Hidayatul Azqia
Millennial
Ketika mendengar kata Millennial apa yang terlintas di kepala kalian? betul sekali diantara jawaban-jawaban temen-temen semua pasti ada teknologi, internet dan sosial media bukan? Berdasarkan survei yang telah penulis lakukan pada tanggal 26 Desember 2018, dengan 50 responden millennials, yang tersebar di pulau Jawa, Lombok, Kalimantan, Sulawesi dan Sumatra. Dalam survei ini, salah satunya, penulis menanyakan 3 kata yang menggambarkan millennial, sebagian besar responden menjawab pasti ada kata teknologi, internet dan sosial media dari tiga kata tersebut. Ini menandakan bahwa teknologi, intenet dan sosial media sudah menjadi kebutuhan pokok millennial. Millennial atau kadang juga disebut dengan Generasi Y adalah sekelompok orang yang lahir setelah Generasi X, yaitu orang yang lahir pada kisaran tahun 1981 hingga 2000.
Peluang Wakaf Uang dari Kalangan Millennials
Survei tersebut menunjukkan, ternyata peluang untuk mendapatkan wakaf uang pada millennials sangatlah besar, berikut buktinya:
Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa 100% millennials memiliki keinginan yang kuat untuk berwakaf. Berangkat dari keinginan tersebut, mengartikan bahwa, ini merupakan peluang untuk implementasi wakaf uang di era millennial dari kalangan millennials.
Tantangan Wakaf Uang Menurut Millennials
Yang menjadi tantangan bagi millennials disini adalah BWI (Badan Wakaf Indonesia) telah menentapkan minimal wakaf uang yang dapat disetorkan yakni Rp1.000.000, barulah seseorang dapat dikatakan sebagai wakif (orang yang berwakaf) dan akan mendapatkan serifikat wakaf uang. Nominal ini merupakan jumlah yang cukup besar menurut kalangan millennials. Dan memang benar ternyata yang menjadi masalah selanjutnya adalah selama ini yang mereka ketahui wakaf uang itu mahal, serta mereka tidak tahu bagaimana cara untuk berwakaf dengan mengunakan uang. Hal ini terbukti dari survei yang telah penulis lakukan sebagai berikut:
Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa 56% tidak tahu cara untuk berwakaf mengunakan uang dan 32% mereka mengatakan bahwa selama ini yang saya tahu berwakaf itu mahal. Ini mengartikan bahwa adanya peluang untuk menarik wakaf dari kalangan millennials jika berwakaf bisa hanya dengan Rp1.000 saja dan dengan cara yang mudah. Oleh karena itu mereka juga mengungkapkan keinginan atau ketertarikan mereka untuk berwakaf jika caranya lebih mudah dari belanja online berikut hasil surveinya:
Ternyata dari survei tersebut memang benar bahwa mayoritas responden yakni 94% tertarik untuk berwakaf jika berwakaf lebih mudah dari belanja online. Maka diperlukan suatu solusi yang dapat membantu millennials untuk mewadahi keinginan serta ketertarikan mereka untuk berwakaf.
Solusi
Jangan khawatir sekarang sudah ada aplikasi yang mendukung inovasi tersebut yakni e-salaam. Aplikasi ini juga merupakan layanan pembayaran zakat dan wakaf, untuk membantu nasabah membayar zakat dan wakaf ke berbagai lembaga amil zakat dan lembaga wakaf. Buat teman-teman yang ada keinginan untuk berwakaf dan tidak tahu caranya, dapat mengunakan e-salaam dengan dana minimal sebesar 1.000.000. E-Salaam ini terpercaya karena telah terdaftar di OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dan diakui oleh BWI, sehingga temen-temen tidak perlu khawatir adanya penipuan. Oleh karena itu melalui tulisan berikut penulis ingin memberikan saran kepada e-salam supaya disediakan fitur untuk menabung wakaf, sehingga walaupun dengan uang Rp1.000, wakaf seseorang dapat diterima. kemudian jika telah terkumpul Rp1.000.000 dapat diberikan sertifikat sebagai wakif.
Selain itu penulis juga ingin menyarankan, agar e-salaam bekerjasama dengan penyedia jasa belanja online, disebabkan sekarang ini belanja online sangatlah diminati oleh generasi millennials sebagaimana dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Veronika (2013) Saat ini, pembeli online paling sering berusia antara 18 dan 40 tahun. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Inonesia (APJII) juga mengungkapkan hal yang sama bahwa mayoritas pengguna internet di Indonesia berusia 18-25 tahun. Maka ketika millennials belanja online kemudian diberikan kode unik di akhir total belanja, misalkan total belanjanya 25.000 diberikan kode unik 764 jadi total yang harus dibayar 25.764, namun nominal 764 tersebut akan masuk kedalam tabungan wakaf millennial. kode tersebut akan ditentukan oleh e-salaam bukan oleh pedangang sehingga ketika melakukan pembayaran, uang langsung masuk secara terpisah, kepada pedagang sesuai degan harga produk dan masuk ke tabungan wakaf millennials sebesar kode unik yang dimasukkan. Namun disini millennials juga boleh membayar lebih dari nominal yang tertera karena telah mengetahui kelebihan tersebut akan secara otomatis masuk ke dalam tabungan wakafnya. Kemudian ketika sudah mencapai Rp1.000.000 millennials dapat diberikan sertifikat sebagai wakif.
Kesimpulan
Dengan melihat besarnya keinginan dan ketertarikan millennials terhadap wakaf maka diperlukan saranana yang dapat membatu mereka untuk berwakaf semudah berbelanja online. Sebagaimana yang telah penulis ungkapkan di atas. Sehingga implementasi wakaf uang di era millennial dari kalangan millennials dapat terralisasikan untuk mengembangkan wakaf produktif di Indonesia yang pada akhirnya akan membawa kesejahteraan umat.