Menerobos Stigma, Memperkuat Cita: Peran Zakat dalam Pemberdayaan Industri Halal Menuju SDGs dan Kemandirian Ekonomi Umat

Menerobos Stigma, Memperkuat Cita: Peran Zakat dalam Pemberdayaan Industri Halal Menuju SDGs dan Kemandirian Ekonomi Umat

Penulis : Miftah Rinanda Putri (KSEI CIES FEB Universitas Brawijaya)

Zakat  sebagai salah satu dari lima pilar Islam, memiliki peran yang signifikan dalam tatanan sosial-ekonomi masyarakat Muslim. Di samping fungsi utamanya sebagai alat redistribusi kekayaan, zakat juga memiliki potensi besar dalam mendukung pemberdayaan ekonomi, khususnya dalam industri halal yang sedang berkembang pesat. Industri halal, yang mencakup berbagai sektor mulai dari makanan, kosmetik, hingga pariwisata, telah menunjukkan pertumbuhan signifikan secara global. Namun, stigma dan tantangan yang masih menghambat perkembangan industri ini memerlukan intervensi yang lebih komprehensif. Salah satu solusi yang bisa dikedepankan adalah pengoptimalan zakat sebagai instrumen pemberdayaan industri halal, yang sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals atau SDGs) dan upaya mewujudkan kemandirian ekonomi.

Peran Zakat dalam Pemberdayaan Ekonomi Zakat memiliki potensi besar dalam menggerakkan roda perekonomian umat, khususnya bagi kalangan mustahik (penerima zakat). Menurut Yusuf (2022), zakat tidak hanya berfungsi sebagai alat distribusi kekayaan, tetapi juga dapat menjadi modal utama dalam mendorong usaha kecil dan menengah (UKM) yang berbasis halal. UKM halal memiliki peran strategis dalam menyediakan lapangan kerja dan memperkuat ekonomi lokal. Melalui zakat, UKM halal bisa mendapatkan akses modal yang sering kali sulit dijangkau melalui sistem perbankan konvensional. Dengan demikian, zakat dapat berfungsi sebagai modal awal untuk usaha produktif yang pada gilirannya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan mustahik (Anwar, 2021). Pengelolaan zakat yang efektif dan efisien sangat diperlukan agar potensi besar ini bisa dimaksimalkan. Beberapa negara dengan populasi Muslim yang signifikan, seperti Malaysia dan Indonesia, telah membentuk lembaga-lembaga zakat yang bertugas mengelola dan menyalurkan zakat secara profesional. Dengan manajemen yang tepat, dana zakat bisa disalurkan ke sektor-sektor yang produktif, seperti industri halal, sehingga memberikan dampak yang berkelanjutan (Hassan, 2020).

Stigma dan Tantangan dalam Pengembangan Industri Halal Meskipun industri halal menunjukkan pertumbuhan yang pesat, masih ada stigma dan tantangan yang perlu diatasi. Salah satu stigma yang sering muncul adalah anggapan bahwa produk halal hanya relevan bagi konsumen Muslim. Padahal, produk halal sebenarnya tidak hanya berkaitan dengan aspek keagamaan, tetapi juga mencakup standar kualitas yang tinggi, kebersihan, dan kesehatan, yang seharusnya dapat diterima oleh konsumen dari berbagai latar belakang. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ahmad (2023), salah satu faktor penghambat pertumbuhan industri halal adalah kurangnya kesadaran di kalangan konsumen non-Muslim tentang manfaat dan kualitas produk halal. Selain stigma, tantangan lain yang dihadapi adalah kurangnya dukungan finansial dan kebijakan dari pemerintah. Di banyak negara, industri halal masih belum dianggap sebagai sektor strategis yang memerlukan perhatian khusus. Kurangnya regulasi yang mendukung serta rendahnya akses terhadap pembiayaan menjadi hambatan utama bagi pengusaha halal, terutama yang berasal dari UKM. Dalam konteks ini, zakat dapat memainkan peran penting sebagai sumber pembiayaan alternatif yang dapat mendukung pengembangan industri halal (Ismail, 2021).

Mengintegrasikan Zakat dengan Industri Halal untuk Mencapai SDGs Industri halal memiliki potensi yang sangat besar dalam mendukung pencapaian SDGs, terutama dalam aspek pengentasan kemiskinan (SDG 1), kesehatan yang baik dan kesejahteraan (SDG 3), pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi (SDG 8), serta produksi dan konsumsi yang bertanggung jawab (SDG 12). Dengan memanfaatkan zakat secara strategis, pengembangan industri halal dapat lebih optimal dan berdampak luas.

  1. Pengentasan Kemiskinan (SDG 1) Salah satu tujuan utama zakat adalah membantu mereka yang berada dalam kemiskinan. Dengan menyalurkan zakat ke sektor industri halal, terutama bagi UKM halal yang dikelola oleh mustahik, kita dapat menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan. Dengan demikian, zakat dapat membantu mengangkat mustahik dari garis kemiskinan dan mengarahkan mereka menuju kemandirian ekonomi. Studi oleh Rahman (2020) menunjukkan bahwa UKM yang dikelola dengan baik dapat mengurangi tingkat kemiskinan hingga 15% dalam komunitas tertentu, terutama di kawasan pedesaan.
  2. Kesehatan yang Baik dan Kesejahteraan (SDG 3) Produk halal, terutama dalam sektor makanan dan obat-obatan, identik dengan kualitas dan standar kebersihan yang tinggi. Dengan mendukung industri halal melalui zakat, kita juga mendorong penyediaan produk-produk yang aman dan sehat bagi masyarakat luas. Ini secara langsung berkaitan dengan tujuan SDG 3, yaitu menjamin kehidupan yang sehat dan mendukung kesejahteraan bagi semua orang di segala usia.
  3. Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi (SDG 8) Zakat dapat dialokasikan untuk pelatihan keterampilan dan penyediaan modal usaha bagi para mustahik yang ingin berpartisipasi dalam industri halal. Ini tidak hanya membuka peluang kerja baru tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Dalam laporan yang dipublikasikan oleh World Bank (2022), tercatat bahwa UKM memiliki kontribusi besar terhadap penciptaan lapangan kerja, terutama di negara-negara berkembang. Dengan intervensi yang tepat, zakat dapat menjadi katalisator dalam menciptakan pekerjaan layak di sektor industri halal.
  4. Produksi dan Konsumsi yang Bertanggung Jawab (SDG 12) Industri halal tidak hanya berfokus pada kepatuhan terhadap syariah, tetapi juga pada prinsip keberlanjutan. Dalam hal ini, zakat dapat mendukung perusahaan-perusahaan yang berkomitmen pada produksi yang bertanggung jawab dan ramah lingkungan. Sebagai contoh, zakat dapat digunakan untuk membantu petani kecil beralih ke praktik pertanian yang lebih berkelanjutan, yang tidak hanya menghasilkan produk halal tetapi juga ramah lingkungan.

Penelitian oleh Zaini (2021) menunjukkan bahwa dukungan finansial yang tepat dapat meningkatkan praktik produksi yang lebih ramah lingkungan di sektor pertanian halal. Studi Kasus: Pemberdayaan UKM Halal Melalui Zakat Untuk memahami lebih jauh bagaimana zakat dapat diintegrasikan dalam pengembangan industri halal, penting untuk melihat beberapa studi kasus yang telah berhasil. Salah satu contoh sukses adalah program pemberdayaan UKM halal di Indonesia yang dilakukan oleh Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS). Melalui program ini, BAZNAS memberikan bantuan modal usaha kepada para mustahik untuk mengembangkan usaha halal mereka. Program ini tidak hanya membantu meningkatkan kesejahteraan para mustahik tetapi juga berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi lokal.

Studi oleh Prasetyo (2023) menunjukkan bahwa program ini berhasil meningkatkan pendapatan mustahik hingga 25% dalam dua tahun pertama. Di Malaysia, lembaga zakat juga telah menjalankan program serupa dengan fokus pada pengembangan sektor makanan halal. Melalui kerja sama dengan lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan, zakat digunakan untuk memberikan pelatihan keterampilan bagi para pengusaha kecil dalam produksi makanan halal. Hasilnya, banyak dari peserta program yang berhasil membuka usaha sendiri dan menjadi mandiri secara ekonomi. Menurut laporan dari Halal Development Corporation (2023), program ini juga telah membantu meningkatkan kualitas produk halal yang diproduksi oleh UKM, sehingga lebih kompetitif di pasar global. Tantangan dan Rekomendasi Kebijakan Meskipun zakat memiliki potensi besar dalam mendukung industri halal, ada beberapa tantangan yang perlu diatasi untuk mengoptimalkan peran zakat dalam sektor ini. Salah satu tantangan utama adalah koordinasi antara lembaga zakat dan sektor industri.

Saat ini, banyak lembaga zakat yang masih beroperasi secara terpisah dari dunia industri, sehingga potensi sinergi antara keduanya belum termanfaatkan secara maksimal (Mansur, 2022). Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang mendorong kerjasama antara lembaga zakat, pemerintah, dan sektor industri halal untuk menciptakan ekosistem yang lebih terintegrasi. Selain itu, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan zakat juga menjadi isu yang perlu diperhatikan. Agar zakat dapat memberikan dampak yang maksimal, pengelolaannya harus dilakukan secara profesional dan terbuka. Ini termasuk pemantauan dan evaluasi yang ketat terhadap program-program pemberdayaan yang didanai oleh zakat.

Penelitian oleh Ahmad (2023) menunjukkan bahwa kurangnya transparansi dalam pengelolaan zakat sering kali menjadi penghalang utama dalam menarik partisipasi dari kalangan donatur dan masyarakat. Sebagai rekomendasi, pemerintah dan lembaga terkait perlu memperkuat regulasi yang mengatur pengelolaan zakat dan memastikan bahwa zakat dapat digunakan secara optimal untuk mendukung industri halal. Selain itu, diperlukan edukasi yang lebih luas kepada masyarakat tentang pentingnya zakat dan bagaimana zakat dapat digunakan untuk mendukung sektor-sektor produktif seperti industri halal. Dengan demikian, stigma yang masih melekat pada zakat dan industri halal dapat dikikis, dan keduanya dapat berkembang dengan lebih baik (Hakim, 2024).

Jadi zakat memiliki potensi yang sangat besar untuk mendukung pengembangan industri halal dan mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Dengan memanfaatkan zakat secara strategis, kita dapat mengatasi berbagai stigma dan tantangan yang dihadapi oleh industri halal, sekaligus mendorong kemandirian ekonomi umat. Namun, untuk mencapai hal ini, diperlukan kerjasama yang erat antara lembaga zakat, pemerintah, dan sektor industri, serta pengelolaan yang transparan dan akuntabel. Dengan langkah-langkah tersebut, zakat tidak hanya akan menjadi alat redistribusi kekayaan tetapi juga instrumen yang kuat dalam membangun ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.

Daftar Pustaka

Ahmad, S. (2023). Potensi Zakat dalam Pengembangan Industri Halal: Studi Kasus di Malaysia. Jakarta: Penerbit Andi. Anwar, M. (2021). Peran Zakat dalam Mendorong Kemandirian Ekonomi Umat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Hassan, A. (2020). Zakat dan Pembangunan Ekonomi Islam: Teori dan Praktik. Bandung: Mizan. Hakim, A. (2024). Strategi Pengelolaan Zakat dalam Mendukung Industri Halal. Jakarta: Pustaka Amanah. Halal Development Corporation. (2023).

Laporan Pengembangan Industri Halal di Malaysia. Kuala Lumpur: Halal Development Corporation. Ismail, N. (2021). Zakat dan Pembiayaan UKM Halal: Sebuah Tinjauan. Surabaya: Airlangga University Press.

Mansur, R. (2022). Sinergi Zakat dan Industri Halal untuk Mencapai SDGs. Semarang: Universitas Diponegoro Press. Prasetyo, T. (2023). Pemberdayaan UKM Halal melalui Program Zakat di Indonesia. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Rahman, F. (2020). Zakat dan Pengentasan Kemiskinan di Kalangan Umat Islam. Jakarta: LIPI Press.

World Bank. (2022). Small and Medium Enterprises (SMEs) in Developing Countries: Economic Impact and Contributions. Washington, DC: World Bank.

Yusuf, M. (2022). Optimalisasi Zakat dalam Pengembangan Ekonomi Umat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Zaini, A. (2021). Praktik Produksi Ramah Lingkungan di Sektor Pertanian Halal: Peran Zakat dalam Mendukung Keberlanjutan. Bogor: IPB Press.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *