Sekilas Tentang Global Islamic Economy Indikator (GIEI)
Global Islamic Economy Indikator (GIEI) merupakan gambaran negara-negara yang saat ini memiliki posisi terbaik untuk mengatasi peluang ekonomi halal global bernilai triliunan dolar. Di tahun ke sembilan, GIEI memiliki tujuan yaitu sebagai tolak ukur ekosistem nasional yang mendukung perkembangan Islam dalam kegiatan usaha ekonomi. GIEI merupakan gabungan indeks tertimbang yang mengukur perkembangan keseluruhan sektor ekonomi syariah dengan menilai kinerja bagian-bagiannya yang sejalan dengan kewajiban sosialnya. Indeks ini terdiri dari 52 metrik yang disusun menjadi lima komponen untuk masing-masing dari enam sektor ekonomi Islam (Islam keuangan, makanan halal, wisata ramah Muslim, fashion sederhana, media/rekreasi, dan obat/kosmetik halal).
Pada tahun ini GIEI mengumumkan peringkat terbaru secara keseluruhan maupun persektor. Secara keseluruhan ada 15 negara terpilih yang masuk kedalam top 15 yang dimana diperingkat pertama ada Malaysia dengan total skor GIEI 207.2 dan juga mendapatkan skor tertinggi di 4 sektor. Disusul posisi kedua dan ketiga adalah Saudi Arabia dan UAE dengan total skor GIEI secara berturtu-turut adalah 97.8 dan 90.5. Indonesia sendiri berada pada posisi 4 dengan total skor GIEI 68.5 yang mana indonesia mempertahankan posisinya. GIEI juga menyajikan data peringkat persektronya. Sektor Islamic Finance, Halal Food, Muslim Friendly Travel dan Media and Recreation di pimpin oleh Malaysia yang menduduki peringkat pertama. Sektor Modest Fashion dipimpin oleh United Arab Emirates dan sektor Pharma and Cosmetic dipimpin oleh Singapore.
Leading Country
Posisi 4 teratas tetap tidak berubah dari tahun lalu, dengan Malaysia mempertahankan posisi teratas selama 9 tahun berturut-turut. Malaysia diikuti oleh Arab Saudi, UEA dan Indonesia. Pendatang baru ke 15 besar termasuk Inggris dan Kazakhstan. Turki dan Singapura pindah naik 7 dan 8 posisi masing-masing untuk mencapai posisi 5 dan 7 secara keseluruhan. Nigeria dan Sri Lanka telah keluar dari 15 besar.
Sektor Keuangan Islam Malaysia telah menunjukkan pertumbuhan yang berkelanjutan, dengan 9% peningkatan aset keuangan syariah dan pertumbuhan nilai syariah sebesar 20% dana. Pandemi telah memicu pertumbuhan di bidang fintech Islam sebagai keuangan institusi mencari untuk membuat layanan jarak jauh baru. Ethis, platform crowdfunding ekuitas pertama yang sepenuhnya sesuai dengan Syariah di Malaysia, adalah salah satu contohnya penyedia tekfin baru yang muncul selama pandemi (Salam gateway, 2022). Peluncuran situs khusus Malaysia untuk platform e-Commerce mode sederhana Modanisa menunjukkan potensi pertumbuhan lebih lanjut di sektor itu untuk negara juga. Sektor media dan rekreasi juga sukses besar dengan animasi serial anak-anak Omar dan Hana, yang mencapai 3 miliar penayangan di YouTube.
Terlepas dari pertumbuhan aset keuangan syariah dan nilai dana syariah, Arab Saudi telah melihat pertumbuhan yang signifikan dalam pendidikan keuangan Islam, dengan jumlah kursus dan seminar yang tersedia tentang keuangan Islam meningkat dari 30 hingga 57. Inisiatif regulasi dalam keuangan Islam diharapkan dapat meningkatkan adopsi keuangan Islam di Arab Saudi. Ekspor makanan halal ke negara OKI dari Arab Saudi hanya turun sebesar 2%, meskipun pandemi. Pariwisata haji dan umrah sangat terpengaruh oleh pandemi; namun, Arab Saudi terus berinvestasi dalam pariwisatanya sektor ini sebagai bagian dari strategi Visi 2030. Dana Investasi Publik negara (PIF) berinvestasi di resor mewah, maskapai penerbangan, dan jalur pelayaran dalam upayanya untuk memperluas pariwisata rekreasi.
UEA memiliki skor tertinggi dalam sub-indikator inovasi yang baru diperkenalkan. Inovasi itu terbukti dalam upaya digital baru di tanah air, seperti agensi seni Islam Non-fungible Token (NFT) pertama. Negara ini juga merupakan rumah bagi 31 Perusahaan fintech keuangan syariah (Salam gateway, 2022). Pandemi menyebabkan penurunan ekspor di seluruh papan; namun, hal itu juga mendorong proyek-proyek baru seperti investasi di pertanian cerdas untuk mengatasi ketahanan pangan. Pure Harvest Smart Farms mengumpulkan US$60 juta dalam putaran pendanaan baru (Godinho, V., 2021). Sebagaimana dilansir dari Mobihealthnews, UEA juga menjadi negara Arab OKI pertama negara untuk memproduksi vaksin COVID-19 secara lokal dalam kolaborasi bersama antara Sinopharm CNBG dan G42 Abu Dhabi.
Ekspor makanan halal ke negara-negara OKI meningkat 16%. Ini akan lebih ditingkatkan karena negara akan meluncurkan kodifikasi produk halal dan sistem data perdagangan terintegrasi pada akhir tahun 2021. Negara ini juga mengambil berbagai langkah untuk meningkatkan halal sertifikasi, seperti kodifikasi dan digitalisasi sertifikat halal untuk melacak informasi nilai dan volume produk halal. Sektor keuangan syariah di Indonesia akan diuntungkan signifikan dari merger antara PT Bank Mandiri, PT Bank Negara Indonesia, dan PT Bank Rakyat Indonesia. Perkembangan di sektor keuangan Islam juga telah sedang berlangsung. Indonesia adalah rumah bagi 31 perusahaan fintech (Salam gateway, 2022). Platform pinjaman UKM P2P Syariah, Alami, ambil bagian dalam beberapa putaran pendanaan ekuitas dan utang sepanjang tahun. Itu perusahaan berharap untuk menjadi bank digital.
EKSISTENSI INDONESIA DALAM STATE OF THE GLOBAL ISLAMIC ECONOMY REPORT 2022
Berdasarkan State of The Global Islamic Economy Report (SGIE) 2022, Indonesia berhasil mempertahankan posisi ke-4 dunia dalam Global Islamic Economy Indicator secara keseluruhan yang dirilis di Dubai pada akhir Maret lalu oleh DinarStandard. Tiga peringkat di atas Indonesia adalah negara Malaysia, Saudi Arabia, dan Uni Emirat Arab. Pencapaian posisi ke-4 pada tahun 2020 lalu merupakan sebuah keberhasilan besar bagi Indonesia di tengah adanya pandemi Covid-19. Pada tahun ini, Indonesia dinilai berhasil mempertahankan pencapaiannya selama tiga tahun terakhir sebagai negara dengan perkembangan ekonomi syariah 5 besar dunia. Peringkat Indonesia dalam SGIE Report 2017-2022 dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
Grafik 1. Perkembangan Peringkat Indonesia dalam State of Global Islamic Economy Report 2017-2022
Disamping itu, terdapat beberapa kenaikan maupun penurunan peringkat pada masing-masing indikator SGIE tahun ini. Tulisan ini bertujuan untuk mengkritisi eksistensi Indonesia pada SGIE 2022 di beberapa sektor tertentu, dan menelisik strategi Malaysia sebagai leading country dalam pengembangan ekonomi syariah global.
Pencapaian Halal Food Indonesia dalam Global Islamic Economy Report 2022
Rafiuddin Shikoh selaku CEO DinarStandard menyatakan bahwa Indonesia mengalami peningkatan yang pesat dalam sektor halal food meskipun secara keseluruhan berada di peringkat yang sama seperti tahun lalu (Republika, 2022). Di mana produk halal food Indonesia berhasil mencapai peringkat dunia ke-2 di bawah Malaysia. Dari sisi konsumsi, Indonesia merupakan pasar produk makanan halal terbesar di dunia dengan nilai mencapai US$ 144 miliar atau Rp 2.046 triliun (kurs Rp 14.208) (DinarStandard, 2020).
Peningkatan yang signifikan pada sektor halal food Indonesia disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu tingkat ekspor dan regulasi jaminan produk halal. Dalam kegiatan ekspor, Indonesia berhasil mengekspor produk halal food ke berbagai negara OKI dengan peningkatan 16 persen dari tahun sebelumnya (Republika, 2022). Indonesia juga telah meluncurkan kodifikasi produk halal dan sistem data perdagangan yang terintegrasi pada akhir tahun 2021 untuk mendorong kegiatan ekspor produk halal.
Selain itu, pencapaian Indonesia dalam SGIE Report 2022 khususnya pada indikator halal food juga dikarenakan penerapan regulasi berkaitan dengan jaminan produk halal yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia melalui BPJPH. Undang-Undang Nomor 13/2014 berkaitan dengan jaminan produk halal menstimulasi pertumbuhan pada sektor farmasi, kosmetik, dan halal food. Tren pertumbuhan tersebut juga diprediksi akan terus meningkat sejalan dengan awareness masyarakat terhadap jaminan kehalalan sebuah produk.
Aqil Irham selaku Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal menyatakan bahwa pencapaian Indonesia dalam SGIE 2022 merupakan kemajuan yang telah dilakukan pemerintah Indonesia dalam penyesuaian regulasi jaminan produk halal untuk mempercepat, menyederhanakan dan memperjelas proses, mengurangi waktu pemrosesan, dan memfasilitasi sertifikasi halal untuk Usaha Mikro dan Kecil (UMK) (Kemenag, 2022). Berbagai langkah pemerintah dalam memperkuat ekosistem halal food telah dilakukan, salah satu contohnya yaitu dengan mengadakan sertifikasi gratis untuk pelaku UMK sebagai pelaku ekonomi yang sangat terdampak pandemi Covid-19.
Upaya peningkatan layanan sertifikasi halal ini juga dilakukan melalui tranformasi digital berupa kodifikasi dan digitalisasi sertifikat halal, serta pengadaan capacity building dalam mendorong target sertifikasi halal. BPJPH juga mengembangkan sistem informasi halal (Sihalal) yang menggabungkan semua prosedur dan program halal, serta sudah terintegrasi dengan pasar halal, aplikasi, dan penyedia uang elektronik (Kemenag, 2022).
Potensi Fesyen Muslim dan Pengembangan Industri Halal Indonesia
Selain produk makanan halal, indikator lain yang berhasil diraih Indonesia hingga mencapai 5 besar dunia adalah industri fesyen Muslim. Gati Wibawaningsih selaku Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah, dan Aneka (IKMA) menyatakan bahwa Indonesia berpotensi sebagai pemain utama dalam industri fesyen muslim global karena adanya berbagai potensi seperti maraknya komunitas dan asosiasi fesyen muslim, serta keanekaragaman produk fesyen muslim di Indonesia yang berkontribusi sebesar 6 persen terhadap perekonomian nasional pada tahun 2020 lalu (Kemenperin, 2021). Data lain menunjukkan belanja konsumen Indonesia untuk busana muslim mencapai US$ 20 miliar (sekitar Rp 279,03 triliun). Ini adalah jumlah tertinggi ketiga di antara anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI) (Kemenperin, 2018). Selain itu, berdasarkan Laporan Ekonomi dan Keuangan Syariah (LEKSI) 2020, fesyen menjadi produk halal paling laku di e-commerce sepanjang 2019. Proporsi transaksinya sebesar 86,63 persen dibandingkan produk halal lain yang ada di e-commerce.
Potensi industri fesyen muslim ini tentu berkaitan dengan pengembangan industri halal di Indonesia. Ma’ruf Amin selaku Wakil Presiden RI menyatakan bahwa pemerintah memiliki visi mengembangkan Indonesia sebagai pusat produsen halal terkemuka di dunia. Hal ini akan dicapai dengan menjalankan industri halal di beberapa sektor, sehingga dapat menopang perekonomian nasional. Ia menyorot pernyataan Bank Indonesia yang mengatakan bahwa pangsa atau potensi rantai nilai halal dapat mendukung perekonomian nasional sebesar 25 persen (Hafsyah, 2022). Berkaitan dengan pembangunan industri halal Indonesia, Kemenperin telah mengambil beberapa inisiatif kebijakan, salah satunya terkait percepatan proses sertifikasi halal bagi industri, khususnya sektor Industri Kecil dan Menengah (IKM). Hal ini juga dibarengi dengan pelatihan auditor halal dalam meningkatkan kompetensi SDM, pendirian Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), serta pembangunan kawasan industri halal di Indonesia.
Keuangan Syariah Indonesia sebagai Penopang Perekonomian Nasional
Dalam masa pemulihan akibat Covid-19, industri keuangan Islam dinilai dapat menciptakan kemajuan yang stabil. Berada di peringkat enam untuk kategori ekonomi syariah dalam SGIE Report 2022, Indonesia termasuk dalam enam negara dengan total investasi terbesar yang mencapai lebih dari 20 transaksi investasi selama 2020-2021. Di mana mayoritas atau sekitar 66,4 persen investasi di Indonesia ditanamkan pada sektor keuangan syariah. Diikuti oleh makanan halal sebesar 15,5 persen, farmasi sebesar 8 persen, media 5 persen, dan perjalanan sebesar 4,9 persen.
Profitabilitas bank syariah global sempat mengalami penurunan pada awal tahun 2020. Namun demikian, saat ini mulai pulih dengan adanya peningkatan pendanaan pada sektor korporasi dan ritel. Di Indonesia, sektor perbankan syariah dinilai memiliki prospek menjanjikan dengan merger tiga bank anak usaha bank BUMN menjadi Bank Syariah Indonesia. Potensi BSI sebagai pemain utama dalam tatanan ekonomi syariah Indonesia juga dapat dilihat dari total aset keuangan syariah yang menempati posisi kedua setelah sektor halal food. Di mana total aset keuangan syariah mencapai hingga potensi industri halal di Indonesia yang nilainya kurang lebih Rp1.438 triliun dari total aset Rp4.375 triliun potensi Industri halal di Indonesia (BSI, 2021). Aset keuangan syariah juga mengalami pertumbuhan 17,8 persen pada tahun 2020 dibandingkan tahun sebelumnya. Selain itu, potensi keuangan syariah di Indonesia juga ditunjukkan dengan adanya 200 juta nasabah yang memanfaatkan jasa keuangan ritel untuk berbagai keperluan seperti perjalanan umroh, haji, perawatan kesehatan, serta layanan transaksi sosial zakat, infak, sedekah dan wakaf (ZISWAF). Menurut Ma’ruf Amin selaku Wakil Presiden RI, sektor keuangan syariah terbukti telah menjadi perekonomian nasional di masa pandemi dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat secara inklusif (Hafsyah, 2021).
Keberhasilan Indonesia dalam mempertahankan posisi ke-6 pada indikator keuangan syariah merupakan pencapaian yang luar biasa. Akan tetapi, apabila dilakukan analisis lebih lanjut mengenai potensi keuangan syariah Indonesia khususnya pada sektor perbankan syariah selama setahun terakhir, maka sudah seharusnya posisi keuangan syariah Indonesia dalam tatanan global dapat memberikan performa yang lebih baik. Salah satu data yang merepresentasikan kondisi keuangan syariah Indonesia yang belum optimal yaitu total market share perbankan syariah yang masih sangat kecil dibandingkan dengan perbankan konvensional. Di mana market share perbankan syariah hanya sebesar 6,52 persen, sedangkan market share perbankan konvensional telah mencapai 93,48 persen (OJK, 2021). Sehingga dari sini dapat dikatakan bahwa potensi sektor keuangan syariah masih belum dimanfaatkan secara optimal. Hal ini menunjukkan adanya urgensi dalam mengoptimalkan industri keuangan syariah Indonesia dalam tatanan nasional maupun global.
Pandemi Covid-19 dan Dampaknya terhadap Pariwisata Halal
Pariwisata halal memiliki kontribusi yang besar terhadap pembangunan ekonomi nasional sebagai instrumen peningkatan devisa negara. Sektor pariwisata memegang peranan penting dalam perekonomian nasional karena dianggap sebagai salah satu penyumbang pertumbuhan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi di negara manapun. Namun demikian, beberapa waktu terakhir pariwisata halal menjadi sektor yang sangat terdampak karena adanya pandemi Covid-19. Beberapa kondisi pariwisata halal negara OKI yang sangat terdampak karena adanya pandemi yaitu Mesir, Turki, Indonesia, dan Malaysia.
Di Indonesia, pendapatan dari sektor pariwisata juga menurun signifikan dikarenakan kondisi pandemi. Pada awal tahun 2020 (periode Januari hingga April), penerimaan pariwisata turun drastis sebesar Rp60 triliun (Putra, 2020). Pandemi Covid-19 mengakibatkan pendapatan dari sektor pariwisata mengalami penurunan yang cukup signifikan, yaitu 90 persen (Kurnia & Jatmiko, 2020). Hal ini dikarenakan adanya penurunan wisatawan yang datang berkunjung ke Indonesia (Putra, 2020). Data jumlah wisatawan negara Indonesia pada tahun 2016- 2020 dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
Grafik 1. Jumlah Perjalanan Wisata Nusantara 2018-2020
(Sumber: BPS, 2021)
Penurunan drastis yang dialami oleh sektor pariwisata halal terlihat dari menurunnya peringkat Indonesia secara global dalam indikator pariwisata halal SGIE Report 2022. Di mana dua tahun sebelumnya Indonesia berhasil mencapai 6 besar dunia untuk indikator pariwisata halal. Akan tetapi berdasarkan SGIE report 2022, Indonesia bahkan tidak dapat mencapai 10 besar dunia untuk indikator ini. Di sisi lain, pasca Pandemi Covid-19, kunjungan wisatawan muslim ke Indonesia sebagai pasar yang prospektif dan potensial akan meningkat pesat (Alfian et al., 2020). Oleh karena itu, sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar secara global, Indonesia harus memiliki konsep dan layanan pariwisata ramah muslim yang memiliki potensi dan prospek cerah pasca pandemi Covid-19. Lebih lanjut, menurut Riyanto Sofyan, Ketua Umum Perhimpunan Wisatawan Halal Indonesia (PPHI), bisnis wisata halal mampu bertahan dari krisis pandem melalui berbagai strategi seperti perombakan model bisnis dengan mempertimbangkan manajemen arus kas, serta menerapkan sistem kemitraan untuk pelaku wisata harus diterapkan agar pariwisata dapat bernafas lebih lega dengan arus keuangan yang terbatas (Anita, 2021).
Negara Minoritas Muslim Turut Kuasai Industri Halal
Beberapa hal menarik untuk kemudian dibahas secara komprehensif dari hasil SGIEI yaitu negara dengan penduduk mayoritas non-Muslim masuk kedalam peringkat 10 besar SGIEI di berbagai sektor. Lalu negara-negara dengan mayoritas penduduk non-Muslim yang masuk ke dalam SGIEI adalah Singapore, China, Russia, Afrika Selatan, Australia, Spanyol, Itali, Prancis, Jerman, Belanda, Belgia, UK, US. Walaupun negara-negara tersebut mayoritas adalah penduduk non-Muslim tetapi juga tidak sedikit penduduk Muslim yang tinggal disana.
- Sektor Islamic Finance
Berbeda dengan sektor lain, pada sektor ini peringkat SGIEI didominasi oleh negara dengan penduduk mayoritas Muslim. Hal tersebut terjadi karena urgensi masyarakat yang beragama Islam ingin fasilitas keuangan yang berlandaskan dengan hukum-hukum syariah.
- Sektor Halal Food
Pada sektor ini Russia, Singapore, Afrika Selatan dan Australia secara berturut-turut menduduki peringkat 4, 7, 9 dan 10. Rusia merupakan negara dengan penduduk Muslim terbanyak di Eropa sebesar 25 juta jiwa. Dengan jumlah penduduk Muslim yang begitu besar produk-produk halal di Rusia semakin populer dan jumlah restoran dan institusi halal mulai tumbuh. Menurut Mohammad Amin Mustafa selaku kepala Departemen Kontrol Kualitas Produk Halal Moskow mengatakan bahwa permintaan produk halal telah berkembang pesat. Lalu pasar-pasar berkembang dan produk halal Rusia diekspor ke negara-negara bekas Republik Soviet (Republika, 2022). Sedangkan Singapore mulai berkembang pesat setelah perusahaan manajemen makanan Deelish Brands mengalokasikan dana sebesar 1,5 juta dolar Singapore untuk memperluas usaha rumah makan halal yaitu salah satunya Fatburger (Ihram.co.id, 2021). Selanjutnya Afrika Selatan yang memiliki potensi destinasi wisata halal dan secara tidak langsung mereka akan menyediakan komoditi halal untuk umat Muslim disana maupun wisatawan yang akan berkunjung (Republika, 2018). Selanjutnya Australia yang menduduki peringkat 10. Australia kini menjadi eksportir produk daging halal ke negara-negara muslim. Sebagaimana dilansir dari , Dr. Bekim Hasani selaku kepala urusan Islam di Negara bagian Victoria menjelaskan bahwa khusus produk daging, Australia mengekspor senilai 2,36 miliar dolar pada tahun 2021.
2. Sektor Muslim-Friendly Travel
Negara dengan mayoritas penduduk Non-Muslim yang masuk dalam peringkat SGIEI adalah Singapore yang menduduki peringkat 2 setelah Malaysia. Singapore memiliki potensi besar dalam pasar wisata halal dan akan bersaing dengan Malaysia dan Indonesia. Dilansir dari Kompas.com, Panca Sarungu selaku wakil ketua Gabungan menjelaskan bahwa Singapore memiliki prospek yang bagus dalam sektor wisata halal dan potensi pertumbuhannya bisa menjadi 2 digit yang didukung oleh jumlah penduduk Muslim sebesar 5% dari total penduduk di Singapore. Indonesia merupakan yang terbesar ke-2 sebagai wisatawan asing negara Singapore setelah China adalah. Dimana mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim dan secara tidak langsung Singapore harus menyediakan komoditi halal untuk menunjang kebutuhan wisatawan Muslim yang berkunjung.
3. Sektor Modest Fashion
Pada sektor ini dalam SGIEI didominasi oleh negara-negara Asia dan Eropa yang mayoritas penduduknya adalah masyarakat non-Muslim. Negara-negara tersebut adalah China, Singapore, Spanyol, Italia, Prancis dan Jerman. China menjadi produsen Modest Fashion terbesar dengan menguasai 27,14% pasar global (KATADATA.CO.ID, 2021). Sektor Modest Fashion China menduduki peringkat ke 4 di bawah Indonesia. Tolak ukur pemerintah China dalam memberi ranking pada sektor Modest Fashion yaitu dengan mengedepankan inovasi (SGIEI, 2022). Selanjutnya Singapore yang menduduki peringkat ke 7 SGIEI sektor Modest Fashion. Singapore pada tahun 2016 memiliki peluang besar pada industri pakaian sebesar $2.5 miliar (Salaam gateway, 2016). Selanjutnya negara-negara Eropa juga masuk kedalam 10 besar sektor Modest Fashion yaitu Spanyol, Italia, Prancis dan Jerman yang secara berturut-turut menduduki peringkat 5, 6, 8 dan 10. Sama halnya dengan China tolak ukur pemerintah Spanyol dalam memberi ranking pada sektor Modest Fashion yaitu dengan mengedepankan inovasi produknya. 3 dari negara Eropa tersebut masuk kedalam top 10 eksportir Modest Fashion ke negara-negara OIC yang secara berturut-turut Spanyol sebesar $0.50, Italia sebesar $1.23 dan Prancis sebesar $0.37 miliyar sejak tahun 2020 (SGIEI, 2022)
4. Sektor Pharma and Cosmetics
Peringkat pertama dalam sektor ini adalah Singapore. Dalam hal ini Singapore menjadi eksportir top ke negara Organization of the Islamic Cooperation (OCI) sebesar $0,62 miliyar sejak tahun 2020. Tolak ukur pemerintah Singapura yaitu Finansial dalam GIE Indicator Ranking. Negara lain yang juga masuk kedalam top 10 eksportir kosmetik adalah Prancis sebesar $1.90 dan UK sebesar $0.48 miliyar sejak tahun 2020. Lanjut Belanda, Belgia dan Prancis lebih mengedepankan Inovasinya. Belanda menduduki peringkat ke 3 dengan capaiannya di tahun 2020 menjadi top eksportir pharmaceutical ke negara OIC $2.05 miliyar. Disusul oleh Belgia dan Prancis yang juga merupakan top 10 eksportir eksportir pharmaceutical ke negara OIC sebesar $1.84 dan $4.15 Miliyar sejak tahun 2020 (SGIEI, 2022).
5. Sektor Media dan Recreation
Tolak ukur pemerintah pada GIE Indicator Ranking Singapore unggul/mengedepankan finansial, disusul oleh China yang mengedepankan inovasi. Secara berturut-turut Singapore dan China menduduki peringkat 2 dan 4 pada sektor Media and Recreation. Adapun negara dengan populasi Muslim yang rendah tetapi masuk dalam 10 SGIEI sektor ini adalah China, UK, Belanda, Belgia, Jerman dan US. Negara-negara tersebut didukung oleh perkembangan teknologi yang sangat pesat dan penyampaian informasi yang cepat dan akurat dengan mempertontonkannya dengan grafik visual efek yang baik, maka tak heran jika pada sektor ini lebih di dominasi oleh negara-negara maju (SGEI,2022).
HEGEMONI MALAYSIA SEBAGAI PEMIMPIN INDUSTRI HALAL GLOBAL
Malaysia mempertahankan posisi teratas dalam peringkat GIEI secara keseluruhan, juga memimpin dalam Keuangan Islam, Makanan Halal, Perjalanan, dan Media dan Rekreasi. Sebagai negara Muslim progresif dengan perkembangan ekonomi dan tingkat pertumbuhan yang konsisten serta stabilitas politik dan sosial, Malaysia adalah pemimpin dalam industri halal dunia. Keberhasilan Malaysia sebagai pionir dalam industri halal dimulai pada tahun 1974 ketika Pusat Penelitian Divisi Urusan Islam di Kantor Perdana Menteri mulai mengeluarkan surat sertifikasi halal untuk produk yang memenuhi kriteria halal saat itu (Islamic Tourism Center, 2022).
Standar halal pertama yang dirilis pada tahun 2000 menjadi tonggak penting bagi Malaysia sebagai negara pertama yang memiliki sistem jaminan Halal yang terdokumentasi dan sistematis. Standar tersebut menjadi milestone produk halal dari yang awalnya hanya sekadar industri rumahan tradisional menjadi ekosistem perekonomian yang baru dengan nilai ekspor tahunan RM35,4 miliar untuk produk halal, dan menyumbang sekitar 5,1% dari total ekspor negara tersebut (Islamic Tourism Center, 2022). Hingga saat ini standar halal Malaysia telah banyak digunakan oleh beberapa perusahaan multinasional global (MNC) terkenal seperti Nestlé, Colgate Palmolive dan Unilever. Portofolio halal Malaysia juga telah perkembangan di luar sektor makanan dan minuman dengan merambah ke berbagai sektor lain seperti kosmetik, logistik, farmasi dan yang terbaru, pariwisata.
Pengembangan standar halal ini terus dilakukan oleh Malaysia sebagai negara pionir industri halal. Hingga pada September 2019 lalu, Malaysia menerbitkan standar perangkat medis halal pertama. Departemen Pengembangan Halal Malaysia (JAKIM) kini telah siap memulai sertifikasi halal teknologi kedokteran yang masih sangat jarang dilakukan oleh negara Muslim lainnya. Johari Ab Latiff, selaku asisten direktur Dewan Halal Malaysia JAKIM, menyatakan bahwa banyak keuntungan yang akan didapat dari sertifikasi halal ini dikarenakan pasarnya yang berkembang tidak hanya di Malaysia, tetapi juga di Timur Tengah (Salaam gateaway, 2021). Pengembangan sertifikasi halal teknologi kedokteran ini tidak dapat dilakukan secara sembarangan, mengingat sulitnya pengelolaan regulasi rantai pasok ketika aturan halal sudah diterapkan. Pengembangan halal pada sektor kesehatan juga dapat dilihat dari besarnya investasi fasilitas insulin halal sebesar $14juta yang dilakukan oleh Pharmaniaga sebagai salah satu perusahaan farmasi terbesar di Malaysia (Salaam gateaway, 2021).
Pengembangan produk halal juga diterapkan oleh negara Malaysia pada sektor UMKM dan keuangan syariah. Pada September 2021 lalu, Malaysia meluncurkan Halal Integrated Platform (HIP) untuk menghubungan pelaku bisnis kecil dengan pasar global. Gagasan HIP ini berawal dari keresahan akan banyaknya bisnis di Malaysia yang tidak memiliki akses terhadap sertifikasi halal dan kapasitas ekspor. Peluncuran platform digital ini merupakan langkah strategis yang diambil oleh Halal Development Corporation (HDC) Malaysia dalam mendorong usaha kecil dan menengah terhadap pasar global dengan memberikan akses yang lebih mudah dan layanan bantuan untuk mencari pelanggan dan mitra luar negeri. Selain itu, pada sektor keuangan syariah, Malaysia memimpin penerbitan sukuk Socially Responsible Investmen (SRI) di ASEAN, dengan nilai penerbitan mencapai US3,9 miliar atau sekitar 56% dari total penerbitan sukuk SRI ASEAN (Salaam gateaway, 2021).
Pada sektor pariwisata halal, Malaysia termasuk dalam lima besar negara tujuan wisata Muslim, bersama Turki, Arab Saudi, UEA, dan Iran. Selama pandemi, Kementerian Pariwisata, Seni dan Budaya Malaysia melalui Islamic Tourism Center (ITC) telah meningkatkan upaya untuk melatih dan meningkatkan keterampilan para pemangku kepentingan industri pariwisata untuk memahami dan melayani pasar ini dengan keunikannya sebagai sektor dengan basis kebutuhan agama. ITC telah mendukung industri dengan mengembangkan standar dan pedoman untuk memperkuat penyediaan layanan pariwisata dan perhotelan Muslim. Ekosistem pariwisata halal serta branding pariwisata dan perhotelan ramah muslim menjadi strategi yang diambil untuk menarik para wisatawan mancanegara. Dalam sektor ini, Malaysia memiliki keunggulan akan kemudahan perjalanan dan kesadaran publik itu sendiri. Sebagaimana dilansir dari The Malaysian Reverse, Datuk Dr Mohmed Razip Hasan, selaku Dirjen ITC, menyatakan bahwa dalam mengembangkan pariwisata halal, narasi yang digunakan untuk mendorong minat industri yaitu keberadaan pariwisata halal memperkuat pertumbuhan bisnis, kesadaran dan perlindungan lingkungan, toleransi, integrasi, apresiasi budaya dan warisan serta berbagai manfaat lainnya.
Dari berbagai penjelasan tersebut, dapat dilihat bahwasanya Malaysia telah menyentuh seluruh sektor dalam mengembangkan industri halal; mulai dari sektor keuangan hingga sektor kesehatan yang belum banyak dilirik oleh negara lain dalam bahasan industri halal. Selain itu, keberadaan Malaysia sebagai negara pionir dalam pengembangan sertifikasi halal juga menjadi milestone bagi negara tersebut menjadi inti dari industri halal dunia. Terakhir, sebagaimana yang dapat dilihat, bahwasanya pengembangan industri halal di Malaysia tidak terlepas dari berbagai pasrtisipasi seluruh elemen masyarakat, khususnya pemerintah. Pengelolaan regulasi, pemilihan strategi, dan kerjasama berbagai pihak inilah yang menjadikan Malaysia berhasil mencapai titel leading country selama 9 tahun berturut dalam Global Islamic Economy Indicator.
REKOMENDASI
Berangkat dari permasalahan serta berbagai potensi dan peluang yang telah dijabarkan, penulis menyarankan beberapa rekomendasi dalam pengembangan ekonomi syariah Indonesia sesuai dengan pencapaian Indonesia dalam SGIE Report 2022. Untuk keuangan syariah, literasi dan inklusi keuangan syariah menjadi sangat penting untuk mendorong masyarakat menggunakan fasilitas keuangan syariah dibandingkan konvensional. Untuk bersaing dengan layanan konvensional, maka pengembangan teknologi informasi (TI) dan digital juga sangat penting karena turut mempengaruhi pengguna layanan. Selain itu, Pemerintah, pelaku industri keuangan, ahli di bidang keuangan syariah perlu menyesuaikan perkembangan industri keuangan syariah dengan kebutuhan masyarakat. Untuk menjadi suatu produk keuangan syariah tentunya tidak serta merta mengadopsi total dari keuangan konvensional, perlu beberapa penyesuaian terutama dari sisi tinjauan syariat Islam.
Selanjutnya untuk indikator makanan halal, pemerintah perlu mengevaluasi sejumlah kebijakan yang berkaitan dengan jaminan produk halal, mulai dari sosialisasi tata cara pengajuan sertifikasi halal di berbagai daerah, meningkatkan kuota layanan sertifikasi halal gratis bagi pelaku UMK, dan meningkatkan pengawasan terhadap pengedaran produk yang tidak mencantumkan keterangan tidak halal. Apabila poin-poin penting mengenai distribusi produk halal di tingkat domestik sudah diperbaiki, maka akan lebih mudah bagi usaha produk makanan halal bersaing di tingkat global. Sama halnya dengan makanan halal, pada sektor farmasi dan kosmetik pemerintah juga diharapkan dapat memberi kemudahan bagi para pelaku usaha dalam proses sertifikasi halal atas produk farmasi dan kosmetik yang dihasilkannya. Pemerintah juga dapat mengarahkan pelaku usaha untuk memanfaatkan potensi tanaman herbal sebagai komoditas unggulan yang aman dan berkhasiat untuk digunakan baik untuk bahan produk farmasi maupun kosmetik. Untuk pengolahan yang lebih optimal, pemerintah dapat bekerja sama dengan swasta untuk memberikan dukungan teknologi proses yang lebih efisien.
Kemudian untuk sektor fesyen, pemerintah dapat mendukung brand fesyen muslim dalam hal dukungan produksi, seperti ketersediaan raw material yang halal, edukasi dan penyediaan teknologi inovatif, serta menyediakan ruang dan melibatkan brand tersebut menampilkan karya-karyanya di event nasional dan internasional.
Untuk indikator media dan rekreasi, pelaku industri dapat memanfaatkan perkembangan teknologi berupa platform–platform yang ada saat ini menyesuaikan dengan marketnya. Konten yang ditampilkan dapat berupa konten yang ringan yang sarat makna sehingga dapat mudah dimengerti. Media dan hiburan dapat menjadi sarana dakwah yang inklusif, sehingga perlu dioptimalkan. Hal ini membutuhkan kerjasama dari pemerintah bersama pelaku industri media dan hiburan dalam meningkatkan minat masyarakat untuk menulis di media ataupun membuat konten di media sosial melalui perlombaan penulisan artikel di media dan ajang membuat konten dengan topik seputar ekonomi dan industri halal dengan hadiah yang menarik. Peningkatan minat juga dapat diiringi dengan peningkatan kualitas tulisan melalui program beasiswa pelatihan menulis dan membuat konten bagi masyarakat.
Adapun untuk memulihkan kembali pariwisata halal di masa pandemi ini tentunya dibutuhkan kerjasama antara pemerintah nasional, daerah dan penyedia layanan wisata halal untuk mengoptimalkan potensi yang ada di daerah. Kerjasama yang dilakukan dapat berupa kemudahan aksesibilitas dari destinasi melalui beberapa pilihan mode transportasi agar dapat memenuhi kebutuhan wisatawan untuk sampai di destinasi, ketersediaan infrastruktur yang ada di destinasi seperti ketersediaan ruang ibadah termasuk di fasilitas umum yang memiliki privasi bagi wisatawan Muslim terutama Muslimah untuk berwudhu dan melaksanakan sholat, ketersediaan hotel syariah bersertifikasi, kualitas jalan, ketersediaan penerangan jalan, dan infrastruktur pendukung lainnya. Selain itu, penyelenggara wisata halal juga perlu menyediakan tour guide yang dapat menyampaikan informasi mengenai pariwisata ramah Muslim dengan bahasa internasional yang bisa dimengerti oleh wisatawan.
Secara umum, perbaikan di seluruh sektor industri halal juga harus diiringi dengan peningkatan kapasitas SDM yang berkecimpung di masing-masing sektor. Hal ini diperlukan karena SDM menjadi aktor utama dalam menjalankan sistem yang ada di industri, sehingga bila tidak teredukasi secara kemampuan maupun pengetahuan yang relevan dengan ekonomi syariah dan industri halal dikhawatirkan akan sangat menghambat perkembangan industri halal kedepannya.
KESIMPULAN
Indonesia berhasil mempertahankan posisinya di urutan ke-4 Global Islamic Economy Indicator dalam State of The Global Islamic Economy (SGIE) Report 2022, Tiga peringkat di atas Indonesia adalah Malaysia, Saudi Arabia, dan Uni Emirat Arab. Capaian utama Indonesia yang masuk dalam 10 besar untuk masing-masing indikator adalah di bidang halal food, islamic finance, modest fashion, dan pharma and cosmetics.
Sektor halal food merupakan pencapaian Indonesia yang paling disorot dalam SGIE Report 2022. Peningkatan yang signifikan pada sektor makanan halal Indonesia disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu tingkat ekspor dan regulasi jaminan produk halal. Pada sektor keuangan syariah, keberhasilan Indonesia dalam mempertahankan posisi ke-6 dunia merupakan pencapaian yang luar biasa. Akan tetapi, apabila dilakukan analisis lebih lanjut mengenai potensi keuangan syariah Indonesia khususnya pada sektor perbankan syariah selama setahun terakhir, maka sudah seharusnya posisi keuangan syariah Indonesia dalam tatanan global dapat memberikan performa yang lebih baik. Selanjutnya yaitu sektor muslim friendly travel. Penurunan drastis yang dialami oleh sektor pariwisata dapat dilihat dari menurunnya peringkat Indonesia secara global dalam indikator pariwisata halal SGIE Report 2022. Di mana dua tahun sebelumnya Indonesia berhasil mencapai 6 besar dunia untuk indikator pariwisata halal.
Secara keseluruhan, Indonesia berhasil mempertahankan pencapaian posisi ke-4 dunia dalam SGIE Report 22 dengan peningkatan pada beberapa sektor tertentu. Akan tetapi, terdapat beberapa indikator dalam SGIE Report 2022 yang harus dikembangkan oleh Indonesia seperti muslim friendly travel, media and recreation, dan pharma & cosmetics. SGIE Report 2022 dapat menjadi salah satu acuan pemerintah dalam mengembangkan ekosistem industri halal di Indonesia dalam kancah global, mengingat Indonesia memiliki potensi dan peluang yang sangat besar untuk menjadi puasat Industri Halal Global.
DAFTAR PUSTAKA
State of Global Islamic Economy Report 2017-2022.
Loho, P., 2021. Salaam Gateaway. [Online] Available at: https://www.salaamgateway.com/story/malaysias-pharmaniaga-to-invest-14-million-in-halal-insulin-facility [Accessed 26 April 2022].
Gateaway, S., 2022. Salaam Gateaway. [Online] Available at: https://www.salaamgateway.com/story/malaysia-is-prime-issuer-of-sustainability-sukuk-in-asean-with-39-billion-of-total-issuance [Accessed 26 April 2022].
Pamuji, S., 2022. Kementerian Agama RI. [Online] Available at: https://kemenag.go.id/read/makanan-halal-indonesia-ranking-dua-dunia-kemenag-kita-menuju-nomor-satu-zeoly [Accessed 26 April 2022].
RI, K., 2019. GEMA: Media Informasi dan Promosi Industri Kecil Menengah dan Aneka. Direktorat Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka.
Bank Indonesia, 2021. Laporan Ekonomi & Keuangan Syariah 2020, Jakarta: Bank Indonesia.
OJK, 2021. Snapshot Perbankan Syariah September 2021. OJK.
BSI, 2021. BSI Siap Jadi Pendorong Utama Pertumbuhan Ekonomi Syariah Indonesia. [Online] Available at: https://www.bankbsi.co.id/news-update/berita/bsi-siap-jadi-pendorong-utama-pertumbuhan-ekonomi-syariah-indonesia [Accessed 26 April 2022].
Anita Musfiroh, M. A. K. N. I., 2021. Strategies to Improve Halal Tourism in Indonesia During The Pandemic Covid-19. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 7 (02), pp. 1048-1052.
Hafsyah, S., 2022. Wapres: Ekonomi dan Keuangan Syariah Topang 25 Persen Perekonomian Nasional. [Online] Available at: https://kbr.id/nasional/04-2022/wapres__ekonomi_dan_keuangan_syariah_topang_25_persen_perekonomian_nasional/108264.html [Accessed 26 April 2022].
Nogueira, A., 2021. Salaam Gateaway. [Online] Available at: https://www.salaamgateway.com/story/malaysia-develops-standardization-for-halal-medical-devices [Accessed 26 April 2022].
Whitehead, R., 2021. Salaam Gateaway. [Online] Available at: https://www.salaamgateway.com/story/malaysia-launches-ambitious-platform-to-connect-small-halal-businesses-with-the-world [Accessed 26 April 2022].
Alif, S., 2022. The Malaysian Reverse. [Online] Available at: https://themalaysianreserve.com/2022/04/06/malaysia-remains-top-in-global-islamic-economy/
[Accessed 26 April 2022].
Islamic Tourism Center, 2022. Islamic Tourism Center. [Online] Available at: https://itc.gov.my/tourists/discover-the-muslim-friendly-malaysia/malaysia-the-worlds-leading-halal-hub/ [Accessed 26 April 2022].
Hafil, Muhammad. 2022. Produk Halal Makin Populer di Rusia. https://www.republika.co.id/berita/r7mmfk430/produk-halal-makin-populer-di-rusia.[Accessed 26 April 2022]
Maharani, Esthi. 2021. Pasar Makan Halal Singapura Melejit. https://ihram.co.id/berita/qubli0335/pasar-makan-halal-singapura-melejit.[Accessed 26 April 2022]
Aminah, Andi Nur. 2018. Cape Town Berencana Kembangkan Pariwisata Halal. https://www.republika.co.id/berita/pgor2r384/cape-town-berencana-kembangkan-pariwisata-halal.[Accessed 26 April 2022]
Detik News. 2022. Australia Kini Jadi Eksportir Utama Produk Daging Halal ke Negara-Negara Muslim. https://news.detik.com/abc-australia/d-5988172/australia-kini-jadi-eksportir-utama-produk-daging-halal-ke-negara-negara-muslim.[Accessed 26 April 2022]
Maesaroh. 2021. Ekspor Fashion Muslim Rp41 Triliun 75% Dijual ke Negara Non-Muslim. https://katadata.co.id/maesaroh/berita/61725b9e088f6/ekspor-fashion-muslim-rp41-triliun-75-dijual-ke-negara-non-muslim.[Accessed 26 April 2022]
Fitriati, Afia. 2016. Modest Fashion Opportunities in Singapore’s $2.5 Billion Apparel Industry. https://www.salaamgateway.com/story/modest-fashion-opportunities-in-singapores-25-billion-apparel-industry.[Accessed 26 April 2022]
Richard Whitehead. 2021. Malaysia’s Islamic fintech sector has been having a ‘good pandemic’. https://www.salaamgateway.com/story/malaysias-islamic-fintech-has-been-having-a-good-pandemic.[Accessed 26 April 2022]
Ulya, Fika Nurul. 2019. Saingi Indonesia, Singapura Bakal Jadi Calon Destinasi Halal Favorit di Asia. https://money.kompas.com/read/2019/09/04/093100326/saingi-indonesia-singapura-bakal-jadi-calon-destinasi-halal-favorit-di-asia.[Accessed 26 April 2022]