Sejak tahun 2012-2018 usaha yang tersertifikasi halal terus mengalami peningkatan, pada 2019 Indonesia menempati peringkat kelima dalam kategori Top Global Islamic Economic Indicator, pada daftar Top 10 Islamic Finance Indonesia berada pada peringkat kelima, sementara untuk Top 10 Muslim Friendly Travel Indonesia berada diperingkat ke empat, dan untuk Top 10 Modest Fashion peringkat Indonesia masuk ke tiga besar dunia di ranking ke tiga, namun untuk sector halal Food Media and Recreation dan Pharma and Cosmetics tidak masuk ke dalam peringkat besar. Dukungan pemerintah terhadap proses sertifikasi halal menjadi sangat penting, terlihat dari pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) sebagai amanat dari UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang jaminan produk halal. Ada tiga pihak yang terlibat dalam proses sertifikasi halal sebuah produk yang diajukan oleh para pelaku usaha yaitu, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Masing-masing sudah memiliki tugas dan tanggung jawabnya dalam tahapan sertifikasi produk halal.
PERKEMBANGAN INDUSTRI HALAL DI INDONESIA
Perkembangan industri halal di Indonesia dibagi menjadi beberapa sektor khususnya makanan dan minuman, kemudian sektor fashion atau yang lebih dikenal dengan modis fashion, ada juga sektor lain seperti kosmetik dan farmasi, sektor muslim friendly tourism, dan sektor media konten rekreasi dsb. Indonesia adalah negara yang mampu memproduksi produk halal sangat berkualitas, khususnya untuk produk makanan dan minuman dan juga kosmetik. Jika kita lihat bagaimana produk-produk atau brand-brand besar sudah masuk di Indonesia, dan semua itu sudah bersertifikasi halal. Perkembangan industri halal di Indonesia sudah jauh lebih awal perkembangannya dibandingkan dengan Perbankan Syariah, yang telah kita ketahui Perbankan Syariah mulai berkembang di awal tahun 90-an yang mana saat itu Bank Muamalat berdiri sebagai Bank Syariah pertama. Sementara jika dilihat lebih mundur lagi halal sertifikasi sudah diterapkan di Indonesia kurang lebih sudah 32 tahun, karena masyarakat Indonesia membutuhkan produk halal, dan produk halal tersebut sangat inklusif bisa dinikmati oleh semua kalangan, tidak hanya untuk masyarakat muslim saja. Oleh karena itu pemerintah mencoba mendorong bagaimana sektor produksi bisa berkembang lebih besar lagi, beberapa alternatif yang sedang dikembangkan salah satunya adalah pengembangan Kawasan industri halal. Kawasan industri halal adalah upaya untuk mencoba melakukan industrialisasi di hari potensi yang ada di Indonesia, bagaimana suatu produk itu dibuat lebih berkualitas, lebih meningkat jumlah kuantitas produksinya dan bisa di produksi secara continue, mudah di transportasikan ke pasar ataupun masyarakat yang membutuhkan baik di dalam ataupun di luar negeri, dengan cara tersebut aka nada suatu mekanisme industrialisasi yang berkembang yang nantinya akan mendorong banyak nya pengembangan di sektor UMKM yang menjadi Room Material ataupun produk-produk bahan yang ada di masyarakat Indonesia. Di sektor makanan dan minuman sertifikasi halal sudah berlangsung lama, pemerintah sangat mensupport perkembangan dari sertifikasi halal, ada Undang-Undang jaminan produk halal yang sudah berlaku ditahun 2019 dan kemudian di tahun 2020 ada Undang-Undang cipta kerja yang didalamnya termasuk salah satunya adalah memfasilitasi pelaksanaan dari sertifikasi halal. Ada peran pemerintah yang turut hadir untuk membangun proses industri halal, tidak hanya membuat kawasan industri nya, tetapi juga memudahkan proses sertifikasi halal baik untuk yang besar, menengah maupun untuk yang kecil.
Kemudian adanya Halal Lifestyle sangat berperan penting di dalam pertumbuhan industri halal di Indonesia, contoh salah satu yang konkrit bagaimana halal bisa berkembang dengan baik adalah bisa dilihat dari produk modis fashion seperti hijab. Kaum perempuan yang ada di Indonesia saat ini apabila menggunakan hijab sangat percaya diri, tampil keren, tampil lebih cantik, jauh lebih pede dibandingkan beberapa puluh tahun yan. Trend itu berkembang dengan memakai produk modis fashion akan meningkatkan gaya hidup masyarakat, oleh karna itu proses ini harus kita support dengan industrialisasi yang baik, jangan hanya menjadi pasar dari produk-produk yang datang kemudian dijual di Indonesia, akan tetapi kita juga memproduksi produk yang berkualitas untuk di supply kepada market dalam negeri dan market internasional.
KEDUDUKAN SERTIFIKASI HALAL DAN IMPLEMENTASINYA BAGI BISNIS PRODUK HALAL DI INDONESIA
Kedudukan sertifikasi halal dalam sistem hukum nasional di Indonesia mempunyai kedudukan yang sentral, karena sertifikasi halal termaktub dalam UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal yang secara sistem hukum merupakan bagian dari sistem hukum, yaitu substansi hukum yang mempunyai kekuatan hukum dan kepastian hukum serta bersifat imperative. Dan hal ini sebagai upaya perlindungan konsumen dalam hukum islam. Kedudukan fatwa halal Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada dasarnya sama seperti pada fatwa ulama pada umumnya, yaitu terkait dengan Lembaga yang menghasilkan fatwa tersebut, yaitu ulama yang bergabung MUI khususnya dalam komisi fatwa MUI. Fatwa halal yang dihasilkan oleh MUI ditaati dan dipatuhi oleh pemerintah dan umat islam. Pemerintah mematuhinya seperti tercermin dalam peraturan perundang-undangan yang ada. Ketaatan pemerintah terhadap fatwa halal MUI terlihat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kebijakan-kebijakan yang dibuat pemerintah berkaitan dengan persoalan kehalalan pangan. Hal ini tercermin dalam UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan, UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dan terakhir UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.[1]
SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL BADAN PENYELENGGARA JAMINAN PRODUK HALAL (BPJPH)
Jaminan produk halal merupakan kepastian hukum terhadap kehalalan suatu produk yang dibuktikan dengan sertifikat halal. Sebelum berdirinya BPJPH, sistem jaminan haal durus dan ditentukan kriterianya oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), penyusunan dokumennya, manual sistem jaminan halalnya, semua ketentuan itu ada di Majelis Ulama Indonesia (MUI). Akan tetapi dengan transisi kepengurusan sertifikat halal dari MUI ke BPJPH ada langkah-langkah yang dicicil satu persatu hingga akhirnya sekarang ini sudah menggunakan sistem jaminan produk halal dengan tamplate dokumen yang baru. Dokumen jaminan produk halal itu sendiri didalamnya memuat mengenai jaminan produk halal perusahaan yang bersangkutan.
Sistem jaminan produk halal merupakan sistem yang terintegrasi, disusun, diterapkan, dan dipelihara untuk mengatur bahan, proses produksi, produk, sumber daya, dan prosedur dalam rangka menjaga kesinambungan proses produk halal. Tujuan penyusunan dan penerapan SJPH di perusahaan adalah untuk menjaga kesinambungan proses produksi halal, sehingga produk yang dihasilkan dapat selalu dijamin kehalalan nya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan jaminan produk halal. Ruang lingkup dari SJPH ini ada 4, yaitu:
- Persyaratan pada setiap tahapan proses produk halal dan penanganannya sesuai syariat islam.
- Persyaratan dan prosedur dalam kegiatan PPH (komitmen dan tanggung jawab, bahan, PPH, produk, pemantauan dan evaluasi).
- Berlaku untuk semua kategori produk yang wajib bersertifikat halal.
- Diterapkan pada semua kategori pelaku usaha yang dikenakan kewajiban sertifikasi halal baik usaha mikro, kecil, menengah, dan besar.
Kriteria SJPH adalah ukuran yang menjadi dasar penilaian atau penetapan jaminan produk halal, meliputi lima aspek yaitu komitmen dan tanggung jawab, bahan, proses produk halal, produk, pemantauan dan evaluasi. Kriteria SJPH sangat perlu untuk diperhatikan, karena kriteria ini merupakan ukuran indicator yang menjadi dasar penilaian atau penetapan jaminan produk halal, terdiri dari lima aspek yaitu komitmen dan tanggung jawab dari manajemen dan juga perusahaan, kemudian bahan proses produk halal serta pemantauan dan evaluasi. Kriteria SJPH dibangun atas lima kerangka prinsip dasar (arkan al-halal) meliputi komitmen dan tanggung jawab, bahan, PPH, produk, pemantauan dan evaluasi.[2]
Proses produk halal yang disingkat PPH adalah rangkaian kegiatan untuk menjamin kehalalan produk mencakup penyediaan bahan, pengolahan, penimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian produk.[3] SJPH juga memiliki asas-asas, jadi SJPH ini ada dengan dasar-dasar yaitu perlindungan, keadilan, kepastian hukum, akuntabilitas dan transparansi, efektifitas dan efisiensi, profesionalitas, nilai tambah dan daya saing inilah yang mendasari adanya ketentuan SJPH bagi perusahaan yang ingin mengajukan sertifikasi halal.[4]
SJPH itu bisa diisdahkan seperti “apa yang akan kamu lakukan harus ditulis dalam dokumen manual sistem jaminan produk halal” kemudian apa yang sudah tertuang di dokumen manual SJPH itu harus dilakukan. Untuk dokumen pendukungnya perusahaan harus mempunyai dokumen pendukung berupa sertifikat halal atau dokumen pendukung lainnya yang dapat membuktikan bahwa semua bahan yang digunakan tidak termasuk bahan yang kritis kehalalannya. Dokumen pendukung tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
- Dokumen pendukung untuk bahan yang digunakan harus valid dan/atau masih berlaku; dan
- Dokumen pendukung yang berupa surat pernyataan fasilitas produksi yang bebas dari babi (statement of prok free facility) harus dikeluarkan oleh produsen, bukan dari distributor/[5]
Oleh: Dea Ananta
Kelompok Studi Ekonomi Islam (KSEI) Fakultas Ekonomi & Bisnis Islam
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palangka Raya
DAFTAR PUSTAKA
Agus, Panji Adam, “Kedudukan Sertifikasi Halal Dalam Sistem Hukum Nasional Sebagai Upaya Perlindungan Konsumen Dalam Hukum Islam,” Amwaluna: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Syariah, 1.1 (2017), 150–65
Binti Muhammad, Jaidatul fikri, “Makanan, Obat-Obatan Serta Kosmetik Ilegal Dalam Efektivitas Hukum Islam Dan Uujph Di Aceh,” Jurisprudensi: Jurnal Ilmu Syariah, Perundang-undangan, Ekonomi Islam, 11.1 (2019), 23–43
Hamidatun, Hamidatun, dan Shanti Pujilestari, “Pendampingan Penerapan Sistem Jaminan Produk Halal di UMKM Sayap Ayam Krispi Kota Bekasi,” Jurnal Abdi Masyarakat Indonesia, 2.2 (2022), 609–16
Kementerian Agama Republik Indonesia, “Penggunaan Template Manual Sistem Jaminan Produk Halal,” Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal, 13, 2021
S.indinesia, “Jaminan Produk Halal di Indonesia,” Jurnal Legislasi Indonesia, 14.1 (2017), 99–108
[1] Panji Adam Agus, “Kedudukan Sertifikasi Halal Dalam Sistem Hukum Nasional Sebagai Upaya Perlindungan Konsumen Dalam Hukum Islam,” Amwaluna: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Syariah, 1.1 (2017), 150–65
[2] Hamidatun Hamidatun dan Shanti Pujilestari, “Pendampingan Penerapan Sistem Jaminan Produk Halal di UMKM Sayap Ayam Krispi Kota Bekasi,” Jurnal Abdi Masyarakat Indonesia, 2.2 (2022), 609–16
[3] S.indinesia, “Jaminan Produk Halal di Indonesia,” Jurnal Legislasi Indonesia, 14.1 (2017), 99–108.
[4] Jaidatul fikri Binti Muhammad, “Makanan, Obat-Obatan Serta Kosmetik Ilegal Dalam Efektivitas Hukum Islam Dan Uujph Di Aceh,” Jurisprudensi: Jurnal Ilmu Syariah, Perundang-undangan, Ekonomi Islam, 11.1 (2019), 23–43
[5] Kementerian Agama Republik Indonesia, “Penggunaan Template Manual Sistem Jaminan Produk Halal,” Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal, 13, 2021.