Menilik Perjalanan Vaksin Nusantara: Pro Kontra Hingga Urgensi Kemandirian

Menilik Perjalanan Vaksin Nusantara: Pro Kontra Hingga Urgensi Kemandirian

Oleh : Mega Ria, Aisyah As-Salafiyah, dan Khansa Fairuz (Bapernas FoSSEI 2020/2021)

Tentang Vaksin Nusantara

Vaksin Nusantara yang diprakarsai oleh Terawan Agus Putranto selaku mantan Menteri Kesehatan RI pada awalnya memiliki nama “Joglosemar” dikerjakan oleh PT. Rama Emerald Multi Sukses (Rama Pharma) yang bekerjasama dengan perusahaan asal Amerika Serikat, yaitu AVITA Biomedical INC sebagai pemasok teknologi dendritik. Pada tanggal 22 Oktober 2020, Rama Pharma menandatangani kerja sama dengan Litbangkes untuk melakukan uji klinis vaksin sel dendritik SARS-CoV-2 ketika Menteri terawan menghadiri agenda tersebut. Dalam rapat bersama Komisi IX DPR Terawan Agus Putranto menyebutkan bahwa yang menjadi alasan mengembangkan vaksin COVID-19 dengan metode yang menggunakan sel dendritik karena Indonesia masih belum memiliki kemandirian dalam pembuatan vaksin (Azizah, 2021). Pada awalnya, beberapa peneliti dari Universitas Gajah Mada sempat mendapatkan komunikasi informal yang berhubungan dengan rencana pengembangan vaksin oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan menyatakan memberikan dukungan terhadap penelitian yang dilakukan. Setelah itu, dikarenakan tidak ada komunikasi lebih lanjut terkait penelitian Vaksin Nusantara berbasis dendritik tersebut,  tim dari UGM kemudian merasa tidak dilibatkan sejak proses awal sehingga memilih mundur dari tim riset Vaksin Nusantara (CNN Indonesia, 2021e; detikHealth, 2021; Supriatin, 2021). Pada akhirnya, anggota tim pengembangan Vaksin Nusantara terdiri dari Balitbangkes Kemenkes, RSUP Dr Kariadi Semarang, dan Universitas Diponegoro (Dewi, 2021).

Pada Februari 2021, pihak Rama Pharma mengumumkan bahwa Vaksin Nusantara sudah lolos uji klinis tahap I dan sedang dalam proses menunggu hasil evaluasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang kemudian akan dilanjutkan untuk uji klinis tahap II. Namun, menurut Kepala BPOM, Penny Kusumastuti Lukito, pihaknya baru menerima uji klinis tahap I sehingga belum dapat memberikan informasi lebih lanjut terkait uji klinis tahap II Vaksin Nusantara (Azizah, 2021). BPOM kemudian menyatakan bahwa tidak memberikan izin uji klinis tahap II sebelum ada perbaikan uji klinis tahap I (Sari, 2021). Pada bulan Maret, penelitian Vaksin Nusantara dikabarkan ditunda, informasi ini hadir setelah surat yang disampaikan oleh pihak dari peneliti Vaksin Nusantara di RS Dr Kariadi meminta untuk dilakukannya pemberhentian penelitian sementara. Meskipun penelitian sempat dihentikan dan BPOM belum memberikan izin Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinis (PPUK), uji klinis tahap II tetap dijalankan (Azizah, 2021; CNN Indonesia, 2021c). Dalam proses tersebut, lokasi uji klinis Vaksin Nusantara sempat mengalami perpindahan. Pada tahap I, uji klinis dilaksanakan di RS Dr Kariadi, sedangkan pada tahap II, uji klinis dilaksanakan di RSPAD Gatot Soebroto (detikHealth, 2021).

Kontroversi mengenai Vaksin Nusantara muncul permukaan setelah uji klinis tahap II tetap dijalankan meskipun tanpa memiliki izin dari BPOM. Menurut Kepala BPOM, Penny K Lukiti, terdapat beberapa hal yang disoroti terkait uji klinis Vaksin Nusantara, meliputi (Azizah, 2021; CNN Indonesia, 2021d; K, 2021) :

  1. Vaksin Nusantara tidak sesuai dengan kaidah saintifik karena pada uji klinis tahap I Vaksin Nusantara mengabaikan uji praklinis, yakni seharusnya dilakukan uji praklinis terhadap binatang terlebih dahulu, tetapi hal tersebut tidak dilakukan dan langsung melakukan uji klinis tahap I kepada manusia.
  2. Produk vaksin dendritik tidak dibuat dalam kondisi steril.
  3. Produk antigen SARS-CoV-2 yang merupakan bahan utama pembuatan Vaksin Nusantara ini bukan merupakan pharmaceutical grades yang seharusnya hanya untuk riset di laboratorium bukan untuk diberikan kepada manusia..
  4. Hasil pengujian kualitas sel dendritik tidak konsisten karena hanya 9 dari 28 sediaan tidak diukur kemudian dari 19 sediaan yang diukur terdapat 3 sediaan yang tidak memenuhi standar namun tetap dimasukan.
  5. Terdapat 71,4 persen relawan uji klinis tahap I yang mengalami kejadian yang tidak diinginkan. Terdapat KTD grade 1, 2, dan 3. KTD grade 3 merupakan salah satu kriteria untuk menghentikan pelaksanaan uji klinis
  6. Semua komponen utama dalam pengembangan Vaksin Nusantara adalah impor dari Amerika Serikat. Bahkan antigen yang digunakan bukan berasal dari Virus corona yang ada di Indonesia.
  7. Tim peneliti Vaksin Nusantara didominasi orang asing. Tim peneliti Universitas Diponegoro dan RSUP Dr. Kariadi Semarang tak banyak andil dalam proses uji klinis I Vaksin Nusantara ini.

Pro dan Kontra Vaksin Nusantara

Keputusan BPOM tersebut kemudian menimbulkan pro kontra. Sebagian pihak yang kontra menyayangkan saran BPOM untuk mengulang penelitian vaksin tersebut ke tahap pra klinis hewan. Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Iskandar Sitorus, aktivis LBH Kesehatan. Menurutnya, tindakan BPOM berlebihan dengan menyatakan bahwa proses penelitian Vaksin Nusantara mengandung masalah. Padahal sudah seharusnya BPOM mendukung upaya pembuatan vaksin ini.

Argumentasi lain yang disampaikan dalam mendukung Vaksin Nusantara ini yaitu komparasi unsur asing dalam Vaksin Nusantara dengan vaksin lain yang beredar. Vaksin Nusantara diakui memang mengandung unsur asing berupa kerjasama dengan perusahaan asal Amerika Serikat, namun vaksin lain seperti Sinovac benar-benar murni diproduksi perusahaan asal China. Oleh sebab itu, Vaksin Nusantara yang banyak melibatkan tim riset dari dalam negeri dan dikerjakan oleh Rama Pharma ini dipandang perlu mendapatkan dukungan berupa supervisi dari BPOM.

Keluhan dan kekurangan Vaksin Nusantara sudah semestinya tidak perlu ditanggapi secara berlebihan dan menimbulkan kepanikan karena Vaksin Nusantara masih tahap uji coba ke personal belum ke tahap komunal bahkan belum diproduksi. Sejumlah anggota DPR juga menyatakan tidak setuju dengan keputusan BPOM. Pernyataan tersebut dibuktikan dengan kedatangan sejumlah anggota DPR ke RSPAD untuk pengambilan sampel darah. Bahkan, perwira TNI pun turut disuntik Vaksin Nusantara di RSPAD Gatot Subroto. Menurut Wakil Ketua Komisi IX DPR, Melki Laka Lena, semua fraksi di komisi IX mendukung Vaksin Nusantara. (Azizah, 2021; CNN Indonesia, 2021e, 2021a)

Meskipun terdapat pihak yang kontra dengan BPOM, terdapat lebih dari 100 tokoh nasional yang memberi dukungan kepada BPOM. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengatakan bahwa persoalan Vaksin Nusantara tidak hanya sekadar perkara nasionalisme dan niat baik, tetapi juga harus memperhatikan aspek penting seperti keamanan, efikasi hingga kualitas. Bukan hanya dari institusi dalam negeri, epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman juga memberikan dukungan kepada BPOM. Beliau menilai bahwa proses pengembangan Vaksin Nusantara bermasalah karena tidak memenuhi kaidah ilmiah. Kekhawatiran lain dari pihak pro BPOM juga muncul berkaitan dengan unsur politis yang terdapat dalam pengembangan Vaksin Nusantara, mengingat rekam jejak Terawan sebelumnya saat mengembangkan Digital Subtraction Angiography (DSA) yang mendapat dukungan dari sejumlah politisi. Oleh karenanya, keputusan sebagian politikus yang menjadi relawan Vaksin Nusantara menimbulkan pertanyaan bagi masyarakat karena tidak ada riset yang mengizinkan penerima vaksin dapat menjadi relawan untuk disuntikkan vaksin lain (Maharani, 2021; Media Indonesia, 2021).

Menanggapi berbagai pro dan kontra Vaksin Nusantara yang terjadi, pada 19 April 2021, kelanjutan dari pengembangan penelitian tentang Vaksin Nusantara diputuskan melalui nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/ MoU) antara Kemenkes, BPOM RI, dan TNI AD. Di samping itu, riset serta penelitian mengenai vaksin Covid-19 juga telah mendapatkan dukungan dari Presiden (Republika.co.id, 2021b, 2021a).

Sampai dengan ditulisnya artikel ini, 20 April 2021, penelitian yang selama ini sudah berjalan dan diberi label dengan penelitian Vaksin Nusantara terus dilakukan dengan status penelitian riset berbasis pelayanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya peran sel dendritik dalam penyembuhan COVID-19. Kepala Staf TNI AD menyatakan bahwa penelitian ini berbeda dengan uji klinis Vaksin Nusantara. Hasil dari penelitian ini nantinya tidak memerlukan izin edar oleh BPOM karena tidak akan diproduksi massal, namun hanya demi kepentingan penelitian dan pelayanan.

Penelitian yang akan dilakukan di RSPAD Gatot Soebroto tersebut selain sesuai dengan pedoman kaidah penelitian dan peraturan perundangan juga bersifat autologus yang hanya dipergunakan untuk diri pasien sendiri (CNN Indonesia, 2021b). Kebijakan ini menunjukkan bahwa pemerintah memberi perhatian serius terhadap semua penelitian yang bermaksud membuat terobosan dalam upaya mencari metode dan teknik baru dalam upaya mengakhiri pandemi COVID-19.

Meskipun Vaksin Nusantara diputuskan hanya menjadi penelitian, Indonesia masih mempunyai Vaksin Merah Putih karya anak bangsa yang direncanakan akan diproduksi pada tahun 2022. Vaksin Merah Putih dikembangkan oleh konsorsium riset di bawah naungan Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN). Terdapat tujuh lembaga dengan platform berbeda yang turut serta dalam pengembangan vaksin ini, yakni Institut Teknologi Bandung (Vektor Adenovirus), Universitas Padjadjaran (protein recombinant), Universitas Indonesia (DNA, mRNA, dan Virus-like-particles), Universitas Gadjah Mada (protein recombinant), Universitas Airlangga (Adenovirus dan Adeno-Associated Virus-Based), Lembaga Biologi Molekuler Eijkman (Subunit protein rekombinan/mamalia dan Subunit rekombinan/yeast), dan Lembaga Ilmu Pengetahuan (protein recombinant) (Pramudiarja, 2021).

Urgensi Kemandirian Vaksin bagi Indonesia

Urgensi produksi vaksin dalam negeri perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak. Terdapat berbagai alasan yang membuat Indonesia harus memproduksi vaksin sendiri, di antaranya sebagai berikut (CNBC Indonesia, 2020; Kartika, 2020; rb.pom.go.id, 2020; Tolok, 2020):

Pertama, produksi vaksin yang diproduksi di dalam negeri adalah suatu bentuk kemandirian. Dengan adanya vaksin yang diproduksi dan dikembangkan di dalam negeri hal ini akan sangat berguna untuk menangani krisis kesehatan dan ekonomi di tengah pandemi COVID-19.

Kedua, Indonesia memiliki penduduk yang besar dengan kebutuhan vaksin yang banyak sehingga akan berat bagi Indonesia jika hanya mengandalkan vaksin impor. Walaupun banyak negara yang membuat vaksin ketika terjadi pandemi, produsen vaksin akan membatasi penjualannya dan akan mendahulukan kebutuhan masyarakatnya sendiri dan akhirnya jumlah vaksin yang tersedia akan sangat terbatas.

Ketiga, produksi vaksin dalam negeri akan mengurangi beban anggaran negara. Ketika suatu negara memproduksi vaksin, tentunya distribusi akan diutamakan bagi masyarakatnya. Di sisi lain, negara non-produsen akan menghadapi keterbatasan jumlah vaksin. Keadaan ini akan membuat negara produsen menjual vaksin ke negara lain dengan harga yang mahal karena banyaknya permintaan. Dalam jangka panjang, impor vaksin yang berkelanjutan tentunya akan membebani keuangan negara yang importir.

Keempat, virus corona sudah tiga kali menjadi wabah di dunia, mulai dari SARS-CoV, MERS-CoV, dan SARS-CoV-2 yang menyebabkan penyakit COVID-19. Pembuatan vaksin secara mandiri saat ini akan bermanfaat untuk mencegah dan mengantisipasi pandemi berikutnya.

Kelima, menghindari kemungkinan embargo vaksin. Embargo adalah hal yang wajar, tetapi akan berpotensi untuk berdampak terhadap kemandirian, daya tahan, dan kedaulatan negara. Lebih jauh, embargo berdampak lebih besar apabila objeknya merupakan kebutuhan orang banyak, seperti vaksin. Kasus embargo vaksin COVID-19 AstraZeneca di India merupakan salah satu contoh dampak negatif embargo yang diakibatkan oleh ketidakmandirian produksi vaksin dalam negeri.

Keenam, produksi vaksin yang mengandalkan impor memungkinkan proses imunisasi akan memakan waktu yang lama karena terbatasnya jumlah vaksin yang ada. Apabila ketersediaan vaksin hanya ada satu juta dosis per minggunya maka untuk mengimunisasi setengah penduduk Indonesia atau kurang lebih 150 juta orang membutuhkan 300 minggu atau 6 tahun.

Rekomendasi

Dalam menanggapi isu vaksin, masyarakat perlu lebih bijak dalam menanggapi berbagai informasi yang belum jelas kebenarannya terkait permasalahan ini. Salah satunya, masyarakat hendaknya tidak menyebarkan berita-berita hoaks yang menimbulkan kekhawatiran dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. Meskipun kemandirian vaksin merupakan hal yang penting, sembari menunggu hasil penelitian dan upaya para ahli dalam memproduksi vaksin dalam negeri, masyarakat tidak lantas menolak vaksin impor yang telah disediakan. Vaksin impor saat ini merupakan alternatif paling memungkinkan untuk dilakukan sebab Indonesia masih belum bisa mencukupi kebutuhan vaksin serta masih banyaknya kasus COVID-19 di Indonesia. Vaksinasi merupakan hal yang penting di tengah pandemi COVID-19. Hal ini disebabkan vaksinasi tidak sebatas hanya melindungi masyarakat dari paparan COVID-19. Lebih jauh, penekanan dampak negatif COVID-19 melalui vaksinasi juga merupakan salah satu upaya pemulihan kondisi sosial dan ekonomi negara. Maka, masyarakat perlu bertindak kooperatif dengan mendukung dan mengikuti arahan untuk melakukan vaksinasi sebagaimana yang telah ditentukan.

Selain itu, segala urusan terkait pengadaan vaksin, seyogianya disikapi oleh setiap pihak, khususnya pemerintah, sebagai upaya penanganan pandemi yang terbebas dari kepentingan golongan. Hal ini tentu akan mengganggu tujuan utama dari vaksin, yaitu menjamin kesehatan masyarakat pada masa pandemi COVID-19. Maka, ketika Indonesia memang sudah mampu memproduksi vaksin dengan kualitas yang memadai, penggunaan produksi lokal ini hendaknya menjadi prioritas. Hal ini tentu akan berdampak baik bagi alokasi anggaran negara dengan minimisasi biaya pembelian vaksin. Lebih jauh, kemandirian vaksin juga akan menunjukkan kualitas Indonesia dalam upaya penanganan COVID-19 dalam perspektif global.

DAFTAR PUSTAKA

Azizah, K. N. (2021). Jejak Berliku Vaksin Nusantara dr Terawan, Maju Terus Meski Tak Direstui BPOM. Health.Detik.Com. https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-5532155/jejak-berliku-vaksin-nusantara-dr-terawan-maju-terus-meski-tak-direstui-bpom

CNBC Indonesia. (2020). Kenapa RI Harus Bikin Vaksin COVID-19? Ini Penjelasan Eijkman. CNBC Indonesia. https://www.cnbcIndonesia.com/news/20200325074415-4-147384/kenapa-ri-harus-bikin-vaksin-covid-19-ini-penjelasan-eijkman

CNN Indonesia. (2021a). LBH Kesehatan Kritik BPOM soal Vaksin Nusantara. CnnIndonesia.Com. https://www.cnnIndonesia.com/nasional/20210418131115-20-631349/lbh-kesehatan-kritik-bpom-soal-vaksin-nusantara

CNN Indonesia. (2021b). Nasib Vaksin Nusantara Usai Diputuskan Hanya Jadi Penelitian. CnnIndonesia.Com. https://www.cnnIndonesia.com/nasional/20210420062416-20-631983/nasib-vaksin-nusantara-usai-diputuskan-hanya-jadi-penelitian

CNN Indonesia. (2021c). Rangkuman Covid-19: Jutaan Sinovac dan Gaduh Vaksin Nusantara. CnnIndonesia.Com. https://www.cnnIndonesia.com/nasional/20210418170500-20-631408/rangkuman-covid-19-jutaan-sinovac-dan-gaduh-vaksin-nusantara

CNN Indonesia. (2021d). TNI Akan Buka Suara soal Vaksin Nusantara. CnnIndonesia.Com. https://www.cnnIndonesia.com/nasional/20210418173852-20-631412/tni-akan-buka-suara-soal-vaksin-nusantara

CNN Indonesia. (2021e). UGM Mundur dari Penelitian Vaksin Nusantara Gagasan Terawan. CnnIndonesia.Com. https://www.cnnIndonesia.com/nasional/20210308172315-20-615187/ugm-mundur-dari-penelitian-vaksin-nusantara-gagasan-terawan

detikHealth. (2021). Vaksin Nusantara dr Terawan, Buatan Amerika atau Indonesia? Health.Detik.Com. https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-5534379/vaksin-nusantara-dr-terawan-buatan-amerika-atau-Indonesia

Dewi, R. K. (2021). Apa Itu Vaksin Nusantara? Kompas.Com. https://www.kompas.com/tren/read/2021/02/18/153927665/apa-itu-vaksin-nusantara?page=all

K, N. S. S. (2021). BPOM: 71,4 Persen Relawan Uji Vaksin Nusantara Alami Kejadian Tak Diinginkan. Health.Detik.Com. https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-5532293/bpom-714-persen-relawan-uji-vaksin-nusantara-alami-kejadian-tak-diinginkan

Kartika, H. (2020). Mengapa Indonesia Perlu Ikut Kembangkan Vaksin Corona, Ini Alasannya. Kompas.Com. https://www.kompas.com/sains/read/2020/04/23/160200723/mengapa-Indonesia-perlu-ikut-kembangkan-vaksin-corona-ini-alasannya?page=all.

Maharani, T. (2021). Polemik Vaksin Nusantara, Lebih dari 100 Tokoh Nyatakan Dukung BPOM. Kompas.Com. https://nasional.kompas.com/read/2021/04/17/16310061/polemik-vaksin-nusantara-lebih-dari-100-tokoh-nyatakan-dukung-bpom

Media Indonesia. (2021). Epidemiolog Minta Jangan Intervensi Pengembangan Vaksin Covid-19. MediaIndonesia.Com. https://mediaIndonesia.com/humaniora/390757/epidemiolog-minta-jangan-intervensi-pengembangan-vaksin-covid-19

Pramudiarja, A. U. (2021). Vaksin Nusantara Vs Vaksin Merah Putih, Bedanya Apa Sih? Health.Detik.Com. https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-5399932/vaksin-nusantara-vs-vaksin-merah-putih-bedanya-apa-sih

Reformasi Birokrasi Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2020). Kawal Vaksin Merah Putih Demi Kemandirian Produksi Dalam Negeri. Rb.Pom.Go.Id. http://rb.pom.go.id/id/berita-rb/kawal-vaksin-merah-putih-demi-kemandirian-produksi-dalam-negeri

Republika.co.id. (2021a). MoU Diteken, Vaksin Nusantara Jadi Pelayanan Sel Dendritik. Republika.Co.Id. https://www.republika.co.id/berita/qrtiym409/mou-diteken-vaksin-nusantara-jadi-pelayanan-sel-dendritik

Republika.co.id. (2021b). Vaksin Nusantara Digocek Jadi “Penelitian Sel Dendritik.” Republika.Co.Id. https://www.republika.co.id/berita/qrv6sd409/vaksin-nusantara-digocek-jadi-penelitian-sel-dendritik

Sari, H. P. (2021). Kontroversi Vaksin Nusantara hingga Dukungan untuk BPOM, Menkes Ingatkan Tak Didebatkan secara Politis. Kompas.Com. https://nasional.kompas.com/read/2021/04/19/06595731/kontroversi-vaksin-nusantara-hingga-dukungan-untuk-bpom-menkes-ingatkan-tak?page=all.

Supriatin. (2021). Membedah Vaksin Nusantara. Merdeka.Com. https://www.merdeka.com/peristiwa/membedah-vaksin-nusantara-hot-issue.html

Tolok, A. D. (2020). Menristek: Tak Ada Alasan Indonesia Tak Mandiri Vaksin Covid-19. Bisnis.Com. https://kabar24.bisnis.com/read/20201026/15/1310051/menristek-tak-ada-alasan-Indonesia-tak-mandiri-vaksin-covid-19

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *