Sertifikasi Halal telah menjadi isu hangat di tengah kehidupan masyarakat terutama bagi para pelaku industri makanan dan minuman. Indonesia sebagai negara mayoritas muslim dan menjadi negara terbesar kedua populasi muslim di dunia telah menunjukkan awareness yang tinggi dalam penerapan Halal Lifestyle termasuk dalam pengawalan mandatory halal yang telah dimulai sejak tahun 2019.
Kewajiban sertifikasi halal seringkali menjadi hal yang kontroversial terutama dalam konteks efisiensi ekonomi dan keadilan sosial. Di tengah perdebatan tersebut, langkah menarik dilakukan yakni dengan kebijakan Wajib Halal mundur menjadi 2026. Hal ini menjadi menarik bagi berbagai pihak.
Keputusan pemerintah untuk menunda pemberlakuan kewajiban sertifikasi halal bagi UMKM ditetapkan dari semula 2024 menjadi 2026. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, keputusan ini diambil dalam rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama sejumlah menteri.
Alasan kebijakan ini adalah membaca dari target awal sertifikasi halal yang ditetapkan sebanyak 10 juta UMKM, saat ini baru tercapai sekitar 4.418.343 sertifikasi halal UMKM. Artinya, masih jauh dari target.
“Oleh karena itu tadi bapak presiden memutuskan bahwa untuk UMKM makanan minuman dan yang lain itu pemberlakuannya diundur tidak 2024, tetapi 2026, disamakan dengan (mulainya kewajiban sertifikasi halal) obat tradisional, herbal dan yang lain. Jadi khusus UMKM itu digeser ke 2026,” ujar Airlangga di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (15/5).
Adapun, UMKM yang dimaksud adalah usaha mikro dengan penjualan senilai Rp 1 miliar – Rp 2 miliar per tahun dan UMKM kecil yang penjualannya sampai dengan Rp 15 miliar per tahun. kewajiban sertifikasi halal tahun 2026 juga ditetapkan untuk kategori obat tradisional, herbal dan yang lain, produk kimia kosmetik, aksesoris, barang gunaan rumah tangga, serta berbagai alat kesehatan. Sedangkan, sertifikasi halal usaha yang tergolong menengah dan besar tetap mulai diberlakukan per 17 Oktober 2024. Sebelumnya, UMKM mengeluhkan kurang masifnya sosialisasi kewajiban sertifikasi halal yang akan jatuh pada 17 Oktober 2024.
Keputusan untuk memundurkan kewajiban sertifikasi halal atau yang biasa di dengar WHO (Wajib Halal Oktober)2024 menjadi tahun 2026 tidak diambil secara sembarangan. Salah satu alasan utamanya adlah untuk kembali meninjau kembali efektififitas kebijakan tersebut dalam mencapai tujuan utamanya. Tujuan utama dari sertifikasi halal adalah untuk memberikan kepastian kehalalan produk dari hulu sampai hilir atau biasa di dengar sebagai Halal Value Chain / rantai pasok halal.
Sumber : pexels.com
Mundurnya kewajiban sertifikasi halal pada tahun 2026 menjadi angin segar bagi para pelaku UMKM. Sosialisasi terkait kebijakan WHO (Wajib Halal Oktober) dirasa masih kurang masif, maka keputusan tersebut dirasa menjadi keputusan yang tepat guna lebih mengakselerasi UMKM yang tersertifikasi halal secara kuantitas. Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesa (AKUMANDIRI) Hermawati Setyorinny mengatakan, sosialisasi aturan kewajiban sertifikasi halal belum sepenuhnya dapat diketahui UMKM, terutama usaha mikro. Menurutnya, sosialisasi yang selama ini dilakukan masih kurang masif karena pemahaman kewajiban sertifikasi baru dapat dipahami dengan baik oleh sebagian UMKM binaan kementerian/lembaga, pemerintah daerah maupun perusahaan.
Perpanjangan hingga tahun 2026 juga telah diperhitungkan dengan matang. Hal ini diharapkan dapat membawa perbaikan pada pendanaan dan aspek teknis lainnya. Badan Jaminan Produk Halal (BPJPH) harus menerbitkan 102.000 sertifikat setiap hari untuk memenuhi permintaanSebaliknya, lembaga yang berada di bawah naungan Majelis Ulama Indonesia (MUI) rata-rata hanya menerbitkan 2.678 sertifikat. Dalam penyelenggaraan JPH, BPJPH bekerjasama dengan kementerian dan lembaga terkait, Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), Lembaga Penunjang Pengolahan Produk Halal (LP3H), Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan Komite Fatwa Produk Halal.
BPJPH juga melakukan kerja sama internasional di bidang jaminan produk halal. Sementara itu, di dalam negeri, serangkaian inisiatif sedang dilakukan untuk memperkuat implementasi JPH melalui kolaborasi antara BPJPH dengan pemangku kepentingan terkait mulai dari kementerian/lembaga, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, perguruan tinggi, organisasi ekonomi, pemerintah daerah, dan organisasi kemasyarakatan. (BPJPH terus memperluas sinergi dengan berbagai pemangku kepentingan untuk memperkuat implementasi JPH.
BPJPH terus memperluas sinergi dengan berbagai pemangku kepentingan untuk memperkuat ekosistem Halal Indonesia. Tujuannya untuk mewujudkan impian Indonesia menjadi pusat produksi produk Halal terkemuka di dunia.
Sumber :
https://www.cnbcindonesia.com/news/20240515211152-4-538493/jokowi-tunda-kewajiban-sertifikat-halal-umkm-ke-2026-ini-alasannya
https://bpjph.halal.go.id/detail/tentang-bpjph
https://www.republika.id/posts/52804/kewajiban-sertifikasi-halal-usaha-mikro-kecil-ditunda-hingga-2026
https://nasional.kontan.co.id/news/pemberlakuan-kewajiban-sertifikasi-halal-bagi-umkm-diundur-menjadi-tahun-2026