Oleh: Muhammad Syauqy Alghifary (Presidium Nasional FoSSEI)
Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia yang mencapai 237 juta jiwa, Indonesia memiliki visi untuk menjadi pusat industri halal dunia yang dimanifestasikan dalam Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2019-2024. Salah satu bentuk keseriusan pemerintah untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan mengatur bahwa semua produk yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia wajib bersertifikat halal. Hal ini telah ditetapkan dalam pasal 4 Undang-Undang (UU) Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal dan dipertegas kembali dalam pasal 2 ayat 1 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal.
Terbaru, yang dilakukan oleh pemerintah berkaitan dengan industri halal adalah memperbarui logo yang akan digunakan dalam label halal. Logo ini menjadi identitas kehalalan produk yang wajib dicantumkan oleh pelaku usaha pada kemasan produknya sebagai bukti telah tersertifikasi halal. Pembaruan logo halal sejatinya tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku yakni pasal 89 dan 90 PP Nomor 39 tahun 2021. Dalam peraturan tersebut, sebuah logo halal dapat berupa kombinasi dari gambar dan tulisan yang menjadi kewenangan BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal) untuk menetapkannya. Terlepas dari pro-kontra yang muncul dari pembaruan logo tersebut, terdapat kebijakan lain yang perlu menjadi perhatian masyarakat berkaitan dengan sertifikasi halal.
Menteri Agama Republik Indonesia, Yaqut Cholil Qoumas, dalam acara kick-off program SEHATI (Sertifikasi Halal Gratis) yang dilaksanakan pada 8 September tahun lalu menargetkan 15 juta Usaha Mikro dan Kecil (UMK) telah mendapat sertifikat halal dalam kurun waktu 2 tahun (Fahlevi, 2021). Namun sampai 5 November 2021 atau 58 hari sejak peluncuran program SEHATI, Sistem Informasi Halal BPJPH baru menerima 24.308 pengajuan sertifikasi halal dari pelaku UMK yang terdiri atas 19.209 usaha mikro dan 5.099 usaha kecil (Mastuki, 2021). Jika dihitung maka rata-rata pengajuan sertifikasi halal UMK adalah 419 per hari. Dengan rata-rata tersebut, maka dalam 2 tahun hanya mampu mencapai setidaknya 305.870 sertifikasi halal bagi UMK atau hanya 2,03% dari target.
Pelaku UMK nyatanya menjadi target utama pemerintah dalam percepatan sertifikasi halal untuk mendukung pengembangan industri halal di Indonesia. Berdasarkan data terbaru yang dirilis oleh Kementarian Koperasi dan UKM, jumlah usaha mikro di Indonesia mencapai 64,6 juta unit disertai usaha kecil yang tercatat sebanyak 786 ribu unit. Kedua kelompok usaha tersebut jika dijumlahkan mencakup 99,89% dari total unit usaha terdaftar yang ada di Indonesia. Jumlah ini tentunya perlu menjadi perhatian pemerintah dalam upaya percepatan sertifikasi halal. Sebagai langkah serius untuk membantu UMK, BPJPH merilis program “10 Juta Produk UMK Bersertifikat Halal” dalam agenda Rapat Kerja Nasional yang dilaksanakan pada 27 Maret 2022 (Dewi, 2022).
Namun di lain kesempatan, Muhammad Aqil Irham selaku Kepala BPJPH menyatakan bahwa tahun ini Kementerian Agama hanya menyediakan kuota 25 ribu sertifikat halal gratis bagi UMK dalam setahun (Ratriani, 2022). Jumlah ini tentunya terhitung sedikit dibanding target yang ingin dikejar oleh BPJPH sendiri. Dengan kapasitas sebatas 25 ribu per tahun, pemerintah hanya mampu memfasilitasi kurang dari 100 ribu UMK hingga tahun 2024 nanti yang merupakan akhir dari periode Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia. Bahkan dengan target 10 juta UMK per tahun, BPJPH belum mampu mencapai setengah dari total UMK di Indonesia dalam waktu 3 tahun ke depan.
Faktanya, penyediaan fasilitas berupa sertifikasi halal gratis bagi UMK merupakan kewajiban yang harus ditunaikan sebagaimana diamanahkan dalam pasal 48 ayat 20 UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Namun jika ditelusuri dalam Keputusan Kepala BPJPH Nomor 141 tahun 2021, permohonan sertifikat halal secara reguler bagi UMK dikenakan tarif Rp 300.000. Padahal dalam pasal 79 ayat 1 PP Nomor 39 tahun 2021 mengatur bahwa kewajiban bersertifikat halal bagi pelaku UMK didasarkan atas pernyataan pelaku UMK (Self Declare). Hal ini diperkuat pula dalam pasal 5 ayat 1 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 57 tahun 2021 yang menggratiskan layanan sertifikasi halal secara self declare bagi pelaku UMK. Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut, maka BPJPH tidak perlu mengadakan layanan sertifikasi halal secara reguler dan berbayar bagi pelaku UMK.
Di samping masalah tarif layanan sertifikasi halal, pemerintah juga kurang tegas dalam menyelenggarakan jaminan produk halal. Hal tersebut dinilai dari bagaimana sanksi yang diberikan oleh pemerintah bagi pelaku usaha yang mengedarkan produk tidak halal. Dalam pasal 93 PP Nomor 39 tahun 2021, pemerintah mewajibkan produk yang berasal dari bahan yang diharamkan untuk mencantumkan keterangan tidak halal. Namun sanksi yang diberikan bagi pelanggar aturan tersebut hanya berupa peringatan tertulis yang merupakan sanksi teringan sebagaimana diatur dalam pasal 150 ayat 2 PP Nomor 39 tahun 2021. Sanksi ini berbeda jauh dengan yang diberikan kepada pelaku usaha yang tidak menjaga kehalalan produk yang telah memperoleh sertifikat halal, yakni berupa pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak 2 miliar rupiah.
Berdasarkan permasalahan yang telah dibahas, pemerintah dinilai perlu mengevaluasi sejumlah kebijakan yang berkaitan dengan jaminan produk halal sebagai upaya mendorong perkembangan industri halal di Indonesia. Pertama, BPJPH sebagai representasi pemerintah diharapkan mampu meningkatkan kuota layanan sertifikasi halal gratis menjadi 15-20 juta per tahun agar dapat mencapai lebih dari setengah jumlah UMK pada tahun 2024. Kedua, BPJPH harus mengutamakan layanan sertifikasi halal bagi UMK melalui jalur self declare secara gratis serta menggencarkan sosialisasi mengenai tata cara melakukan self declare untuk memproses sertifikasi halal. Ketiga, pemerintah perlu mempertegas aturan terhadap pelaku usaha yang mengedarkan produk tidak halal dengan meningkatkan pengawasan serta memperkuat sanksi bagi pelaku usaha yang tidak melaksanakan aturan.
Referensi
Dewi, A. P. (2022, March 27). Menag apresiasi program 10 juta produk bersertifikat halal BPJPH. Antara. https://www.antaranews.com/berita/2785517/menag-apresiasi-program-10-juta-produk-bersertifikat-halal-bpjph
Fahlevi, F. (2021, September 8). Menteri Agama Targetkan 15 Juta UMK Raih Sertifikasi Halal dalam Dua Tahun. Tribunnews. https://www.tribunnews.com/nasional/2021/09/08/menteri-agama-targetkan-15-juta-umk-raih-sertifikasi-halal-dalam-dua-tahun
Mastuki. (2021, November 19). Update Sertifikasi Halal di Indonesia: Ekspektasi dan Kenyataan. Kemenag. https://kemenag.go.id/read/update-sertifikasi-halal-di-indonesia-ekspektasi-dan-kenyataan-8njgk
Ratriani, V. (2022, March 21). Simak, Syarat Sertifikasi Halal Gratis 2022 bagi UKM. Kontan. https://kiaton.kontan.co.id/news/simak-syarat-sertifikasi-halal-gratis-2022-bagi-ukm