
Transformasi digital adalah perubahan paradigma dalam cara orang hidup, bekerja, dan
berbisnis, bukan sekadar revolusi teknologi. Dalam menghadapi inovasi teknologi seperti
fintech, blockchain, dan kecerdasan buatan (AI), keuangan dan ekonomi Islam telah
memperoleh daya tarik strategis agar tampak lebih efisien, inklusif, dan relevan di era digital.
Namun dalam konteks Islam, digitalisasi tidak hanya difokuskan pada inovasi dan efisiensi.
Digitalisasi harus konsisten dengan Maqasid Al-Shariah, atau tujuan syariah, yang mencakup
keberlanjutan, keadilan, dan melindungi masyarakat dari perilaku eksploitatif. Oleh karena itu,
ini bukan hanya masalah apakah teknologi dapat digunakan, tetapi juga bagaimana teknologi
dapat disertakan tanpa mengorbankan prinsip-prinsip Islam.
Laporan Fintech Islam Global 2023 menunjukkan bahwa nilai pasar Fintech Islam
diproyeksikan mencapai USD 179 miliar, dengan ekspektasi tumbuh menjadi USD 306 miliar
pada tahun 2027. Pusat pertumbuhan utama meliputi negara-negara dengan populasi Muslim
yang signifikan seperti Indonesia, Malaysia, dan Arab Saudi. Inovasi seperti penasihat robot
Islam, crowdfunding yang sesuai dengan syariah, dan dompet elektronik halal menjadi semakin
lazim dalam keuangan Islam. Di Indonesia, lembaga keuangan Islam konvensional juga
mengalami transformasi digital. Bank Syariah Indonesia (BSI), bank Islam terbesar di negara
ini, telah memperkenalkan aplikasi super digital yang menggabungkan kebutuhan transaksi
harian dengan kepatuhan syariah. Ini merupakan transisi yang signifikan dari metode
tradisional ke ekosistem keuangan Islam yang lebih digital, mudah beradaptasi, dan berfokus
pada pengguna. Namun demikian, tidak semua pemangku kepentingan siap untuk transformasi
ini. Masalah seperti kesenjangan digital, literasi keuangan Islam digital yang tidak memadai,
dan hambatan regulasi merupakan tantangan mendesak yang memerlukan perhatian segera.
Penelitian Afiqah et al. (2023) dalam Jurnal Kajian Keuangan Islam menunjukkan
bahwa adopsi teknologi pada fintech syariah di Asia Tenggara dipengaruhi oleh tiga faktor
utama, yakni kepercayaan terhadap sistem digital, kepatuhan syariah, dan regulasi pemerintah.
Penelitian ini melibatkan lebih dari 100 startup fintech syariah di Indonesia dan Malaysia.
Temuan menarik lainnya datang dari penelitian Dewi dan Susanto (2022) yang meneliti
penggunaan blockchain dalam akad murabahah dan wakalah. Mereka menemukan bahwa
teknologi ini mampu meningkatkan transparansi dan mengurangi potensi gharar
(ketidakjelasan) dalam transaksi, dua isu krusial dalam praktik keuangan syariah. Namun,
ketidaksiapan sumber daya manusia (SDM) dan inkonsistensi struktur hukum masih menjadi
kendala utama. Sementara itu, State of the Global Islamic Economy Report 2023-2024
menyoroti bahwa masih banyak pelaku ekonomi syariah yang hanya menerapkan digitalisasi
parsial, sekadar memindahkan layanan manual ke platform digital tanpa melakukan inovasi
model bisnis yang komprehensif.
A. Tantangan Kontemporer
1. Kepatuhan Syariah dalam Era Otomatisasi
Dilema tentang bagaimana menjamin bahwa algoritma yang digunakan dalam
analisis risiko atau evaluasi kelayakan pembiayaan tidak melanggar standar
kewajaran dan tidak diskriminatif muncul ketika AI diterapkan.
2. Tokenisasi Aset dan Halal-Haram Digital
Para cendekiawan dan otoritas telah lama memperdebatkan aset digital seperti
mata uang kripto, token Syariah, dan NFT Halal. Meskipun ada upaya untuk
mengkategorikan aset mata uang kripto halal seperti Tezos dan XDC, belum
ada konsensus global yang solid. Misalnya, MUI membuka ruang sebagai
instrumen aset tetapi mengatakan bahwa menggunakan mata uang kripto
sebagai alat tukar adalah dilarang.
3. Infklusivitas dan Etika Digital
Bagaimana memastikan bahwa kelompok rentan, seperti lansia, masyarakat
miskin, dan mereka yang tinggal di daerah tanpa akses teknologi, tidak
terabaikan dalam proses transformasi digital.
B. Rekomendasi Strategis
1. Pembangunan Infrastruktur Regulasi dan Etika Digital Islam
Standar halal digital harus dipetakan secara global, tidak hanya sektoral, oleh
organisasi regulasi syariah dan fatwa kolektif lintas negara.
2. Peningkatan Lliterasi Keuangan dan Digital Syariah
Untuk meningkatkan pendidikan digital berbasis syariah melalui platform
daring, kursus singkat, dan integrasi ke dalam kurikulum resmi, pemerintah,
lembaga keuangan Islam, dan lembaga akademik harus berkolaborasi.
3. Kolaboasi Gglobal antara Teknorat dan Ulama
Ekosistem inovasi yang etis dan berkelanjutan membutuhkan koneksi antara
spesialis syariah dan teknologi. Misalnya, setiap perusahaan rintisan syariah
harus mendirikan Dewan Syariah Teknologi Islam.
4. Islamic Digital Economy Sandbox
Sebelum inovasi digital Islam diberi lisensi penuh, pemerintah dan otoritas
keuangan Islam dapat membuat regulatory sandbox untuk mengujinya dalam
lingkungan yang terkendali.
C. Dampak Teknologi Digital terhadap Ekonomi Syariah
1. Fintech Syariah
Fintech Syariah merujuk pada penggunaan teknologi keuangan yang sesuai
dengan prinsip-prinsip syariah. Jenis-jenisnya meliputi:
P2P Lending Syariah seperti Ammana dan Investree Syariah.
Crowdfunding wakaf dan zakat berbasis blokchain.
Islamic neobanks seperti Insha (Jerman) dan Niyah (UK)
Blokchain dan Smart Contracts
Blockchain menciptakan jalan baru untuk transparansi dalam keuangan
Islam. Blockchain dapat mengurangi kemungkinan terjadinya moral hazard
dan gharar dalam murabahah atau ijarah. Menurut penelitian oleh Muneeza
et al. (2021), rantai pasokan halal dapat memanfaatkan kontrak pintar pada
blockchain untuk menerapkan kontrak seperti salam dan istishna dengan
peningkatan efisiensi sebesar 37% jika dibandingkan dengan transaksi
manual.
2. Kecerdasan Buatan (AI)
AI digunakan dalam penilaian risiko pembiayaan, dteksi penipuan, dan
rekomendais investasi. Namun, algoritma bisa menyimpan bias dan
ketidakadilan. Menurut Shaikh & Khan (2022), jika tidak diaudit secara syariah,
sistem AI berpotensi menghasilkan diskriminasi dalam skoring pembiayaan
atau memperkuat eksploitasi data pribadi tanpa izin eksplisit (non-tazkiyah al-
ma’lumat).
3. Inklusi Keuangan Syariah Digital
Menurut data Bank Dunia tahun 2022, 1,7 miliar individu di seluruh dunia—
yang sebagian besar bermukim di negara-negara dengan mayoritas penduduk
Muslim—tidak memiliki akses ke layanan keuangan formal. Untuk menjangkau
mereka, diperlukan digitalisasi melalui dompet digital berbasis syariah seperti
LinkAja Syariah dan mobile banking. Namun, literasi keuangan syariah digital
masih kurang. Menurut survei OJK (2023), hanya 14% peserta di Indonesia
yang memahami dasar-dasar fintech syariah.
4. Implikasi Hukum dan Fatwa
Menurut Fatwa MUI (2021), aset mata uang kripto tidak dapat diterima sebagai
metode pembayaran, namun boleh diperdagangkan sebagai komoditas dengan
ketentuan memenuhi prinsip syariah.
5. Analisis Kritis: Antara Maqasid dan Realitas Digital
Kesinambungan Nilai Islam dalam Inovasi Digital
Maqasid al-shariah harus didukung oleh transformasi digital, khususnya
di bidang hifz al-mal (perlindungan aset), hifz al-‘aql (pemanfaatan
akal), dan hifz al-nafs (pertahanan diri). Namun, kenyataan
menunjukkan bahwa banyak situs syariah digital tidak memiliki
kerangka pengawasan syariah yang kuat dan hanya memiliki label
syariah.
Tantangan Audit Syariah dalam Ekosistem Terdesentralisasi
Bagaimana fatwa dapat diterapkan pada sistem DAO (Decentralized
Autonomous Organizations) yang tidak memiliki entitas hukum tetap?
Ini menjadi tantangan baru dalam ushul fiqih kontemporer.
Transformasi digital dalam ekonomi dan keungan Islam bukan pilihan. Namun,
digitalisasi harus mematuhi prinsip-prinsip dasar Islam. Sejauh mana kita dapat
mengintegrasikan kemajuan teknologi dengan kemurnian sosial dan spiritual akan menentukan
arah ekonomi Islam di masa depan. Menurut Ibnu Khaldun, “Kehidupan manusia bergantung
pada kerja sama dan spesialisasi” dalam Muqaddimah. Dengan demikian, kolaborasi syariah
dan teknologi kini menjadi bidang keahlian baru yang perlu dikembangkan dengan cermat.
Daftar Referensi
1. DinarStandard (2023). Global Islamic Fintech Report
2. Hudaefi, F.A 7 Beik, I.S (2020). Digital Finance and Inclusion in Islamic Economics,
JIMEF, 6 (1), 113-140
3. Muneeza, A et al. (2019). Are Islamic Fintech Defferent. EMFT, 55(8), 1869-1883
4. World Bank (2022). Global Findex Database
5. IFSB. (2022). Digital Fnance Services and Islamic Finance
6. OJK (2023). Laporan Literasi dan Iinklusi Keuangan Syariah Nasional
Oleh: Siti Eva Safira

