Oleh Dwi Mohamad Faizal – KSEI FEB Undip
Di era saat ini mengalami perubahan yang signifikan jika dibandingkan dengan 20 tahun yang lalu. Hal ini diawali dengan hadirnya internet pada tahun 1969 oleh departemen pertahanan Amerika Serikat. Kemudian dengan hadirnya internet, dunia dapat terhubung satu sama lain atau yang disebut dengan globalisasi. Hal ini menciptakan masyarakat milenial yang peka terhadap teknologi. Saat ini dunia teknologi mengalami perkembangan yang pesat .
Tujuan diciptakannya teknologi adalah sebagai alat untuk membantu tugas manusia agar efektif dan efisien sehingga menciptakan pola hidup instan dan praktis. Teknologi berkembang di berbagai sektor khususnya di bidang keuangan lahir istilah finansial teknologi (Fintek) yang menjadi pemain baru dalam industri keuangan. Di saat yang bersamaan di Indonesia mulai muncul kesadaran masyarakat muslim untuk berislam secara kaffah yang kemudian muncul istilah halal lifestyle. Hal ini dibuktikan dengan semakin ramainya kegiatan muslim, mulai dari produk makanan maupun minuman halal, kajian yang bertebaran di berbagai tempat tidak hanya masjid, fashion muslim yang semakin di minati sehingga banyak muslimah yang menggenakan hijab serta keuangan syariah yang diminati bagi kaum muslim untuk menghindari unsur riba yang sangat dilarang dalam ajaran islam. Di bidang keuangan syariah tentu menciptakan prinsip filantropi selain mengejar keuntungan material. Filantropi ini berguna sebagai distribusi kekayaan salah satunya adalah wakaf. Wakaf merupakan sarana penyediaan fasilitas yang dapat dimanfaatkan secara publik.
Wakaf memiliki keunggulan yaitu pemanfaat wakaf lebih luas (tidak dibatasi) dibandingkan dengan zakat yang mutlak hanya untuk 8 asnaf. Di Indonesia pemerintah membentuk lembaga independen yang bertugas sebagai nadzir atas tanah wakaf yaitu Badan Wakaf Indonesia (BWI). Menurut website Badan Wakaf Indonesia (BWI) luas tanah wakaf sebesar 4.359.443.170,00 m2 bersumber dari Direktorat Pemberdayaan Wakaf Kementerian Agama RI tertanggal Maret 2016. Tidak hanya berbentuk asset tetap, BWI serta nadzir lainnya pun menghimpun asset wakaf berupa uang (cash waqf). Tentunya wakaf uang ini sudah terdapat landasan hukum yang membolehkan seperti Imam az Zuhri (wafat 124 H) salah seorang ulama terkemuka dan peletak dasar tadwin al-hadits memfatwakan, dianjurkan wakaf dinar dan dirham untuk pembangunan sarana dakwah, sosial, dan pendidikan umat Islam serta Undang- undang 41 tahun 2004 pasal 16 terkait uang sebagai harta yang dapat diwakafkan. Hal yang mendasari dari lahirnya wakaf uang ini adalah sifat uang yang fleksibel dalam pemanfaatannya dibandingkan dengan tanah ataupun bangunan, sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi umat. Jika di gali mengingat potensi yang sangat besar jika serius untuk di kembangkan. Lalu bagaimana nadzir selaku pengelola harta wakaf dengan kondisi saat ini yang mengalami pola perilaku yang serba teknologi, apakah menjadi peluang, tantangan atau keduanya? Serta implementasi agar nadzir wakaf di era milenial kini.
Era modern kini menciptakan pola hidup masyrakat milenial yang melek teknologi. Sifat teknologi yang memudahkan pekerjaan manusia sehingga menjadikan pola hidup yang instan dan serba cepat. Hal ini menjadi tantangan bagi nadzir untuk menciptakan intstrumen wakaf bagi muslim milenial sebab banyak pandangan jika berwakaf harus berupa tanah ataupun bangunan. Tentunya kaum milenial sulit untuk berwakaf dalam bentuk aset lahan maupun bangunan sebab butuh waktu panjang untuk mengumpulkan uang agar dapat berwakaf dalam bentuk tanah atupun bangunan. Hal ini menjadi peluang bagi nadzir untuk memperkenalkan konsep wakaf uang (cash waqf) menjadi wadah bagi mereka untuk berwakaf. Bahkan dengan nominal kecil secara kolektif mampu membangun sistem wakaf yang baik. Konsep wakaf uang sendiri adalah bagi wakif selaku pihak yang berwakaf menyerahkan uang kepada nadzir kemudian uang yang terkumpul akan dijadikan berupa aset wakaf baik sosial seperti rumah sakit, masjid ataupun sekolah ataupun produktif seperti lahan pertanian, perkebunan, surat berharga sampai tempat bisnis yang mana hasil usaha disalurkan pada program sosial lainnya sehingga pemanfaatan wakaf uang lebih luas dibandingkan dengan wakaf dalam bentuk tanah maupun bangunan.
Menurut data Badan Wakaf Indonesia terkumpul wakaf uang sebesar Rp 2.973.393.876 selama tahun 2007- 2011 hal ini tentunya masih dapat digali potensinya. Salah satu cara agar dapat menggali potensi wakaf uang sinergisitas antara nadzir dengan perbankan syariah. Implementasi ini sudah mulai diterapkan oleh perbankan maupun lembaga keuangan syariah lainnya yang menyediakan layanan wakaf uang. seperti yang sudah dilakukan oleh bank CIMB Niaga Syariah telah mengakomodir masyarakat untuk wakaf uang. Melalui aplikasi E- salaam untuk menunaikan wakaf uang, wakif selaku pihak yang berwakaf dapat memilih program- program wakaf yang dapat disalurkan. CIMB Niaga syariah bekerja sama dengan sembilan nadzir melalui program mulai sosial sampai pada produktif. Dengan demikian menjadi sinergisitas positif bagi ketiga pihak untuk memajukan ekonomi syariah yang berkeadilan dan memberikan maslahat umat.