Prolog: Di Balik Angka dan Amanah
Setiap tahun, potensi zakat di Indonesia diperkirakan mencapai lebih dari Rp300 triliun. Tapi yang benar-benar terkumpul? Baru sekitar Rp24 triliun per tahun (BAZNAS, 2023). Angka ini tak sekadar statistik, ia mencerminkan jembatan sosial yang belum selesai dibangun.

Tabel 1.1 menunjukkan adanya potensi besar yang belum tergarap optimal, baik dari sisi regulasi, kesadaran muzaki, maupun infrastruktur teknologinya. Padahal, dalam kerangka ekonomi Islam, dana sosial seperti zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ZISWAF) bukan hanya instrumen kedermawanan. Ia adalah infrastruktur ekonomi. Dan seperti halnya infrastruktur fisik, kekuatan sosial fund ini baru terasa jika dibangun secara sistemik, terhubung, dan cerdas—teknologinya siap pakai.
Dana Sosial Islam: Pilar Ketiga yang Sering Dilupakan
Dalam diskursus arus utama, ekonomi Islam sering hanya dipersempit pada dua pilar: keuangan syariah dan bisnis halal. Padahal ada pilar ketiga yang tak kalah penting: filantropi Islam.
Filantropi Islam mencakup instrumen seperti zakat, infak, sedekah, dan wakaf—yang dalam literatur kontemporer sering disebut sebagai Islamic Social Fund. Berbeda dengan filantropi konvensional yang kerap bersifat karitatif jangka pendek, dana sosial Islam didesain sebagai bagian dari sistem ekonomi yang integral, mengedepankan keberlanjutan dan keadilan distribusi dalam jangka panjang.
Setidaknya, terdapat tiga peran strategis dari dana sosial Islam, yaitu:
- Alat distribusi kekayaan dari kaya ke miskin.
- Instrumen stabilisasi sosial-ekonomi di tengah ketimpangan struktural. • Sumber pendanaan alternatif yang tak bersandar pada bunga atau utang.
Namun, idealisme itu masih jauh dari kenyataan karena berbagai hambatan berikut: • Data mustahik dan muzaki tidak terintegrasi,
Banyak lembaga zakat dan wakaf memiliki data sendiri-sendiri tanpa sistem terpusat, sehingga menyulitkan identifikasi siapa yang berhak menerima (mustahik) dan siapa yang wajib memberi (muzaki). Hal ini menyebabkan tumpang tindih bantuan dan kurangnya efisiensi penyaluran.
- Penyaluran tidak tepat sasaran atau hanya bersifat konsumtif.
Sebagian besar dana ZISWAF masih disalurkan dalam bentuk bantuan konsumtif, seperti paket sembako atau santunan tunai. Padahal, pendekatan produktif seperti pembiayaan usaha mikro dapat lebih memberdayakan mustahik secara berkelanjutan.
- Minim transparansi dan akuntabilitas.
Tidak semua lembaga melaporkan secara terbuka penggunaan dan distribusi dana. Hal ini menurunkan kepercayaan publik dan memicu keraguan para muzaki terhadap efektivitas lembaga pengelola dana sosial Islam.
- Masih banyak lembaga yang belum go digital.
Di era digital, beberapa lembaga ZISWAF masih mengandalkan proses manual dalam penghimpunan, pencatatan, dan pelaporan. Ini membuat proses lambat, tidak efisien, dan sulit diaudit secara real-time.
Transformasi Digital: Bukan Lagi Pilihan
Transformasi digital bukan sekadar opsional—ia adalah jalan utama menuju efektivitas. Bayangkan jika:
- Setiap muzaki bisa menyalurkan zakat lewat satu super-app terintegrasi.
- Setiap mustahik punya ID digital yang menyimpan riwayat bantuan dan status ekonominya.
- Laporan zakat disajikan real-time, bisa dilacak seperti paket kurir.
- Wakaf tak lagi berupa sertifikat fisik, tapi direkam lewat blockchain yang transparan dan abadi.
Beberapa inisiatif seperti Digital Zakat Ecosystem (DZE) dari BAZNAS, dan Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS) dari KNEKS & Kemenkeu, sudah memulai langkah ini (OJK, 2023). Namun sejauh ini, ekosistem digital tersebut masih bersifat parsial dan belum terhubung lintas platform maupun lembaga.
Teknologi Bertemu Nilai Islam
Kita bukan sekadar bicara digitalisasi teknis. Kita bicara reinventing Islamic values through digital platforms.
- Big data & AI memungkinkan pemetaan mustahik yang presisi berdasarkan data konsumsi, pendidikan, hingga geospasial.
- Blockchain memberi jaminan kepercayaan pada transaksi filantropi. • Fintech syariah bisa menjembatani zakat produktif ke UMKM mustahik.
Inilah titik temu antara maqashid syariah dan disruptive innovation. Sebagaimana dijelaskan oleh KNEKS (2021), transformasi digital yang dirancang dalam kerangka syariah dapat mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus keadilan distribusi. Keduanya bertemu pada satu tujuan: memuliakan manusia dan menyeimbangkan ekonomi.
Solusi dan Aksi Nyata
Sebagaimana disampaikan oleh Nst dan Marliyah (2025), penguatan kelembagaan ZISWAF perlu didukung oleh digitalisasi proses dan peningkatan SDM berbasis teknologi. Untuk mengakselerasi peran strategis dana sosial Islam, berikut beberapa langkah nyata yang dapat diterapkan lintas lembaga.
- Integrasi Data Nasional
Pemerintah, BAZNAS, LAZ, dan startup fintech syariah perlu duduk satu meja. Data mustahik dan muzaki harus terhubung secara nasional.
- Inovasi Layanan ZISWAF Digital
Bangun platform ZISWAF all-in-one: mudah, aman, dan edukatif. Kolaborasi dengan milenial developer sangat potensial.
- Peningkatan Literasi Digital dan Filantropi Islam
Banyak masyarakat belum sadar bahwa zakat tidak sekadar amalan, tapi kontribusi ekonomi. Maka edukasi adalah kunci.
- Transparansi 2.0: Real-Time Monitoring
Muzaki perlu tahu ke mana uangnya mengalir. Mustahik perlu diberi suara. Teknologi memungkinkan partisipasi dua arah.
Epilog: Jalan Menuju Resiliensi Umat
Islamic Social Fund bukan sekadar tentang memberi. World Bank (2024) menyebutkan bahwa potensi Islamic Social Finance dapat menjadi katalis inklusi ekonomi di negara-negara dengan mayoritas Muslim jika didukung oleh teknologi dan transparansi yang memadai. Ia adalah tentang mengangkat derajat, menciptakan ketahanan sosial, dan menghapus garis batas antara pemberi dan penerima.
Dalam dunia yang makin digital dan disruptif, Islamic Social Fund harus keluar dari zona nyaman. Tidak cukup hanya menyalurkan bantuan; ia harus menjadi mesin resilien umat yang inklusif dan berkelanjutan.
Teknologi bukan lawan dari nilai Islam, namun ia adalah perpanjangan tangan visi kenabian untuk membangun masyarakat adil dan makmur. Dan kita, kader ekonomi Islam, harus ada di garis depan perubahan itu.
Penulis: Daffa Muhammad Arkan
Editor: Admin (M)
Daftar Pustaka
BAZNAS. (2023). Laporan Pengelolaan Zakat Nasional. 63.
KNEKS. (2021). Pengatar Ekonomi Syariah. In Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah – Bank Indonesia.
Nst, A. U., & Marliyah, M. (2025). Peran Strategis Lembaga Keuangan Syariah dalam Peningkatan Ekonomi dan Pemberdayaan Masyarakat. Icmi.
OJK. (2023). Laporan Perkembangan Keuangan Syariah Indonesia. 1–23. World Bank Group. (2024). Annual Report Financial Year 2024. July 2023.

