Potret Identitas Diri Umat Islam

Potret Identitas Diri Umat Islam

Oleh: Lusi Murdianti, Institut Agama Islam Negeri Pontianak

Peserta LOES

Umat Islam sebagai umat beragama sudah seharusnya menjadikan identitas dirinya sebagai acuan dalam pilihan gaya hidunya. Gaya hidup yang menjadi identitas diri umat Islam adalah gaya hidup yang halal (halal lifestyle) sesuai dengan aturan hukum Islam. Ini menjadi sebuah keharusan dan konsekuensi bersama. Halal lifestyle Indonesia merupakan hal yang sangat urgen dan sebuah keniscayaan mengingat mayoritas penduduk negeri ini beragama Islam dan Indonesia merupakan Negara dengan penduduk Islam terbesar di dunia. Hal ini sudah menjadi isu global baik di kalangan agamawan maupun ilmuwan bahkan di kalangan umat Islam pada umumnya. Halal lifestyle mencakup segala bidang dan sisi kehidupan, tidak hanya hal-hal yang berkaitan dengan makanan dan pakaian tapi juga bidang lain seperti pendidikan, pariwisata, bisnis, maupun lainnya.

Kita bisa saksikan hari ini bagaimana kondisi riil di Indonesia, kenyataannya adalah belum sepenuhnya “halal lifestyle” menjadi gaya hidup masyarakat kita. Masih sering kita temui kegiatan dan transaksi yang dilakukan umat islam belum sesuai dengan norma dan aturan yang sudah digariskan oleh aturan islam secara penuh. Ini menjadi tanggung jawab bersama dan perlu diperhatikan oleh semua kalangan,baik produsen sebagai penyedia maupun konsumen sebagai pengguna. Kita harusnya lebih jeli terhadap kehalalan suatu produk, apalagi Indonesia merupakan tempat beredarnya bermacam barang yang belum bisa diketahui secara jelas kehalalannya. Oleh karena itu menjadi penting sikap teliti dan kehati-hatian dalam menggunakan suatu produk.

Sikap kehati-hatian ini bisa kita lihat dalam memilih produk di bidang makanan misalnya, saat orang Islam itu teliti maka dia akan melihat terlebih dahulu apakah makanan yang dibelinya halal atau tidak. Bisa dengan melihat ada tidaknya label (sertifikat) dari  MUI atau memeriksa komposisi bahan makanan, kemudian melihat siapa yang menjual produk tersebut dan lain sebagainya. Standar kehalalan setiap makanan yang dikonsumsi haruslah sesuai dengan aturan Islam. Dalam hukum islam ada makanan yang dihalalkan, diharamkan, disunnahkan, dimakruhkan dan dimubahkan. Jika umat Islam tidak tahu akan hal ini, bagaimana halal lifestyle bisa menjadi satu jati diri dan karakter umat Islam.

Selanjutnya pakaian, kita bisa melihat di tempat pariwisata yang sangat terkenal seperti Bali, Lombok, dan lainnya sering umat Islam menemukan fenomena  orang “berpakaian tapi telanjang” (tidak menutup aurat). Padahal jelas hukum islam sudah menggariskan aturan-aturan tentang berpakaian. Gaya yang ditampilkan sebaiknya tetap sesuai dengan norma kesopanan. Hal ini kembali berkaitan dengan halal lifestyle karena seharusnya mereka menutupi bagian-bagian yang wajib ditutupi, bukan malah mempertontonkannya. Dalam hal mode, ketika sebuah perusahaan atau produsen akan memasarkan suatu produk, mereka mestinya melihat aturan terkait dengan kehalalan produk yang dipasarkannya karena segmentasi pasar mereka sebagian besar merupakan umat Islam. Begitu juga dengan konsumen, mode yang sesuai halal lifestyle seharusnya menjadi pertimbangan dalam memilih pakaian.

Kemudian bidang yang tak kalah penting, yaitu pariwisata di Indonesia.  Ketika umat Islam pergi ke tempat wisata untuk rekreasi sebagai pemenuhan kebutuhan rohani mereka, mestinya disiapkan mushalla untuk mereka bisa mengingat Allah. Mushalla yang disediakan khusus masih jarang kita temukan di tempat rekreasi. Padahal mereka sedang dalam kondisi rilex dengan pemandangan yang indah dan menakjubkan. Pemenuhan kebutuhan rohani yang mereka lakukan dengan rekreasi seharusnya tidak semakin menjauhkan mereka dengan Sang pencipta, namun sebaliknya melalui rekreasi mereka semakin mendekatkan diri kepada Allah. Bisa saja dengan melihat masjid akhirnya kesadaran beragama muncul. Maka ini masuk ketegori halal lifestyle. Kondisi toilet yang bersih dan nyaman, pemisahan toilet laki-laki dan perempuan sehingga tidak ada yang namanya ikhtilat juga merupakan implementasi dari halal lifestyle di Indonesia.

Begitu juga dalam bidang bisnis, Perkembangan imu pengetahuan dan teknologi menyebabkan maraknya bisnis online. Maka diperlukan halal lifestyle berupa penyampaian produk secara jujur dan transparan oleh produsen, akad dan persyaratan jual beli dalam hukum islam harus tetap terpenuhi sehingga setiap kegiatan jual beli itu halal. Ketika ada permintaan dari setiap konsumen, maka produsen wajib mengedepankan kejujuran tentang barang yang dijual, tidak menyembunyikan cacatnya, sistem pembayarannya jelas, dan barang yang diperjualbelikan halal.

Selain bidang bisnis, bidang yang menjadi perhatian adalah bidang pendidikan. Pendidikan merupakan hal yang menjadi tolak ukur dalam dunia peradaban modern. Halal lifestyle di bidang pendidikan sangat bersinergi dengan kurikulum yang dibuat oleh pemerintah. Misalnya dalam mata pelajaran agama, Seorang guru tidak boleh memaksakan suatu keyakinan kepada siswa yang bukan beragama sama dengannya. Desain kurikulum (transfer ilmu dari guru) tidak bias dan untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan seperti pelecehan, maka di kelas harus ada pemisahan tempat duduk siswa laki-laki dan perempuan dengan  memperhatikan adab dalam dunia pendidikan dan pengajaran  serta jangan membuat aturan yang bertentangan dengan Islam misalnya dilarang berjilbab.

Berdasarkan paparan diatas, maka penulis berpandangan bahwa halal lifestyle merupakan suatu keharusan dan jati diri umat islam. Deskripsi diatas menggambarkan bahwa setiap sisi kehidupan umat islam haruslah memperhatikan kehalalan semua aspek. Halal lifestyle merupakan upaya perwujudan konsistensi beragama seseorang karena menyangkut aktivitas sehari-hari dan gaya hidupnya. Ketika umat islam tidak lagi memperhatikan kehalalan makanan dan setiap sisi kehidupannya maka  akan berakibat pada tatanan kehidupan umat ini sendiri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *