/tmp/fgddo.jpg FoSSEI MENULIS : Aku dan Kita (Penggiat Ekonomi Syariah) - fossei.org

FoSSEI MENULIS : Aku dan Kita (Penggiat Ekonomi Syariah)

FoSSEI MENULIS : Aku dan Kita (Penggiat Ekonomi Syariah)

 

Aku dan Kita

(Penggiat Ekonomi Syariah)

Oleh : Dina Amaliyah El Maghfirah ( KSEI SES-C IPB )

Pada kesempatan kali ini, saya akan menyampaikan keresahan seorang mahasiswa mengenai halal lifestyle di Indonesia. Lifestyle adalah suatu pola tingkah laku dan minat dalam hidup atau bekerja. Dari sini, kita dapat mengetahui kemana seseorang akan menghabiskan waktunyaatau membelanjakan uangnya. Tambahan kata halal disini mengindikasikan bahwa gaya hidup seseorang harus halal, artinya dapat merefleksikan kepada kehidupannya mengenai apa-apa saja yang diperbolehkan dalam islam, sehingga esensinya makna halal juga berarti tayyib (baik).

Baru-baru ini, di IPB dihebohkan dengan kasus “Student Loan”, dimana IPB dan beberapa kampus lainnya bekerjasama dengan Bank BTN alias Bank Konvensional. Dalam islam tentunya apapun yang berhubungan sekalipun hanya bersinggungan dengan riba, maka diharamkan. Student-Loanada karena beberapa hal.

Pertama, mahasiswa kurang mampu atau penerima bidikmisi dari pemerintah yang menerima uang sebesar +- Rp 500.000,- per bulan belum mampu menutupi seluruh kebutuhan hidupnya. Kedua, Paparan oleh Prof. Dr. Muhammad Firdaus, SP, M.Si, Dosen Ilmu Ekonomi IPB bahwa APBN yang ada di Indonesia terlalu banyak dialokasikan untuk perguruan tinggi, yaitu sekitar 43%. Hal ini justru bertolak belakang dengan kebanyakan pendidikan terakhir masyarakat indonesia adalah 8 tahun atau setara dengan kelas 2 SMP, yang artinya tersirat bahwa APBN seharusnya lebih banyak dikucurkan untuk mereka yang ingin lanjut pendidikan ke tingkat SMA, akibatnya Student-Loan semakin dibutuhkan kedepannya. Ketiga, banyak negara-negara yang sudah menerapkan Student-Loan, entah gagal seperti Ghana atau masih berjalan dengan baik seperti Malaysia dan Arab dengan sistem keuangan islam didalamnya.

 

 

Dari rangkaian kalimat diatas, mungkin anda dibuat bingung perihal apa yang terjadi dan apa yang saya dukung sebenarnya sebagai mahasiswa Ekonomi Syariah. Tentunya saya menolak secara penuh mengenai riba, hanya saja kita semua (penggiat Ekonomi Syariah) dituntut solusi, solusi dengan fakta, solusi dengan data, solusi dengan realita tentang bagaimana Student-Loan dalam skim syariah akan lebih baik apabila kita kembangkan. Bagaimana lulusan ekonomi syariah atau jurusan syariah lainnya tidak hanya bekerja pada lembaga atau perusahaan yang sudah syariah, tetapi juga perusahaan bergengsi dan bahkan menjadi seorang pengusaha yang mempunyai kekuasaan untuk mengendalikan segala sistem didalamnya menjadi halal serta mengambil alih kepemilikan menjadi milik Indonesia. Margin, bukan riba. Bagi Hasil, bukan bunga. Sharing Risk, bukan Transfering Risk. Zakat, bukan Pajak. CSR dengan Wakaf, Infaq dan Shodaqoh. Kepemilikan oleh Umat Muslim.

Solusi awal yang saya tawarkan adalah dengan mendukung secara penuh gerakan Kampanye Nasional dari FoSSEI, karena dengan adanya gerakan FoSSEI mengajar maka masyarakat mengetahui bahwa ada ekonomi islam. Dengan adanya gerakan FoSSEI menulis maka akan lahir tulisan kajian, jurnal, artikel, data serta solusi untuk perekonomian yang lebih baik. Dengan adanya gerakan #BeraniHalal dan Halalvidgram maka akan memasifkan ekonomi islam dan banyak melahirkan dukungan kepada ekonomi islam. Dengan adanya gerakan Word of Mouth pada CFD tanggal 13 Mei 2018 nanti, maka akan membiasakan mahasiswa terbiasa untuk berdakwah terkait ekonomi islam dan berani mengatakan apa yang benar dan apa yang salah.

Solusi tahap selanjutnya adalah semangat berwirausaha. Pengusaha erat kaitannya dengan inovasi. Inovasi erat kaitannya dengan teknologi dan Informasi. Dengan adanya bonus demografi nantinya lapangan kerja akan semakin menurun. Maka solusi terbaiknya adalah menjadi pengusaha yang paham perdagangan dalam islam serta mampu menguasai teknologi. Kutipan dari Dr. Dino Patti Djalal adalah bahwa “Cara terbaik bagi umat islam di Indonesia untuk maju adalah dengan membangun enterpreneurship. Di sini sebenarnya kita mempunyai banyak peluang. Jangan lupa, nabi Muhammad SAW adalah pedagang yang apik, Islam masuk ke Indonesia bukan melalui perang tapi melalui perdagangan, dan gerakan nasionalisme kita pun dimulai antara lain dengan munculnya Syarikat Dagang Islam. Saya tidak tahu kenapa selama puluhan tahun di abad ke-20 umat islam menjadi layu semangat entrepreneurship-nya, namun yang jelas sekarang kita mempunyai peluang untuk membentuk jutaan entrepreneur muslim modern di Indonesia. Saya yakin sekali semangat entrepreneurship-etos untuk selalu mencari nilai tambah, dan semangat berinovasi dan sukses-merupakan bagian penting dari ajaran islam yang terus digali dan dijalankan oleh umat kita.”

Solusi tahap berikutnya adalah pemberdayaan dana sosial islam untuk kegiatan pertanian dan perikanan di Indonesia. Dimana Indonesia kaya akan SDA, tetapi lulusan perkuliahan banyak lari ke perkantoran. Tercatat bahwa merk dagang asing “Starbuck” mampu menjual harga kopi rata-rata Rp 50.000,- /cup, padahal ia hanya membeli biji kopi seharga Rp. 25.000,-/kg ke petani. Artinya, apabila 1 kg menghasilkan 100 gelas kopi maka share yang diterima petani tidak lebih dari 0,5%. Bagaimana cara mengubahnya ? Menurut Dr. Lukman M Baga, StafPengajarDepartemenAgribisnis FEMIPB caranya adalah mengubah paradigmadari Wirausaha Individu menjadi Wirausaha Berjamaah. Transformasi Kompetisi menjadi Koopetisi. Institusi yang bersinergi dengan mengkonvergensikan program. Mahasiswa dengan ilmunya yang mumpuni dapat menjadi imam para petani yang masih menjadi makmum (bekerja sendiri-sendiri). Mahasiswa dan praktisi dapat menghubungkan langsung antara petani dan pemodal (dengan berbagai skema pembiayaan) serta pasar sehingga nantinya ke- dzoliman yang ada dipetani kita sekarang dapat di berantas.Today, we say “we are one” not “ w e are number one” .

 

 

The last but not the least Solution adalah bahwa agama dan politik tidak bisa dipisahkan. Ekonomi Islam harus masuk kepada Ekonomi Indonesia. Saya setuju apabila para penggiat ekonomi syariah harus masuk kedalam ranah politik nantinya, karena menurut Dr. Dino Patti Djalal “Saya tidak setuju kalau anak muda yang mengatakan ‘politik itu kotor’ atau ‘politik itu jahat’. Ini terlalu simplistis. Politik itu bukan kotor. Politik adalah perseteruan abadi antara bersih dan kotor, antara baik dan buruk, antara benar dan salah. Kalau orang-orang yang berniat baik menjauh dari panggung politik, maka panggung politik akan dikuasai oleh mereka yang berhati buruk. Makanya saya sangat mendorong orang-orang yang bersih agar jangan ragu menyerbu panggung politik sehingga politik Indonesia dikuasai oleh kebenaran dan kebaikan.”. Karena dengan kekuasaan berbasiskan islam, hukum dapat ditegakkan seadil-adilnya, wacana pemotongan zakat untuk ASN dapat terealisasi dan PerPres no 20 tahun 2018 yang pro tenaga kerja asing bisa dihapuskan.

Saya Dina Amaliyah El Maghfirah Mahasiswa Ekonomi Syariah Institut Pertanian Bogor mendukung kegiatan “Kampanye Nasional 2018” yang diselenggarakan oleh Forum Silahturahmi Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) dengan hastag #BeraniHalal. Yuk, gentarkan semangat lalu bangun konsep dan realisasikanlah. Semangat berjuang, karena masih banyak PR yang harus kita

selesaikan. Allah hanya menyuruh kita berjuang semaksimal mungkin. Masalah hasil, insyaAllah akan selalu diberikan yang terbaik jika kita melakukan yang terbaik. Choose your goal, choose your fight, and choose your friends well.Me, we (Muhammad Ali, Petinju)

#FoSSEIMenulis #BeraniHalal #KamnasFoSSEI #SES-C #IPB

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *