PERAN WAKAF BAGI PEREKONOMIAN (1) – PERSPEKTIF EKONOMI MIKRO

PERAN WAKAF BAGI PEREKONOMIAN (1) – PERSPEKTIF EKONOMI MIKRO

Oleh: Imam Wahyudi Indrawan (Direktur Association of Sharia Economic Studies (AcSES) Universitas Airlangga 2015)

Wakaf merupakan salah satu ajaran Islam yang banyak dipraktikkan kaum muslimin. Wakaf selama ini dipraktikkan sebagai upaya mengekalkan zat dan manfaat aset yang telah diwakafkan demi kemaslahatan umat. Praktik wakaf selama ini banyak bersentuhan dengan aktivitas kaum muslimin, seperti masjid, pesantren dan pemakaman.

Pada perkembangan terkini, praktik wakaf secara global termasuk di Indonesia menunjukkan sejumlah perkembangan. Perkembangan tersebut didorong oleh praktik wakaf uang yang dijalankan oleh Social Islamic Bank Limited (SIBL) di Bangladesh yang dipimpin oleh Muhammad Abdul Mannan sehingga wakaf dapat terkumpul melalui uang yang dikumpulkan dari masyarakat kemudian dana wakaf uang tersebut diinvestasikan pada usaha-usaha produktif sehingga menghasilkan laba yang dapat digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan keagamaan dan kemanusiaan seperti pembangunan masjid, pemberian beasiswa bagi siswa miskin dan layanan kesehatan bagi dhuafa.

Praktik wakaf uang dengan pengelolaan wakaf secara produktif di atas menimbulkan diskursus tentang wakaf uang dan wakaf produktif di Indonesia sehingga melahirkan sejumlah aturan wakaf di Indonesia sebagai berikut:

  1. Fatwa MUI No. 7 tahun 2002 yang memberikan keputusan tentang bolehnya berwakaf uang.
  2. Undang-Undang No. 41 tahun 2004 tentang serta peraturan-peraturan pelaksanaan di bawahnya.

Akomodasi terhadap praktik wakaf uang dan wakaf produktif menunjukkan adanya keinginan pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk mendorong agar praktik perwakafan yang dijalankan oleh kaum muslimin di Indonesia dapat memberikan manfaat pada sektor yang lebih luas, yaitu sektor ekonomi. Hal tersebut didorong oleh fakta bahwa selama ini aset wakaf masih terfokus pada kegiatan keagamaan dan pendidikan serta tidak jarang aset wakaf tidak terkelola secara optimal sehingga aset wakaf justru menjadi beban bagi masyarakat.

Apabila ditinjau dari perspektif ekonomi mikro, wakaf merupakan suatu skema akumulasi modal dengan jangka waktu yang sangat panjang. Adanya akumulasi modal, baik berupa tanah, bangunan, uang ataupun mesin produksi akan meningkatkan kemampuan produksi dari individu ataupun perusahaan. Dalam perspektif ekonomi mikro, adanya wakaf yang diproduktifkan akan mampu meningkatkan kapasitas produksi yang tercermin dalam kurva Production Possibility Frontier (PPF). Karim (2007:122) menyebutkan bahwa kurva PPF dalam teori ekonomi ialah kurva yang menunjukkan alternatif penggunaan sumber daya untuk produksi dua barang, misalkan dengan produksi dua buah barang, beras dan jagung dengan sumber daya alam yang dimiliki. Sumbu X menggambarkan jumlah beras yang dapat diproduksi sementara sumbu Y menggambarkan jumlah jagung yang dapat diproduksi. Semakin besar PPF maka semakin besar produksi.. Contohnya adalah sebagaimana Grafik 1 berikut.
a

Grafik 1: Contoh kurva PPF

Pada grafik 1, kurva PPF menunjukkan kemampuan produksi suatu perusahaan dengan sumber daya tertentu. Apabila seluruh sumber daya, yakni tenaga kerja, mesin dan modal telah digunakan sepenuhnya untuk memproduksi jagung, maka akan dihasilkan 100 unit jagung. Sebaliknya, apabila seluruh sumber daya tersebut digunakan untuk menghasilkan beras maka akan dihasilkan 100 unit beras. Sepanjang garis PPF adalah titik maksimum produksi dengan sumber daya tersedia apabila produksi beras dan jagung dikombinasikan.

Apabila lembaga wakaf menerima lahan pertanian untuk dikelola perusahaan agrobisnis tadi, maka perusahaan tadi akan mendapatkan tambahan sumber daya berupa tanah subur yang dapat meningkatkan produksi sehingga akan menggeser kurva PPF sebagaimana ditunjukkan oleh Grafik 2 berikut:

b

Grafik 2: Pergeseran kurva PPF

Tambahan lahan pertanian yang berasal dari wakaf akan dapat meningkatkan produksi perusahaan agrobisnis tadi, dari yang awalnya maksimum memproduksi 100 unit beras atau 100 unit jagung menjadi maksimum 150 unit beras atau 150 unit jagung. Apabila kita misalkan perusahaan tersebut kemudian fokus untuk memproduksi beras hingga titik maksimum, maka apabila ditinjau dari kurva permintaan dan penawaran akan menghasilkan grafik sebagai berikut:

ac

Grafik 3:  Pergeseran kurva penawaran

Pada grafik di samping, terlihat bahwa peningkatan produksi beras akan menggeser kurva penawaran dan pada gilirannya akan menurunkan harga. Maka, dapat disimpulkan bahwa wakaf dapat menjadi instrumen untuk stabilitas harga melalui akumulasi modal yang apabila dikelola secara produktif dapat meningkatkan produksi barang dan jasa. Secara lebih luas, wakaf dapat pula digunakan untuk membangun fasilitas publik seperti sekolah, rumah sakit, bahkan jalan tol berbayar dan hotel syariah yang labanya dapat digunakan untuk kegiatan kemanusiaan. Dampak wakaf ditinjau dari perspektif ekonomi makro dan publik akan lebih lanjut dibahas pada artikel edisi berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Karim, Adiwarman A. 2007. Ekonomi Mikro Islami. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *