Oleh: Siti Dalilah (KSEI ForSEI PNJ)
Menghadapi era perekonomian terbuka, informasi yang bisa didapatkan dimana saja, kapan saja tanpa ada gangguan dan halangan apapun dan siapapun tentunya perlu sikap tanggap dan respon cekatan dari setiap bangsa dari suatu negara agar tidak tertinggal dan dapat menjadi the follower yang baik dalam pengimplementasiannya. Hal ini disebabkan karena adanya bauran teknologi yang menyeruak dan mempengaruhi ke segala penjuru secara berangsur-angsur. Bauran ini tidak dapat dihindari karena dari mulai kita bangun sampai melakukan aktivitas sudah tersentuh dengan bauran teknologi tersebut walaupun belum secanggih penerapannya dibanding negara-negara adidaya. Indonesia dalam penggunaan teknologi dapat dijelaskan posisinya dari data berikut:
Tabel 1 Daftar 7 Negara Peringkat Teratas Pengguna Internet 2013 – 2018 (dalam jutaan jiwa) (diambil dari situs http://www.depokpos.com/arsip/2018/04/bank-dan-fintech-berkolaborasi-atau-bersaing/ )
Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki potensial penggunaan teknologi dan merupakan respon yang perlahan demi perlahan mulai terbiasa dan sangat memiliki peran penting dengan adanya fintech ini. Peringkat 6 yang didapatkan merupakan tolak ukur seberapa terserapnya perubahan teknologi di Indonesia pada berbagai aspek yaitu aspek ekonomi, aspek keuangan, aspek sosial, aspek budaya, aspek poleksosbudhankam. Kaitannya dengan mendongkrak roda perekonomian Indonesia agar dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mencapai angka atau indeks kesejahteraan melalui pendapatan nasional, pemerintah sedang mengupayakan bagaimana agar sector ekonomi yang ditopang tidak terpisahkan dengan keuangan ini dapat terus meningkat seiring dengan kemudahan yang diberikan. Kemudahan yang diberikan tidak lain ialah adanya unsur bauran teknologi yang semakin canggih dan semakin memudahkan para masyarakat yang sudah ingin memulai kehidupannya dengan tersentuh teknologi.
Mengapa harus bauran teknologi yang harus ditingkatkan? Karena era perekonian terbuka ini bukan hanya tentang masing-masing kondisi Negara dalam bidang ekonomi harus bagus tetapi bagaimana menjalin kerjasama dengan Negara lain dan mendapatkan keuntungan satu sama lain serta dapat meningkatkan rasa persaudaraan yang semakin mengarah positif malahan menghilangkan secara perlahan unsur kebencian, iri, dan dengki serta perang dingin antar Negara tersebut. Untuk mencapai itu semua, tidak mungkin satu Negara selalu menutup dirinya seakan-akan merasa bangga bahwa ia bisa memenujhi kebutuhan perekonomiannya tanpa bantuan dari Negara lain. Sehingga dibutuhkan dan timbullah era terbuka ini dengan balutan teknologi di bidang keuangan
Upaya yang sedang digencarkan itu tentu saja tidak mengharapkan stigma negatif dari beberapa kalangan yang masih memiliki perspektif negatif mengenai fintech ini. Balutan fintech ini tidak serta merta akan menghilangkan seluruh posisi manusia yang ada di bumi dalam pekerjaannya. Sama sekali tidak, justru dengan fintech ini membuat keahlian seseorang sangat dibutuhkan demi mencapai sistem ekonomi yang terpadu dibalut dengan fintech yang digunakan. Dengan demikian semakin memotivasi seseorang agar lebih produktif dan dapat mengoperasikan sistem yang sudah dirancang juga oleh manusia lainnya. Sehingga ada unsur maslahah disitu yang dikelola dan dihasilkan. Karena pada hakikatnya manusia diciptakan oleh Sang Pencipta untuk senantiasa bermanfaat bagi orang lain. Jadi, tidak perlu ada yang dikhawatirkan bila nanti hamper peralatan terganti dengan tenaga mesin. Pasti tetap ada tenaga manusia dan keahlian manusia yang mengelola dan mengoperasikannya sehingga bisa menghasilkan manfaat yang banyak dan kemudahan bagi orang lain.
Realita dan implementasinya sekarang ialah dapat dilihat dari berbagai akses pendaftaran, tes sudah menggunakan sistem online. Bahkan untuk mendongkrak perekonomian, berbagai lembaga intermediasi baik bank maupun non-bank telah mulai mengimplementasikan produk-produk yang inovatif, solutif dan mengedepankan manfaat dengan berbagai kemudahan melalui fitur-fiturnya. Sebelumnya pun pengembangan fintech sudah diterapkan perlahan melalui fasilitas atm, internet banking, dan mobile banking guna memperhatikan nasabahnya dan memudahkan nasabahnya dalam bertransaksi sehingga bisa menghemat waktu, biaya dan tenaga.
Sebagai ekonom muda melihat hal ini justru sangat dan harus mendukung upaya ini dan integrasi financial technology ini di ranah perekonomian yang dikhususkan pada beberapa institusi keuangan yang saat ini sedang di ruang lingkup perbankan dan industry keuangan non-bank lainnya. Untuk memaksimalkan integrasi fintech ini tentunya perlu ada kolaborasi antara BI dan OJK baik dari segi regulasi maupun teknis implementasi ke depannya sehingga industry keuangan tersebut bisa tertib dan teratur dalam mengimplementasikan fintechnya. Serta menjalin kerjasama dengan perusahaan fintech yang sudah terdaftar.
Tetapi seiring dengan penerapan yang dilakukan tidak serta merta menerima tanpa ada pengawasan intens dan terus mengkaji inovasi terbaru dan problematika apa yang telah ada dari integrasi fintech tersebut. Jika dari posisi konsumen penikmat jasa dari layanan perbankan atau non-bank perlu melihat produk fintech dapat diberikan contoh misalnya produk pembiayaan yang dapat dilihat dan diisi melalui online, harus mengisi secara detail tujuan dan maksud pembiayaan, jangan sampai salah pengisian apalagi diindikasikan mengisi data palsu atau fiktif. Itu satu dari beberapa contoh yang harus diterapkan dari sisi kita sebagai pengguna jasa. Tetapi dari sisi perusahaan penyedia jasa keuangan tentunya mengharapkan peningkatan sistem keamanan yang lebih canggih sehingga para oknum yang memiliki niat jahat ini dapat ditindak tegas dan malah mengurungkan niatnya untuk melakukan kejahatan. Fintech pada lembaga keuangan berbasis syariah diharapkan mampu meminimalisir tindakan kejahatan yang menodai label syariah.
Dilansir dari http://finansial.bisnis.com/read/20180413/89/783915/fintech-didorong-terapkan-yang-apuppt-lebih-canggih menyatakan perlu penerapan sistem anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme. Wakil Ketua Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI) Lutfi Adhiansyah mengatakan sebagai industri yang berbasis teknologi, penerapan APUPPT seharusnya dapat diterapkan secara efisien. Menurutnya, penerapan APUPPT yang baik juga bakal berdampak positif bagi reputasi perusahaan. “Walaupun dianggap startup, kami kan diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Walaupun kami pemain baru dan peraturan belum banyak, kami disorot terkait pencucian uang. Kami kan berbasis teknologi, jadi kami harusnya lebih canggih dong,” ujar Lutfi, Kamis (12/4/2018)
Hal tersebut merupakan upaya dari sisi perusahaan, sedangkan upaya filterasi/pilah-pilih dalam menggunakan fintech lembaga keuangan syariah dari sisi masyarakat ialah diantaranya:
- Selektif dalam memilih opsi produk penghimpunan maupiun pembiayaan
- Selalu berhati-hati setiap transaksi yang terjadi
- Segera melapor bila ada kendala saat transaksi ATM
- Meminta penjelasan bila ada kendala sistem error baik saat di bank maupun via banking phone.
Saran dari penulis untuk tetap waspada dan bahkan mengurungkan niat para pelaku kejahatan mungkin pada fasliltas outlet ATM khususnya Bank Syariah dapat dipasang potongan-potongan ayat Alqur’an sebagai reminder dengan terlebih dahulu survey apakah outlet tersebut di dekat pemukiman yang mayoritas beragama Islam atau apa. Bila outlet tersebut minoritas umat muslim maka dapat memasang animasi kartun yang intinya mengingatkan agar tidak melakukan tindak kejahatan.