Oleh: Ananda Aulia Rizqi & Aisya Sekar Gading P.
Latar Belakang
Baru-baru ini pemerintah resmi menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 11 persen. Peraturan tersebut tertuang dalam pasal 7 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Kenaikan PPN ditujukan untuk memperkuat ekonomi Indonesia dalam jangka panjang serta menunjang program pemulihan ekonomi nasional, termasuk di dalamnya pemberian insentif untuk menanggulangi dampak Covid-19. Menteri Keuangan Republik Indonesia mengungkapkan bahwa PPN di Indonesia masih di bawah rata-rata PPN dunia yang sebesar 15 persen sehingga kenaikan 1% PPN masih sangat kecil jika dibanding negara lain (Republika, 2022). Kenaikan tarif PPN diikuti dengan penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) pribadi yang memiliki penghasilan sampai dengan Rp 60 juta dari 15 persen menjadi 5 persen. Perubahan ini memberikan manfaat kepada masyarakat untuk membayar pajak lebih rendah dari sebelumnya.
Permasalahan (Pro Kontra)
Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia Bidang Kebijakan Fiskal dan Publik, Suryadi Sasmita, menyatakan bahwa kenaikan PPN sebesar 1% tidak akan berdampak pada inflasi. Suryadi menyatakan bahwa kenaikan 1% pajak hanya dikenakan pada beberapa barang dan jasa tertentu, sehingga tidak akan berdampak besar bagi para pengusaha atau bahkan menyebabkan inflasi (CNBC, 2022). Di sisi lain, sebagian besar ekonom di Indonesia menyatakan bahwa kenaikan PPN sebesar 1% meskipun terbilang kecil akan tetap berdampak terhadap inflasi dikarenakan kenaikan PPN akan sepenuhnya dibebankan pada masyarakat selaku konsumen, bukan kepada pengusaha sebagai produsen. Oleh karena itu, akan berdampak pada kenaikan harga barang dan jasa yang ada di tengah masyarakat.
Keadaan inflasi kemudian akan berdampak pada penyesuaian suku bunga yang dilakukan oleh bank sentral. Sebagaimana yang dilansir dari Kompas.com, menurut Bhima Yudhistira selaku ekonom sekaligus direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), suku bunga acuan yang lebih cepat dinaikkan akan berdampak juga pada kenaikan biaya produksi di level produsen dan dapat diteruskan hingga ke level konsumen. Selain itu, potensi kenaikan PPN dalam mengerek inflasi juga didukung dengan naiknya berbagai harga komoditas pada masa Ramadan sebagai imbas dari kenaikan bahan pokok. Secara historikal, datangnya bulan Ramadan selalu menyebabkan terjadinya inflasi dalam jangka pendek. Alih-alih menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok yang belakangan ini sudah menghimpit masyarakat, pemerintah malah memberlakukan kenaikan tarif PPN sekitar dua hari sebelum datangnya bulan Ramadan.
Dampak dari adanya kenaikan PPN sangat dirasakan oleh masyarakat menengah ke bawah seperti buruh, karyawan dan pegawai yang mencapai hingga 37,02% dari total penduduk Indonesia (BPS, 2021). Apabila harga barang dan jasa di tengah masyarakat terus naik karena adanya kenaikan harga bahan produksi, maka hal ini tentu akan berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat menengah ke bawah.
Analisis dampak PPN terhadap daya beli masyarakat
Meski kenaikan tarif hanya sebesar 1 persen, konsumen sebagai pembeli produk akhir harus membayar kenaikan setiap penambahan komponen produksi akibat kenaikan PPN sehingga akan sangat berpengaruh pada daya beli masyarakat. Misal sebotol kecap, setidaknya terdapat empat komponen yang mengalami nilai tambah dalam proses produksinya, yaitu botol, tutup botol, label, dan kecapnya.
INDEF menyebutkan dampak kenaikan PPN secara makro akan menyebabkan penurunan daya beli di tengah rendahnya daya beli masyarakat pasca pandemi. Semakin melemahnya daya beli masyarakat akan berdampak pula pada penurunan penjualan dan utilisasi industri. Selain itu industri akan memerlukan modal kerja tambahan. Mengingat pasca pandemi Covid-19, pihak perbankan menurunkan plafon kredit bagi beberapa industri, sehingga modal kerja sulit untuk diperoleh.
Analisis perbandingan kenaikan PPN terhadap pendapatan negara
Sumber: BPS, 2021
Dilihat dari segi realisasi penerimaan negara, di tahun 2022 Indonesia mendapatkan pendapatan negara sebesar Rp 1.846 Triliun yang didapatkan dari berbagai pos penerimaan. Salah satu pos pendapatan yang memberikan kontribusi besar adalah penerimaan dari PPN. Tehitung di tahun 2022 Indonesia akan mendapatkan Rp 554 Triliun dari penerimaan PPN. Hal tersebut menunjukkan bahwa penerimaan PPN mencakupi 30% dari total pendapatan negara di tahun 2022 (BPS, 2022). Lantas apakah kenaikan PPN 1% akan berpengaruh signifikan terhadap pendapatan negara?
Jika kita kalkulasikan nominal dari persentase 1% dari total PPN di tahun 2022 adalah Rp 5,54 Triliun. Angka tersebut memberikan kontribusi sekitar 3% dari total pendapatan negara di tahun 2022. Sehingga bisa kita simpulkan bahwa penambahan PPN sebesar 1% akan mempengaruhi penambahan 3% dari pendapatan negara. Hal tersebut dapat menjadi hal positif bagi Indonesia jika realisasi dari PPN dapat dimaksimalkan dengan baik.
Analisis keterkaitan antara dampak kenaikan PPN dan PPh
Selain PPN, pemerintah juga memberlakukan perubahan kebijakan terkait PPh. Dalam UU HPP, terdapat penambahan lapisan baru yaitu tarif pajak tertinggi bagi sebesar 35% bagi wajib pajak orang pribadi dengan penghasilan lebih dari Rp 5 miliat per tahun (Kemenkeu, 2021). Pasalnya, pemerintah merasa telah memberikan keadilan karena melakukan penyesuaian pada pengenaan tarif pajak penghasilan (PPh). Sebagaimana yang dilansir dari pajakku.com, Yustinus Prastowo selaku Staf Khusus Menteri Keuangan menyatakan bahwa penambahan lapisan adalah cara pemerintah untuk berpihak kepada masyarakat.
Akan tetapi, keterkaitan antara kenaikan tarif PPN dan PPh ini perlu dianalisis lebih lanjut. Kenaikan PPh ini akan dirasakan oleh masyarakat dengan pendapatan diatas 5 miliar per tahun. Di mana hanya terdapat 0,30 persen dari jumlah wajib pajak yang memiliki penghasilan kena pajak lebih dari Rp 5 miliar per tahun. Sedangkan kenaikan PPN sebesar 1% berpotensi menyebabkan inflasi dan berdampak terhadap seluruh kelompok masyarakat. Dapat dikatakan bahwa kenaikan PPN berpotensi dirasakan dampaknya oleh masyarakat secara keseluruhan dibandingkan dengan dengan PPh yang dikenakan sesuai dengan tingkat penghasilan masyarakat. Disamping itu, Berdasarkan data dari BPS, selama tiga tahun terakhir PPh memiliki kontribusi yang lebih besar terhadap total penerimaan negara dari sektor pajak dibandingkan dengan PPN.
Dengan mempertimbangkan kontribusi PPN dan PPh terhadap penerimaan negara, serta dampak yang akan dirasakan oleh masyarakat, maka perlu dilakukan peninjauan lebih lanjut. Apakah penyesuaian antara kenaikan tarif PPN dan PPh ini sejalan dengan tujuan pemerintah dalam menciptakan pemerataan pembayaran pajak? Mengingat dampak dari kenaikan PPN ini sangat dirasakan oleh masyarakat menengah ke bawah.
Rekomendasi
Berangkat dari permasalahan yang telah dibahas, penulis menyarankan beberapa rekomendasi terkait kebijakan kenaikan tarif PPN ini. Pertama, pemerintah perlu untuk mengevaluasi sekaligus mengkaji ulang dampak dari naiknya tarif PPN yang sudah diberlakukan per April 2022, sebelum nantinya kenaikan PPN menjadi 12% pada Januari 2025 mendatang. Kedua, pemerintah diharapkan dapat mengambil kebijakan dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian masyarakat terutama kalangan menengah ke bawah yang sangat terdampak dari kenaikan harga barang dan jasa akibat naiknya tarif PPN. Apabila terjadi pertumbuhan ekonomi namun daya beli yang ada di tengah masyarakat kian menurun, maka hal ini perlu menjadi perhatian. Ketiga, pemerintah juga perlu mengevaluasi kenaikan tarif PPN dengan mempertimbangkan fenomena perekonomian lainnya seperti kenaikan harga makanan pokok saat Ramadan, kenaikan berbagai komoditas lain seperti minyak goreng dan BBM Pertamax, dan berbagai kondisi lain yang menghimpit perekonomian masyarakat. Keempat, pemerintah perlu memperhatikan antara keterkaitan kenaikan PPN dengan PPh, apakah sudah sejalan dengan tujuan pemerintah dalam menciptakan keadilan melalui instrumen pajak? Rekomendasi ini ditujukan agar seluruh elemen masyarakat dapat mencapai sekaligus merasakan manfaat dari tujuan awal digagasnya kebijakan kenaikan PPN ini, yaitu sebagai bentuk gotong royong dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi nasional.
REFERENSI:
Kemenkeu, 2021. Ini Aturan Baru PPh dan PPN dalam RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan. [Online] Available at: https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/ini-aturan-baru-pph-dan-ppn-dalam-ruu-harmonisasi-peraturan-perpajakan/ [Accessed 10 April 2022].
CNBC, 2022. Pengusaha: Dampak Kenaikan PPN Sangat Kecil. [Online]
Available at: https://www.cnbcindonesia.com/news/20220315185804-4-323079/pengusaha-dampak-kenaikan-ppn-sangat-kecil [Accessed 10 April 2022].
Kompas.com, 2022. Tarif PPN Diwacanakan Naik 1 April 2022, Ini Dampaknya bagi Masyarakat [Online] Available at: https://www.kompas.com/tren/read/2022/03/15/093100565/tarif-ppn-diwacanakan-naik-1-april-2022-ini-dampaknya-bagi-masyarakat?page=all. [Accessed 10 April 2022].
Pajakku.com, 2022. Lapisan Pajak Penghasilan Baru di UU HPP. [Online]
Available at: https://www.pajakku.com/read/61631ca14c0e791c3760b7ea/Lapisan-Pajak-Penghasilan-Baru-di-UU-HPP [Accessed 10 April 2022].
BPS, 2022. Realisasi Pendapatan Negara (Milyar Rupiah), 2020-2022 Available at:
https://www.bps.go.id/indicator/13/1070/1/realisasi-pendapatan-negara.html
Republika.com, 2022. Resmi Tarif PPN Naik Jadi 11 Persen, Tarif PPh Turun Jadi 5 Persen [Online] Available at: https://www.republika.co.id/berita/r9n34i383/resmi-tarif-ppn-naik-jadi-11-persen-tarif-pph-turun-jadi-5-persen