#FoSSEIKastrat2 Konflik Global Mengiris Rupiah, Bagaimana Sikap Kita?

#FoSSEIKastrat2 Konflik Global Mengiris Rupiah, Bagaimana Sikap Kita?

FoSSEINews|Pada Rabu, 15 Mei 2024 Fossei mengadakan agenda Kajian strategis (Kastrat) yang bertema ”Konflik Global Mengiris Rupiah, Bagaimana Sikap Kita? Diskusi kali ini dilaksanakan secara online melalui zoom meeting dengan Rizky Wisnoentoro, Ph.D, Dewan Pakar Pengurus Pusat MES sebagai pemateriya. Diskusi ini tidak hanya dilakukan pada tanggal 15 Mei saja, tetapi sebelumnya pada tanggal 4-12 Mei telah dibentuk 3 kelompok diskusi untuk mendiskusikan permasalahan ini melalui grub WA agar ketika acara berlangsung para partisipan sudah paham terkait masalah yang dibahas. Berikut ini hasil diskusi pada agenda FoSSEI Kastrat kedua.

PENYEBAB NILAI TUKAR RUPIAH MELEMAH

Belakangan ramai soal melemahnya nilai mata uang rupiah. Hal tersebut sejak konflik antara Israel dan Iran kembali memanas. Dikutip dari Google Finance, Jumat (19/4/2024), nilai tukar dolar AS sempat mencapai Rp 16.275.

Terdapat beberapa alasan mengapa nilai rupiah kalah dengan dolar Amerika Serikat (AS).

Diantaranya yaitu:

Aksi saling serang antara Iran dengan Israel

“Konflik di Timur Tengah meningkatkan ketidakpastian global, menyebabkan investor menarik dana dari aset-aset berisiko tinggi, terutama dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia,” kata Josua Pardede, kepala ekonom Bank Permata.

Keputusan Bank Sentral AS The Fed menunda turunnya suku bunga.

sikap The Fed Bank Sentral AS untuk mempertahankan kebijakan suku bunga tinggi, disebut berperan besar dalam pelemahan rupiah belakangan. Selama suku bunga The Fed masih tinggi, investor global akan lebih tertarik menaruh uangnya di pasar AS, sehingga memicu arus keluar modal asing dari negara-negara berkembang seperti Indonesia.

Inflasi di AS yang belum menurun

Penyebab rupiah melemah karena terkena dampak eksternal, yaitu inflasi di AS yang belum menurun. Inflasi AS semakin meningkat hingga 3,48%.

Turunnya surplus neraca perdagangan Indonesia

Menurut Tauhid Ahmad, saat ini Indonesia memiliki komposisi impor yang cukup tinggi. Hal tersebut tentunya akan merugikan negara karena nilai tukar rupiah terhadap dolar sedang melemah.

Intervensi yang dilakukan Bank Indonesia tidak cukup mampu untuk menahan tingginya pergerakan dolar AS. BI pun disarankan melakukan intervensi yang lebih gencar lagi.

DAMPAK YANG BISA DITIMBULKAN AKIBAT MELEMAHNYA NILAI TUKAR

 

Menguatnya dolar AS terhadap nilai rupiah berdampak pada para pelaku bisnis yang bertumpu pada kegiatan impor. Industri yang memerlukan bahan baku usahanya dari impor tentu membutuhkan dana yang besar untuk biaya produksi.

 

Pelemahan rupiah juga dikhawatirkan membuat harga barang-barang impor melonjak, termasuk bahan baku industri, serta memicu inflasi yang akhirnya melemahkan daya beli masyarakat, kata Teuku Riefky, peneliti makroekonomi di Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia.

Padahal, sekitar 90% impor Indonesia terdiri dari bahan baku untuk aktivitas produksi dalam negeri, merujuk catatan LPEM Universitas Indonesia. Adhi S. Lukman, ketua umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI), juga mengatakan pelaku usaha dalam asosiasinya membutuhkan “banyak sekali” bahan baku impor.

Karena itu, melemahnya kurs rupiah membuat biaya produksi dan ongkos logistik para pengusaha makanan dan minuman melonjak, kata Adhi seperti dilaporkan kantor berita Antara.

Konsekuensinya, harga barang-barang akan meningkat sehingga konsumen ikut jadi korban.

Selain itu, Konflik Israel-Iran dikhawatirkan mengganggu rantai pasok minyak global, terutama bila Iran memutuskan memblokade Selat Hormuz, yang kerap disebut sebagai jalur pengiriman minyak terpenting di dunia. Bila itu terjadi, pasokan minyak akan terganggu sehingga harga meroket. Indonesia pun butuh keluar uang lebih untuk mengimpor minyak dan neraca dagang bisa jadi defisit. Maksudnya, nilai transaksi impornya lebih besar daripada ekspor. Dari sana, kata Josua, akan muncul tekanan yang dapat melemahkan rupiah lebih jauh.

 

BAGAIMANA UPAYA KITA SEBAGAI WARGA NEGARA INDONESIA UNTUK MENGURANGI DAMPAK YANG DITIMBULKAN DARI MELEMAHNYA NILAI RUPIAH?

Sebagai masyarakat biasa, banyak cara agar kita bisa berkontribusi untuk megurangi dampak negatif menurunnnya nilai tukar rupiah, diantaranya:

Membeli dan mengkonsumsi produk produk dalam negeri.

Keadaan tersebut secara tidak langsung akan mengurangi tekanan terhadap nilai rupiah. Semakin banyak impor maka suatu negara akan semakin banyak menggunakan mata uang asing dalam membeli barang atau jasa yang diperoleh dari luar negeri. Hal ini juga diperkuat dari data World Bank 2023 yang mencatatkan dalam beberapa tahun terakhir impor dari Indonesia mengalami peningkatan dan juga menjadi salah satu penyebab melemahnya nilai tukar rupiah.

Memperbanyak investasi dalam negeri.

Menabung di bank-bank pemerintah.

Berwisata didalam negeri untuk memperbanyak transaksi dalam negeri.

Menggunakan transportasi publik.

Tidak berinvestasi dalam bentuk mata uang dollar, menimbun mata uang dollar yang ketika dollar tersebut harganya meningkat kemudian ditukarkan.

Tidak hanya masyarakat biasa yang harus berkontribusi, tetapi para pengusaha sebaiknya juga berusaha untuk ekspor produknya ke luar negeri dibanding impor produk luar negeri. Selain itu, peran pemerintah juga lebih krusial untuk mengatasi permasalahan ini dengan menaikkan suku bunga dan mempermudah kebijakan ekspor agar semakin banyak pengusaha Indonesia yang melakukan ekspor.

BAGAIMANA EKONOMI ISLAM MENGATASI PERMASALAHAN TERSEBUT?

Dalam pandangan ekonomi Islam, terdapat beberapa cara yang bisa dilakukan atas menurunnya nilai tukar rupiah, diantaranya yaitu:

Memaksimalkan filantropi Islam seperti zakat infak sedekah dan wakaf (ziswaf).

Menerapkan prinsip-prinsip ekonomi syariah.

Lebih fokus kepada produksi dan investasi yang berkelanjutan.

Menaikkan margin murabahah dan mudharabah di perbankan syariah.

Stimulus ekonomi melalui pembiayaan proyek infrastruktur.

Diversifikasi pendapatan.

Meningkatkan peran lembaga keuangan syariah.

Meningkatkan literasi keuangan syariah.

Namun, ada juga yang berpendapat bahwa ekonomi Islam belum bisa mengatasi masalah tersebut karena ekonomi di dunia mengacu pada ekonomi konvensional sehingga tidak ada stimulus untuk menyelesaikan masalah ini.

Dari hasil diskusi tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebagai warga Indonesia, kita harus peduli terhadap permasalahan ekonomi negara kita. Setidaknya ada hal kecil yang bisa kita lakukan untuk membantu mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat permasalahan ekonomi makro. Sementara itu meskipun perekonomian di dunia mengacu pada konvensional, bukan berarti ekonomi Islam tidak bisa berperan untuk mengatasi permasalahan ekonomi. Justru sebaliknya, Ekonomi Islam jika diterapkan dengan maksimal pada suatu negara akan mampu membuat negara tersebut maju dan sejahtera. Contohnya seperti di Qatar bisa menjadi negara maju dengan menerapkan sistem ekonomi Islam.

 

Redaktur : Beni Suci/Keilmuan FoSSEI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *