Oleh: Dwi Mohamad Faizal
Perkembangan perbankan syariah kini mengalami kemajuan yang pesat, hal ini di dasari masyarakat Indonesia yang semangat dalam menerapkan ajaran islam di segala kehidupan atau sering di kenal dengan halal lifestyle. Khususnya di bidang keuangan yang bebas unsur di larang seperti riba, gharar, maysir maupun lainnya yang dilarang dalam ajaran islam. Maka lahir perbankan syariah yang menjalankan usaha sesuai dengan hukum islam. Lahir pada tahun 1990 melalui lokarya yang di lakukan Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mendirikan perbankan syariah yang kemudian satu tahun kemudian lahir perbankan syariah yang pertama kali di Indonesia. Terbukti krisis moneter yang menghantam Indonesia pada 1998 membuktikan bahwa perbankan syariah kuat bertahan tanpa bantuan pemerintah. Menurut Statistik Perbankan Syariah yang di keluarkan oleh OJK pada Juli 2017 sudah terdapat 13 Bank Umum Syariah (BUS), 21 Unit Usaha Syariah (UUS) dan 164 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) jumlah ini akan meningkat seiring dengan minat masyarakat yang tinggi terhadap perbankan syariah.
Tentu ekonomi syariah yang menjadi induk bagi perbankan syariah yaitu terdapat instrumen zakat infak dan shadaqah dan wakaf sebagai filantropi dalam rangka membantu sesama. Kedua hal ini menjadi sarana pendistribusian harta dari orang kaya kepada orang miskin yang membutuhkan. Menurut data dari Baznas secara nasional tahun 2016 zakat terkumpul Rp 3,6 triliun sedangkan wakaf uang sampai tahun 2012 (Badan Wakaf Indonesia) terkumpul sebesar Rp 2 miliar. Kedua angka ini masih jauh dari potensi angka seharusnya yang terhimpun. Dengan demikian perlu adanya suatu upaya agar dapat meningkatkan penghimpunan zakat maupun wakaf uang.
Selain sosialisasi kepada masyarakat muslim untuk menunaikan zakat bagi harta mereka dan berwakaf, cara yang dapat dilakukan yaitu bekerja sama dengan perbankan syariah agar dapat meningkatkan penghimpunan zakat maupun wakaf uang melalui nasabah. Hal ini sesuai dengan amanat undang- undang 21 tahun 2008 bab 2 pasal 4:
“ Bank Syariah dan UUS dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat.”
“ Bank Syariah dan UUS dapat menghimpun dana sosial yang Berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif).”
Hal ini menjadi suatu kelebihan perbankan syariah dibandingkan perbankan konvensional. Dimana perbankan syariah memiliki tugas menghimpun dan menyalurkan dana sosial. Sehingga perbankan syariah berkontribusi dalam pengembangan sosial masyarakat. Contoh layanan zakat yang ditawarkan kepada nasabah yaitu aplikasi e-Salaam. E-Salaam merupakan aplikasi gateway payment yang dioperasikan oleh PT. Cipas Quindo Pratama (CIPAS) yang bekerjasama dengan CIMB Niaga Syariah sebagai mitra ekslusif. Ketika tabungan maupun deposito nasabah telah mencapai nisab dan haul maka akan diingatkan untuk menunaikan zakat maal. Kemudian zakat yang telah terhimpun akan disalurkan oleh lembaga amil zakat. Sedangkan untuk wakaf uang bersifat sukarela, dengan minimal Rp 10.000 para nasabah dapat memilih pendanaan kegiatan wakaf baik sosial maupun produktif yang telah bekerja sama dengan sembilan Nadzir yang tersebar di Indonesia. Baik amil zakat maupun nadzir tentunya harus berkompeten dalam mengelola dana umat agar manfaat yang diberikan optimal bagi sosial ekonomi.
Melalui kerja sama antara amil zakat, nadzir dengan perbankan di harapkan dapat meningkatkan edukasi dan partisipasi masyarakat untuk menunaikan kewajiban berzakat dan secara koletif berwakaf yang akan bermanfaat bagi penyediaan sarana dan prasarana penunjang sosial rumah sakit, sekolah atau bahkan hotel yang menjadi sektor produktif.