankan syariah terhadap industri perbankan nasional menunjukkan kenaikan bila dibandingkan tahun sebelumnya, meningkat dari 4,60% di Juli 2015 menjadi 4,81% di Juli 2016. Share dimaksud diperkirakan akan mencapai sekitar 5,13% apabila turut memperhitungkan hasil konversi BPD Aceh menjadi Bank Umum Syariah. Dalam skala global , berdasarkan data yang dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan dalam roadmap keuangan syariah 2015-2019 dapat kita ketahui bahwa dalam skala global asset keuangan syariah Indonesia menempati peringkat 9 dunia dengan total asset sebesar $ 14.647 ( juta ) tertinggal dari Malaysia yang menempati posisi pertama dengan total asset sebesar $ 423.285 ( juta ) diikuti Saudi Arabia : $ 338.106 ( juta ) , Iran : $140.289 ( Juta) , UAE : $92.403 (juta) , Kuwait : $81.027 , Qatar: $64.664 ( juta) , Bahrain : $51.161 ( juta ), dan Turkey : $ 19.938 ( Juta ).
Dengan posisi market share yang masih di kisaran 5%, maka kontribusi perbankan syariah terhadap perekonomian nasional belum berdampak signifikan. Beberapa upaya telah dilakukan untuk mendongkrak pangsa pasar bank syariah antara lain melalui konversi UUS (unit usaha syariah ) ke BUS ( Bank umum syariah ) , maupun spin-off bank syariah .Pada agustus 2016 lalu akhirnya Indonesia sejarah dalam milestone perbankan syariah , untuk pertama kalinya sejak 1992 , pangsa pasar Indonesia bisa mencapai angka 5% setelah bank Aceh melakukan konversi . Menurut hasil kajian outlok 2017 Indonesia Islamic Banking oleh Karim consulting , di tahun 2017 akan terjadi perubahan signifikan BUS ( bank umum syariah ) dan UUS (unit usaha syariah) berupa tambahan asset total sebesar Rp. 33-40 Triliun yang disokong oleh 6 faktor yakni selesainya konsolidasi BUS terbesar yakni bank syariah mandiri, konversi BUK ( bank umum konvensional ) ke BUS ( bank umum syariah) yakni bank NTB yang ditargetkan rampung akhir ini sehingga diproyeksikan akan memberi tambahan asset bagi perbankan syariah sebesar Rp. 8 triliun , ekspansi mikro,ekspansi properti , ekspansi K2,K4, ekspansi modal kerja UKM,ekspansi multiguna.
Terkait dengan spin-off UUS( Unit usaha syariah ) dari induknya ,ada hal krusial yang patut menjadi perhatian khusus. Menurut UU No 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah pasal 67 disebutkan bahwa apabila Bank Umum Konvensional memiliki UUS( Unit Usaha Syariah) yang nilai asetnya telah mencapai paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari total nilai aset bank induknya atau 15 (lima belas) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini, maka Bank Umum Konvensional yang dimaksud wajib melakukan spin-off( Pemisahan) UUS tersebut menjadi Bank Umum Syariah. Artiya pada tahun 2023 nanti seluruh bank syariah yang masih berbentuk UUS melakukan spin-off ( pemisahan ) dari induknya dan kemudian menjadi bank umum syariah . Hal ini tentu harus menjadi perhatian khusus bagi para pelaku industri perbankan , regulator dan para pemangku kepentingan agar proses transisi dari UUS menjadi BUS ( bank umum syariah) dapat dipersiapkan dengan sistematis dan matang. Sebagaimana data terakhir yang dilansir OJK dalam statistik perbankan syariah november 2016 tercatat ada 22 bank syariah yang masih berbentuk UUS. Hal yang perlu kita ingat dan pertimbangkan terkait hal ini adalah apabila waktu 6 tahun tersisa ini tidak digunakan dengan baik, ditakutkan proses spin-off 22 UUS ini malah mengguncang stabilitas keuangan nasional akibat pelaksanaan spin-off ini dilaksanakan dalam jangka waktu hampir berdekatan menjelang batas akhir peralihan oleh banyak UUS.
Dalam momen peringatan satu windu surat berharga syariah nasioanal ( SBSN ) di istana negara , Jakarta pada 23 desember 2016 lalu, presiden Joko Widodo mencangkan Jakarta sebagai pusat keuangan syariah dunia. Cita-cita menjadikan Indonesia sebagai pusat keuangan syariah dunia bukanlah satu hal yang mustahil,namun dengan kondisi indonesia sebagai negara dengan populasi muslim terbesar dunia ,hal itu seharusnya menjadi kondisi ideal bagi negara yang telah berusia 72 tahun ini. Kita harus optimis dan bekerja keras saling bersinergi mulai dari praktisi,akademisi , regulator, serta pemangku kepentingan laiinya sehingga visi “ Menjadikan perbankan syariah yang berkontribusi signifikan bagi pertumbuhan ekonomi berkelanjutan , pemerataan pembangunan dan stabilitas system keuangan serta berdaya saing tinggi” dapat tercapai.