IONS FoSSEI: Keuangan Mikro Islam dan Pemberantasan Kemiskinan di Indonesia

IONS FoSSEI: Keuangan Mikro Islam dan Pemberantasan Kemiskinan di Indonesia

Tanggal          : 19 Januari 2017

Moderator      : Widya Ari Ningsih (Mahasiswi Ekonomi Islam UIN Sumatera Utara)

Pemateri         : Luqyan Tamanni,M.Ec

  1. Academic Tittle
  • PhD Candidate in Glasgow University; Adam Smith Business School, Scotland,UK
  • Master of Economics in University of Malaysia 2007
  • Bachelor of Economics in International Islamic University Malaysia 1997
  • Judul Disertasi “Keberlanjutan dan Jangkauan kemiskinan lembaga keuangan mikro Islam”
  1. Professional tittle
  • Kepala Riset Perusahaan konsultan Keuangan Islam Indonesia
  • Anggota assosiasi pelaksana operasional World Bank Group Indonesia, Jakarta
  • Konsultan Keuangan Keluarga Sakinah
  • Pembicara Internasional dan Nasional, Penulis Buku dan Pebisnis

MATERI

Kemiskinan selalu menjadi topik yang menggugah kepedulian, keprihatinan dan optimisme dalam waktu yang bersamaan. Untuk penggiat ekonomi Islam, semestinya, kemiskinan harus menjadi kesempatan terbaik untuk membuktikan agama ini mempunyai solusi yang permanen. Insya Allah.

Fakta Kemiskinan :

  1. Laporan Oxfam bulan ini mensinyalir bahwa kekayaan 16 orang terkaya sama dengan atau melebihi pendapatan separuh penduduk dunia
  2. Dalam pandangan kapitalisme kemiskinan adalah hal yang lumrah, karena fondasi kapitalisme adalah capital, dan private ownership, kompetisi Darwinian dan survival of the fittest.
  3. Thomas Piketty dalam bukunya Capital in the 21’st Century membahas meningkatnya kesenjangan sejak lahirnya kapitalisme, rekomendasi utamanya adalah memungut pajak atas capital income orang orang kaya di Barat, namun ditentang habis-habisan padahal ini merupakan cara terbaik mengurangi kesenjangan dan juga kemiskinan.

Wajah kemiskinan di Indonesia setidaknya dapat diidentifikasi dengan beberapa poin berikut ini :

  1. Struktur perekonomian yang tidak seimbang, antara urban-rural, akses korporasi-ukm dan usaha kecil, lintas pulau dan sebagainya
  2. Labilnya kondisi perekonomian , baik karena pengaruh tekanan pasar global atau situasi domestic seperti cadangan devisa, inflasi dan sebagainya
  3. Lemahnya institusi keuangan, termasuk perundangan, governance, rule of law dan kualitas manusia
  4. Rendahnya tingkat pendidikan dan keahlian
  5. Rendahnya tingkat kesehatan dan tingginya tingkat penyebaran penyakit, dan aspek kesehatan masyarakat lain
  6. Rendah dan sulitnya akses permodalan termasuk pinjaman dan jasa proteksi yang semua poin ini bisa dirujuk dalam buku Banarjee & Duflo berjudul Poor Economics.
  7. Program pada masa Orde Baru secara perlahan dapat mengurangi kemiskinan, namun gejolak krisis regional (1997/8) kembali meningkatkan angka penduduk miskin begitu juga pada tahun 2005/6 ketika harga pangan dan BBM mengalami peningkatan kembali ada lonjakan tingkat kemiskinan.
  8. Indikator kemiskinan menurut BPS yaitu asupan kalori per hari, kalau merujuk Bank Dunia pendapatan yang <$2/hari, mungkin saja masih kisaran UMR namun daya beli kebutuhan pokok jatuh drastis, artinya yang dikatakan miskin adalah mereka yang pendapatannya tidak mampu mencukupi kebutuhan pokoknya sehari-hari misalnya sebesar 350 ribu per bulan
  9. Mengenai rekomendasi Piketty dianggap belum layak diadopsi dikarenakan akan terjadi perubahan besar dalam rezim pajak barat, yang selama ini digunakan adalah income tax atau inheritance (wealth transfer) yang diusung Piketty, pajak pendapatan return on capital seperti peningkatan nilai asset rumah dan saham

Peran Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS)

  1. Angka penduduk miskin dunia diperkirakan sekitar 1,3-1,5 miliar sementara jumlah penduduk miskin yang telah dijangkau oleh berbagai program micro finance baru sekitar 220 juta di seluruh dunia, dengan jangkauan lembaga keuangan mikro (LKM) sekitar 18%.
  2. Dari beberapa sumber yang ada mengatakan bahwa pangsa LKMS global baru sekitar 3-4 % sementara jumlah penduduk miskin di negara muslim berjumlah antara 600-700 juta, separuh angka kemiskinan dunia.
  3. Secara umum masalah yang dihadapi cenderung sama, yaitu pemerintah sering kali memihak dengan korporasi dengan argumen menciptakan sumber lapangan kerja untuk rakyatnya, jadi harus difasilitasi. Misalnya kadar pajak korporasi di Inggris turun 19-20% sementara untuk individu sekitar 21-50%.
  4. Kontribusi LKM/LKMS saat ini terbilang masih minim, namun secara perlahan ini akan berubah, terutama dengan gencarnya berbagai program dan kebijakan untuk mendorong berkembangnya LKM/LKMS di Indonesia dan global misalnya dengan keuangan inklusif.
  5. Menurut fakta, intensifitas LKMS terhadap kemiskinan didapati lebih efektif, pertama, kebanyakan alokasi pinjaman mikro untuk produktif (meski memang banyak yang konsumtif) dan ada yang intensif + tekanan bagi peminjam atau nasabah untuk terus loyal dalam melunasi
  6. Target financial inclusion di Indonesia memang cukup ambisisus, dari jumlah unbanked population yang hampir 70% ingin dibalik menjadi 70% yang banked (hipotesis awal)

MASA DEPAN LKM/LKMS DI INDONESIA

Tantangan terbesar pengentasan kemiskinan di Indonesia setidaknya dapat diidentifikasi adalah :

  1. Komersialisasi

Hal ini dapat ditelisik dengan dan akan muncul ketika semakin banyak kembaga keuangan komersil seperti bank yang masuk dalam sektor mikro, hal ini juga didukung dengan proses seleksi nasabah itu sendiri yaitu sering kali karena regulasi dan ketentuan nasabah yang harusnya “miskin” digeser menjadi “agak miskin” namun mampu melunasi bahkan ada sedikit jaminan

  1. Korporatisasi program pengentasan kemiskinan

Program keuangan inklusif bisa menjadi kuda troya, kalau tidak diteliti. Karena di saat kita semangat sekali ingin menjangkau masyarakat miskin supaya mereka punya akses ke sistem perbankan dan keuangan secara tidak sadar kita memasukkan mereka dan semua kita dalam sistem keuangan yang tidak stabil.

Solusi Islam untuk kedua problem ini cukup baik yaitu dengan melibatkan lembaga zakat dan wakaf. Ketika keduanya terintegrasi dengan sektor keuangan mikro komersialisasi tidak terlalu berdampak. Misalnya program zakat bisa membantu saudara kita yang sangat miskin sementara yang relative lebih baik kondisinya tetap bisa dilayani oleh LKMS.

Kemudian untuk menghindari kontaminasi dengan sistem keuangan global, wakaf bisa menjadi solusi karena sebagian besar bank nasional yang masuk sektor mikro punya struktur kepemilikan global/asing yang mungkin ketika ada masalah mereka akan membawa dana yang dikumpulkan dari microsaving masyarakat miskin untuk diinvestasikan lagi di tempat lain. Free low of Capital

  1. Simpulan beberapa pertanyaan
  2. Kesenjangan terjadi karena proses akumulasi kekayaan yang memihak pemilik modal. Yang 16 (atau 8) orang yang termasuk bill gates, buffet dst dan mereka mampu dengan mudahnya memberikan modal kepada (1) tingkat return yang dijanjikan tinggi, dan (2) kemudian menarik hasilnya serta menyimpannya di Negara yang paling rendah pajaknya, termasuk tax heaven.
  3. Untuk zakat dan LKMS, tentu tidak harus bertentangan dengan ketentuan 8 asnaf, malah melengkapi, mereka yang sangat miskin kemudian masuk ke kategori asnaf fuqara yang artinya lebih mendapat perhatian LAZ, smeentara ketika mereka lebih baik ekonominya bisa dibantu oleh LKMS untuk memulai usahanya
  4. Adanya ketentuan yang sangat baik ketika LKM/LKMS, BMT, BPR/S hanya boleh dimiliki oleh WNI, Pemda, namun pasar keuangan mikro tidak boleh ditutup oleh lemabag perbankan (nasional atau asing)

Secara pribadi, pemateri, lebih prefer kalau LKMS lebih mencari dana yang bebas kepentingan, dan memanfaatkan instrument seperti Waqaf, CSR, atau penggalangan dana via koperasi milik ummat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *