Haidar Tsany Alim, Andi Okta Riansyah, Karimatul Hidayah, Ikhwanul Muslim, Adityawarman
Kemenparekraf RI sejauh ini telah mengembangkan dan mempromosikan usaha jasa di bidang perhotelan, restoran, biro perjalanan wisata dan spa di 12 destinasi wisata syariah. Pengembangan tersebut dilakukan di sejumlah kota yakni Aceh, Sumatera Barat, Riau, Lampung, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, NTB serta Sulawesi Selatan (Sapudin, 2014). Provinsi Jawa Tengah dan Yogyakarta merupakan daerah yang diproyeksikan untuk pengembangan pariwisata syariah. Industri kreatif dapat mengembangkan pariwisata syariah di kedua daerah ini. Tetapi, kesadaran yang kurang akan potensi pariwisata syariah membuat industri ini kurang berkembang di kedua daerah tersebut.
IV.1 Pencarian Makna Pariwisata Syariah
Pariwisata syariah merupakan pariwisata yang mengendepankan nilai-nilai Islami dalam setiap aktvitasnya. Namun, istilah pariwisata syariah secara definisi di kalangan pelaku wisata masih cenderung asing. Pariwisata syariah lebih dimaknai sebagai wisata reliji, yaitu kunjungan ke tempat ibadah, makam tokoh Islam, dan tempat bersejarah Islam. Padahal, pariwisata syariah tidak terfokus pada objek saja, tetapi adab perjalanan dan fasilitas lainnya (Chookaew, 2015). Objek pariwisata syariah pun berlaku untuk semua tempat, kecuali tempat ibadah agama lain.
Pemaknaan yang kurang tepat terkait pariwasata syariah ini disebabkan karena edukasi yang kurang. Ketersediaan informasi yang kurang adalah penyebab utama ketidakpahaman tentang pariwisata syariah. Selain itu, pariwisata syariah belum begitu dikenal jelas oleh pelaku bisnis karena belum adanya panduan jelas dari pemeritahan pusat sehingga pemerintah daerah pun belum berani mengembangkan pariwisata syariah.
IV.2 Potensi Pariwisata Syariah
Potensi berkembangnya wisata syariah kedepannya dinilai menjanjikan. Konsep pariwisata syariah kedepannya akan menjadi industri yang banyak dilirik oleh para pelaku wisata. Hal ini didukung dengan bertambahnya masyarakat middle class moslem yang memiliki kesadaran tinggi dalam kehalalan suatu produk (Utomo, 2014).
Dalam pengembangan pariwisata syariah, pengenalan pasar pariwisata syariah yang jelas sangat penting untuk memancing para pelaku bisnis wisata untuk terjun ke industri. Selain itu, penekankan destinasi wisata syariah yang ada dan pengembangan tempat bersejarah Islam, masjid-masjid serta fasilitas yang memadai untuk ibadah di tempat wisata dapat dijadikan tahap awal dalam pengembangan pariwisata syariah di kedua provinsi ini.
IV.3 Industri Kreatif sebagai Penopang Pariwisata Syariah
Industri kreatif dapat menopang pariwisata syariah dari berbagai aspek, yaitu fasilitas, destinasi, bisnis, media, dan paket wisata. Dari segi fasilitas, banyak peluang bisnis yang belum dikembangkan, seperti spa syariah dan salon syariah. Optimalisasi kawasan tempat singgah, seperti hotel dan restoran dapat menunjang fasilitas ini. Dari segi destinasi wisata, terdapat penjelasan terkait lokasi wisata melalui pramuwisata atau media lain sehingga lokasi wisata jauh dari mudharat dan kesesatan.
Bagi wisata keluarga atau pun kelompok, industi kreatif dapat di tuangkan dalam pelaksanaan biro perjalanan syariah yang mengedepankan adab perjalanan dalam Islam. Biro perjalanan ini dapat memberikan esfek snowball bagi pariwisata syariah dengan memberikan paker-paket syariah dengan mitra bisnis lokasi wisata, hotel, syariah, dan bisnis wisata berbasis syariah lainnya.
Dari segi edukasi, pramuwisata yang menguasai syariat Islam, baik itu di biro perjalanan atau pun di destinasi wisata sangat diperlukan. Karena tugas utama dari pramuwisata ini adalah memberikan petunjuk kepada wisatawan dalam berpariwisata yang tidak lepas dengan nilai-nilai Islam. Hal ini dilandaskan dengan hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah r.a dan Abu Sa’id r.a: “Jika tiga orang keluar untuk bepergian, hendaklah menjadikan salah seorang sebagai pemimpin”.
Akhirnya, pariwisata syariah tidak dapat berkembang secara baik jika opini yang baik tentang makna pariwisata syariah di masyarakat sendiri belum terbentuk. Disini industri kreatif berperan penting dalam hal pengelolaan publikasi yang efektif. Publikasi dapat dilakukan dengan media online dengan kerjasama dengan berbagai lembaga, khususnya lembaga dakwah. Hal ini dikarenakan media sudah menjadi sumberi informasi utama bagi masyarakat. Selain itu, ceramah agama dapat menjadi sarana efektif dalam pencerdasan wisata syariah. Ceramah ini biasanya diikuti oleh orang tua yang nantinya dapat memberikan pemahaman wisata syariah kepada anak-anaknya.
IV.4 Pedoman Wisata Syariah sebagai Rekonstruksi Pariwisata Syariah di Indonesia
Hambatan utama yang jelas dalam pencarian makna dan potensi pengembangan pariwisata syariah adalah ketidaktersediaan panduan resmi pariwisata syariah. Hal ini akan mempengaruhi pengelolaan indutri kreatif sebagai penopang pariwisata syariah. Pemerintah dan lembaga wisata syariah, seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Asosiasi hotel dan Restoran Syariah Indonesia (Ahsin), dapat mengembangkan pedoman supaya pelaksanaan pariwisata syariah menjadi jelas. Terdapat beberapa aspek usulan yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam melakukan pariwisata syariah yaitu :
1. Tujuan dan manfaat pariwisata syariah, yaitu untuk meningkatkan keimanan seseorang meskipun tidak melakukan umrah dan haji. Selain menikmati keindahan alam sekitar juga dapat menambah wawasan keislaman seseorang.
2. Syarat dalam melakukan perjalanan pariwisata terdapat dua hal penting yang disyariatkan untuk muslim, pertama, seorang muslim harus mampu menampakkan keislamannya, kedua, tidak bepartisipasi daklam perkumpul maksiat dan acara yang diharamkan.
3. Hukum pariwisata
a. Mustabahah (dianjurkan ): tujuan diadakannya untuk keperluan da’wah, merenungkan tanda-tanda alam yang merefleksikan kebesaran allah, dan untuk mengatasi nasib bangsa-bangsa terdahulu.
b. Mubah: mendapatkan hiburan, kegembiraan, dan kesenangan jiwa. Namun, tidak berpotensi membuat kerusakan.
c. Makruh: hiburan semata dan tidak memiliki tujuan syari.
d. Haram. bertujuan maksiat, mempersempit hak-hak Allah , dan berpartisipasi dalam perayaan keagamaan lain.
4. Adab Perjalanan
a. Doa selama kegiatan yang merupakan salah satu bentuk peningkatan iman bagi wisatawan sehingga nilai-nilai islam dapat terus berjalan.
b. Etika, kegiatan wisata memiliki tujuan untuk mencari Ridho Allah SWT.
c. Pramuwisata sebagai pemimpin wisatawan dalam perjalanan.
d. Pakaian yang dikenakan sesuai dengan syariat Islam.
5. Aktivitas Wisatawan
a. Ibadah bagi wisatawan: Shalat wajib bagi setiap muslim dan fiqih shalat dalam perjalanan serta ibadah lainnya
b. Arena bermain dan tempat hiburan: boleh selama tidak membuat lalai dan bersinggungan dengan yang haram.
c. Kuliner: memperhatikan kehalalan dan kethayiban makanan yang dikonsumsi.
6. Fasilitas wisata syariah
a. Menjamin ketersediaan makan halal
b. Tidak mengabaikan perangkat shalat
c. Tour gate yang bersahabat dan raham
d. Pelayanan yang diberikan mengikuti standar halal yang berlaku’
e. Penginapan atau tempat minum