Surat Terbuka Kepada Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia

Surat Terbuka Kepada Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia

Kajian: Pentingkah Kurikulum Pendidikan Ekonomi Islam di tingkat Sekolah Dasar dan Menengah?

Oleh: Bapernas Keilmuan FoSSEI

Pendahuluan

Indonesia termasuk salah satu negara dengan kualitas pendidikan yang tergolong rendah dibandingkan dengan negara lain. Data dari Global Talent Competitiveness Index (GTCI) tahun 2019 menunjukkan Indonesia berada di urutan 67 dari 125 negara di dunia. Secara regional, Indonesia hanya menempati peringkat keenam di ASEAN dengan skor 38,61. Posisi tersebut jauh dari Singapura yang menempati peringkat pertama dengan skor 77,27 dan disusul Malaysia (58,62), Brunei Darussalam (49,91), dan Filipina (40,94). Pendidikan merupakan aspek yang paling penting dalam proses pencerdasan bangsa, sehingga akan tercipta Sumber Daya Manusia (SDM) yang mampu berdaya saing dan berperan besar dalam proses pembangunan negara dari segala aspek, khususnya ekonomi. Penelitian dari Song dan Xie (2019) menyatakan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi di Tiongkok, sehingga semakin tinggi tingkat pendidikan yang ada di suatu negara, maka pertumbuhan ekonomi negara tersebut akan semakin tinggi.

Kekuatan ekonomi Indonesia saat ini patut diperhitungkan, sebagai salah satu negara dengan posisi 10 besar dunia, dan posisi ini diprediksi akan terus meningkat hingga beberapa tahun kedepan. Dalam laporannya, lembaga konsultan global Price Waterhouse Cooper (PwC) menyatakan bahwa pada 2050 posisi Indonesia diprediksi berada di peringkat ke-4 dunia, setelah Tiongkok, India dan Amerika Serikat. Demi mewujudkan prediksi tersebut, pemerintah terus mengupayakan sektor-sektor baru dalam perekonomian yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan. Salah satu sektor yang amat berpotensi bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia yaitu ekonomi dan keuangan syariah.

Ekonomi Syariah di Indonesia

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia. Laporan The Pew Forum on Religion & Public Life pada tahun 2012 menyebutkan bahwa jumlah penduduk Muslim di Indonesia mencapai angka 209,1 juta jiwa atau sama dengan 87,2 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. Hal tersebut menjadi salah satu potensi dalam mendorong perkembangan ekonomi syariah di Indonesia. Untuk menangkap potensi tersebut, pemerintah serius untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah dunia di masa depan. Dalam mendorong pengembangan industri halal, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Selain itu, pemerintah Indonesia melibatkan seluruh pemangku kepentingan yang diwujudkan oleh pembentukan Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) −sekarang menjadi Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS)− melalui Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2016 tentang Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS).

Berbagai langkah tersebut mampu mendorong posisi Indonesia ke posisi atas industri halal di dunia. Menurut Global Islamic Economy Report tahun 2018-2019, Indonesia selalu masuk 10 besar dalam konsumsi setiap sub-sektor industri halal, dengan rincian Indonesia menempati peringkat pertama dalam muslim food expenditure, peringkat lima dalam muslim travel expenditure, peringkat ketiga dalam muslim apparel expenditure, peringkat lima dalam muslim media expenditure, dan peringkat enam dalam muslim pharmaceuticals expenditure. Secara total, posisi Indonesia terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2017 Indonesia hanya mencapai peringkat 11, lalu pada tahun 2018 naik menjadi peringkat 10 dan kembali naik pada tahun 2019 menjadi peringkat 5. Hal ini mengindikasikan pemerintah Indonesia terus mengejar ketertinggalan mereka dari negara lain dan melakukan berbagai riset dan inovasi demi tercapainya tujuan Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah dunia di masa depan.

Kondisi Literasi Keuangan Syariah di Indonesia

Keseriusan pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah dunia merupakan sebuah ambisi yang sangat mulia. Namun, harus disadari bahwa masih terdapat banyak permasalahan yang terjadi untuk mencapai ambisi tersebut, salah satunya adalah literasi keuangan syariah. Literasi keuangan dipahami sebagai kemampuan untuk membuat penilaian dan mengambil keputusan yang efektif berdasarkan informasi yang benar mengenai penggunaan dan pengelolaan keuangan (KNEKS 2019).  Berdasarkan Survei Nasional Literasi Keuangan (SNLK) 2019 yang dihimpun Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tingkat literasi keuangan syariah naik tipis dari 8,1 persen menjadi 8,93 persen. Sementara tingkat literasi keuangan konvensional meningkat pesat dari 29,3 persen menjadi 37,72 persen. Secara nasional, tingkat literasi keuangan naik dari 29,7 persen menjadi 38,03 persen. Hal tersebut mengindikasikan jika dibandingkan dengan literasi keuangan konvensional, tingkat literasi keuangan syariah masih kalah jauh.

Secara global, angka literasi keuangan masyarakat di Indonesia berdasarkan data dari Bank Dunia hanya menempati peringkat 88 dari 142 negara. Posisi tersebut sangat jauh di bawah negara yang menempati posisi 10 besar Global Islamic Economy Indicator lainnya seperti Malaysia, UEA dan Bahrain yang masing-masing menepati peringkat 67, 62 dan 47 secara berturut-turut. Rendahnya angka tersebut menggambarkan bahwa masih banyak terdapat permasalahan didalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia sehingga perlu disusun suatu rancangan dalam upaya mengatasi permasalahan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia.

Urgensi Kurikulum Ekonomi Syariah di tingkat Sekolah Dasar dan Menengah

Salah satu ekosistem pendukung pengembangan ekonomi syariah yaitu Sumber Daya Manusia (SDM). Kualitas dan kuantitas SDM yang unggul menjadi penting untuk memberikan dukungan bagi industri-industri yang bergerak dalam sektor ekonomi syariah. Namun, masalah yang masih dihadapi oleh industri syariah saat ini yaitu masih terbatasnya SDM yang memiliki kompetensi yang baik di bidang ekonomi dan keuangan syariah. Berdasarkan data bank Indonesia, 90 persen SDM yang bekerja di perbankan syariah adalah berasal dari lulusan non ekonomi syariah. Artinya lulusan ekonomi syariah hanya mampu diserap oleh industri keuangan syariah sebesar 10 persen. Padahal, tingginya pertumbuhan industri keuangan syariah saat ini juga diiringi dengan tingginya permintaan SDM yang ahli di bidangnya. Kebutuhan SDM tersebut akan semakin meningkat dengan semakin banyaknya unit-unit perbankan syariah, termasuk microbanking, yang dikembangkan di daerah-daerah. Selama ini SDM di perbankan syariah masih didominasi oleh lulusan yang berlatar belakang non-syariah (Syaukat, 2010).

Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penggunaan produk syariah dan meningkatkan minat terhadap ekonomi dan keuangan syariah, KNEKS telah mengkaji Strategi Nasional Pengembangan Edukasi untuk Peningkatan Literasi Eksyar Indonesia yang dirilis pada akhir 2019 lalu. Muatan yang terdapat dalam strategi tersebut yaitu langkah-langkah strategis yang dapat ditempuh stakeholders dalam memberikan edukasi yang tepat menggunakan teori life-span development yang menekankan perubahan sepanjang hidup oleh manusia sesuai dengan tahap atau fase kehidupan meliputi delapan kelompok usia, dari balita, anak-anak, remaja, dewasa hingga lanjut usia. Teori tersebut sangat erat kaitannya dalam pengimplementasian pendidikan. Penelitian dari Fatira dan Nasution (2019) menyebutkan salah satu faktor yang memengaruhi literasi seseorang yaitu pendidikan.

Pada umumnya, proses pendidikan seseorang berjalan selama 12 tahun sesuai dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengamanatkan program wajib belajar di sekolah selama 12 tahun. Proses pendidikan di sekolah akan bisa berjalan dengan lancar, kondusif dan interaktif apabila pendidikan bisa dijalankan dengan baik ketika kurikulum menjadi penyangga utama dalam proses belajar mengajar. Kurikulum mengandung banyak unsur konstruktif agar pembelajaran berjalan dengan optimal (Yamin 2010). Selain itu, kurikulum dapat diorientasikan sebagai paradigma yang mengupayakan pembentukan SDM yang unggul dan berdaya saing, khususnya bagi sektor ekonomi dan keuangan syariah.

Proses implementasi kurikulum yang memuat ekonomi dan keuangan syariah sangat mungkin direalisasikan di Indonesia, mengingat posisi negara ini sebagai penduduk Muslim terbesar di dunia dan memiliki target sebagai pusat ekonomi dan keuangan syariah di masa depan. Merealisasikan pendidikan ekonomi syariah pada tingkat pra-kuliah atau masa sekolah perlu dilakukan karena proses penyerapan nilai-nilai ekonomi syariah dalam aktivitas hidup akan lebih efektif jika diajarkan lebih dini sebelum masa kuliah. Masa sekolah yang tepat untuk memulai pendidikan ekonomi syariah yaitu pada masa Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah. Studi yang dilakukan oleh Bujuri (2018) menyebutkan teori kognitif Piaget dimana perkembangan kognitif anak usia dasar berada pada dua fase, yaitu fase operasional konkret, (7-11 tahun) dimana pada fase tersebut anak sudah dapat memfungsikan akalnya untuk berfikir logis, rasional dan objektif, tetapi terhadap objek yang bersifat konkret. Pada fase ini, kemampuan kognitif anak mengalami perkembangan yang pesat. Kedua, yaitu fase operasional formal (11-12 tahun keatas) yaitu fase dimana anak sudah dapat memikirkan sesuatu yang akan atau mungkin terjadi (hipotesis) dan sesuatu bersifat abstrak. Pada fase ini, anak dapat berfikir kritis dan berfikir tingkat tinggi. Anak sudah dapat menggunakan pemikiran hipotesis-deduktif dan berfikir sistematis dalam menyusun langkah-langkah strategis untuk menyelesaikan suatu permasalahan.

Berdasarkan penjelasan di atas, penting bagi pemangku kebijakan untuk mempertimbangkan pembangunan SDM yang didasari dengan akidah, akhlak dan syariah disamping membangun infrastruktur dalam industri ekonomi dan keuangan syariah. Memandang jauh ke depan, pemahaman yang baik dan komprehensif di bidang ekonomi dan keuangan syariah akan mampu mendorong pemerataan pembangunan SDM di seluruh daerah sehingga perwujudan Indonesia sebagai salah satu motor penggerak utama perekonomian syariah dunia menjadi suatu keniscayaan. Oleh karena itu, FoSSEI sebagai organisasi mahasiswa yang memiliki nilai ukhuwah, dakwah dan ilmiah mendorong Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk mengambil langkah strategis dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia, salah satunya melalui perumusan kurikulum Ekonomi Syariah bagi siswa Sekolah Dasar dan Menengah.

Referensi

  1. Indeks Pendidikan Indonesia Rendah, Daya Saing pun Lemah (29 April 2020). https://tirto.id/indeks-pendidikan-indonesia-rendah-daya-saing-pun-lemah-dnvR
  2. Mimpi Indonesia Menjadi Negara Ekonomi Besar (29 April 2020). https://katadata.co.id/opini/2019/09/11/mimpi-indonesia-menjadi-negara-ekonomi-besar
  3. Bujuri, DA. 2018. Analisis Perkembangan Kognitif Anak Usia Dasar dan Implikasinya dalam Kegiatan Belajar Mengajar. Literasi. 9(1): 37-50
  4. Fatira, M dan Nasution, AW. 2019. Analisis Faktor Kesadaran Literasi Keuangan Syariah Mahasiswa Keuangan dan Perbakan Syariah. Jurnal Ekonomi Syariah. 7(1): 40-63.
  5. Song, M. dan Xie, Q. 2019. How does green talent influence China’s economic growth?. International Journal of Manpower. Vol. ahead-of-print No. ahead-of-print.
  6. Komite Nasional Keuangan Syariah. 2019. Strategi Nasional Pengembangan Edukasi untuk Peningkatan Literasi Eksyar Indonesia.
  7. Otoritas Jasa Keuangan. 2016. Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan 2016.
  8. SalaamGateway. 2018. State of the Global Islamic Economy Report 2017-2018.
  9. SalaamGateway. 2019. State of the Global Islamic Economy Report 2018-2019.
  10. SalaamGateway. 2020. State of the Global Islamic Economy Report 2019-2020.
  11. Yamin, M. Panduan Manajemen Mutu Kurikulum. 2012. Jakarta (ID): Gudang Penerbit.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *