Oleh: Evi Aninatin Ni’matun Choiriyah
Salah satu tindakan yang dilakukan oleh Rasulullah setelah hijrah ke Madinah adalah membangun perekonomian masyarakat Madinah melalui perdagangan. Namun, perdagangan di Madinah saat itu dikuasai oleh Kaum Yahudi yang menganggap halal harta milik orang lain. Adapun penguasaan pasar oleh Kaum Yahudi yang berjalan tidak sesuai nilai-nilai Islam dianggap Rasulullah sebagai urgensi pembentukan pasar bagi kaum muslimin. Oleh karenanya, Rasulullah pun mendirikan pasar yang jaraknya tidak terlalu jauh dengan masjid yang telah dibangun lebih awal. Rasulullah pun bersabda, “Ini pasarmu, tidak boleh dipersempit (dengan mendirikan bangunan dan lain sebagainya di dalamnya.” (HR. Ibnu Majah)
Pendirian pasar yang jaraknya tidak jauh dari Masjid Nabi tetapi tidak juga terlalu dekat memiliki nilai keunggulan tersendiri. Nilai-nilai Islam yang terbawa dari ketaatan beribadah di masjid dapat mewarnai aktivitas perdagangan di pasar, layaknya keramaian pasar yang tidak memengaruhi aktivitas dan kekhusukan umat yang beribadah di masjid. Pengelolaan pasar pun memiliki kemiripan dengan pengelolaan masjid. Hal ini sesuai dengan perkataan Rasulullah, “Pasar itu menganut ketentuan masjid, barang siapa datang terlebih dahulu di satu tempat duduk, maka tempat itu untuknya sampai dia berdiri dari situ dan pulang ke rumahnya atau selesai jual belinya.”
Jika pada zaman Rasulullah pasar sudah diatur sedemikian detailnya, lantas bagaimana dengan keadaan pasar-pasar saat ini yang kian menjamur? Apakah sudah menegakkan nilai-nilai Islam di dalamnya? Ya, dewasa ini keadaan pasar kurang lebih sama dengan keadaan pasar pada saat dikelola oleh Yahudi sebelum kaum muslim mendirikan pasar sesuai dengan syariat Islam. Banyak kecurangan yang terjadi di dalamnya. Praktik eksploitasi dan kapitalis masuk di dalamnya. Belum lagi keadaan pasar yang seperti ini hanya mampu dijangkau oleh beberapa golongan.
Oleh karenanya, selain perjuangan-perjuangan melawan riba, eksploitasi, ketidakadilan ekonomi, pejuang ekonomi Islam juga perlu memperjuangkan kebangkitan perekonomian umat melalui pendirian pasar syariah yang tentunya akan mampu meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian umat. Pasar syariah sendiri adalah pasar yang secara teknis akan sama dengan pasar pada umumnya, namun secara operasionalnya akan berbeda karena tidak ada praktik riba, kecurangan timbangan, bebas tipu muslihat sekaligus hanya menjual barang-barang yang dihalalkan sesuai syariat.
Pendirian pasar syariah juga perlu memegang prinsip-prinsip seperti:
- Barang yang diperjualbelikan adalah barang yang halal dan thayyib.
- Alat timbang dan alat hitung tidak dicurangi dengan meletakkan magnet pemberat pada timbangannya.
- Kebersihan pasar yang selalu terjaga.
- Pedagang senantiasa mengimplementasikan sikap jujur kepada pembeli.
- Seluruh pedagang di pasar saling bahu-membahu, bekerja sama dan mengembangkan prinsip takaful dan ta’awun.
- Adanya larangan merokok di dalam pasar.
- Tersedianya masjid sebagai tempat beribadah.
Pasar syariah di Indonesia masih jarang ditemui. Jika ke depannya pasar syariah dapat diterapkan di setiap pasar yang ada insyaAllah akan menguntungkan semua stakeholders yang ada. Jika ditelisik lebih dalam lagi, pasar syariah ini tidak hanya diperuntukkan bagi kaum muslim saja. Banyak paradigma yang menganggap bahwa hal-hal yang berbau dengan syariah hanya diperuntukkan bagi kaum muslim saja. Paradigma yang seperti ini harus mulai disingkirkan. Konsep ekonomi syariah adalah konsep yang insyaAllah bermanfaat untuk seluruh umat di dunia. Meskipun dalam praktiknya pedagang dan pembeli yang ada di dalam pasar tidak semuanya beragama Islam. Harapannya adalah dengan nilai-nilai Islam yang terkandung di dalam pasar syariah mampu membangkitkan perekonomian umat.