Siti Mutmainah
Badan Pengurus Harian FoSSEI Jatim
Sumber: www.Spirithealt.my.id, 2022
Perubahan iklim yang terjadi saat ini tidak dapat dihindari oleh setiap negara termasuk indonesia. Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang beriklim tropis, sehingga sangat rentan terkena dampak terjadinya perubahan iklim. Hal ini dapat terlihat dari tingginya bencana alam yang dalam proses terjadinya di Indonesia dipengaruhi oleh dampak perubahan iklim, seperti banjir, tanah longsor dan kekeringan yang bisa menjadi penyebab meningkatnya potensi kebakaran hutan, menurunnya kualitas air bersih, meningkatnya penyakit menular pada hewan dan manusia, menurunnya produktivitas hasil pertanian serta rusaknya ekosistem dan sumber daya alam termasuk keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia.
Indonesia memiliki tingkat kerentanan yang cukup tinggi terhadap dampak terjadinya perubahan iklim. Kerentanan tersebut dapat terlihat dari kenaikan peringkat Global Climate Risk Index (CRI) Indonesia selama dua dekade terakhir. Global Climate Risk Index (CRI) yang diterbitkan oleh Gremanwatch setiap tahun menganalisis sejauh mana negara telah terpengaruh oleh dampak peristiwa terkait perubahan iklim. Berdasarkan data dari Global Climate Risk Index (CRI) diproyeksikan pada tahun 2050 kerugian ekonomi yang terjadi akibat dampak perubahan iklim mencapai 1,4 persen dari nilai PDB saat ini. Menyadari risiko perubahan iklim yang semakin meningkat dan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat, pemerintah Indonesia turut melakukan berbagai usaha pengendalian perubahan iklim termasuk diantaranya berkontribusi aktif pada perundingan dan pencapaian kesepakatan di tingkat global.
Negara Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk menurunkan bentuk emisi gas rumah kaca dari berbagai sektor, seperti sektor kehutanan, energi, dan transportasi sebesar 650 Mton CO2 e dan 398 Mton CO2 e dengan bantuan pendanaan internasional. Maka dari itu, COP26 yang merupakan Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 2021 menjadi sebuah momentum bangsa Indonesia untuk menjadi negara destinasi dalam green investment. Adanya perubahan iklim memang sangat mempengaruhi sumber daya alam dan kehidupan masyarakat di seluruh dunia sehingga diperlukan adanya transisi menuju ekonomi yang rendah karbon agar dampak yang ditimbulkan tidak semakin parah.
Komitmen Indonesia untuk menangani isu perubahan iklim telah tertuang di dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia yang mencanangkan target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen dengan upaya sendiri, dan sampai dengan 41 persen dengan dukungan internasional dari skenario business as usual (BAU) pada tahun 2030. Untuk memenuhi komitmen tersebut, tentunya diperlukan dukungan finansial yang memadai dan terukur. Kebijakan penandaan anggaran perubahan iklim merupakan suatu terobosan pemerintah dalam rangka memobilisasi pendanaan, dan meningkatkan kepedulian serta kesadaran terhadap dampak perubahan iklim di Indonesia.
Yati Kurniati, selaku Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Makroprudential Bank Indonesia, menyebutkan bahwa kerugian global akibat terjadinya bencana alam yang disebabkan perubahan iklim mencapai triliunan dollar. Kerugian itu bisa berasal dari pengeluaran pembiayaan yang diakibatkan kerusakan infrastruktur, kegagalan panen, dan stabilitas ekonomi. Sistem keuangan harus memiliki ketangguhan dan kemampuan mengintegrasikan upaya mitigasi perubahan iklim dan antisipasi risiko lingkungan.
Perubahan iklim yang terjadi di Indonesia bisa menyebabkan terjadinya pengeluaran pembiayaan yang tak terduga ketika terjadi bencana alam akibat perubahan iklim seperti banjir, kekeringan dan bencana alam lainnya. Oleh karena itu, diperlukan strategi untuk menghadapi perubahan iklim. Salah satu upaya yang bisa dilakukan ialah dengan membnagun sistem keuangan berkelanjutan. Sistem keuangan yang diterapkan harus memiliki ketangguhan dan kemampuan mengintegrasikan upaya mitigasi perubahan iklim yang akan terjadi dan antisipasi terhadap risiko lingkungan.
Ekonomi, sosial, dan lingkungan pada dasarnya merupakan tiga komponen yang berbeda karena memiliki karakteristik sendiri-sendiri, akan tetapi dari ketiganya tidak mustahil jika disatukan. OJK sebagai badan pengawas lembaga jasa keuangan yang ada di Indonesia telah membuktikan bahwa ketiga bidang tersebut dapat disatukan dalam satu konsep yang diberi nama “Keuangan Berkelanjutan” atau Sustainable Finance.
Keuangan Berkelanjutan merupakan salah satu bentuk dukungan yang diberikan oleh industri jasa keuangan untuk menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan yang memiliki keselarasan antara kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan. OJK berkolaborasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup untuk membuat kebijakan pada akhir tahun 2014 berupa Roadmap Keuangan Berkelanjutan, yang bertujuan memberikan standar baru bagi lembaga jasa keuangan dengan menerapkan prinsip keberlanjutan yaitu harmonisasi aspek 3P (Profit-People-Planet) dalam aktivitas bisnis lembaga jasa keuangan.
Pertumbuhan ekonomi yang bertanggung jawab menjadi bagian tidak terpisahkan dari tujuan pembangunan berkelanjutan. Transisi menuju pembangunan berkelanjutan tersebut harus didasari oleh perubahan pola pikir pelaku usaha bahwa kegiatan usaha akan lebih baik dan langgeng apabila memperhatikan aspek sosial, lingkungan, dan tata kelola. Oleh karena itu, OJK telah menyusun Roadmap Keuangan Berkelanjutan Tahap I (2015 – 2019) yang bertujuan meningkatkan pemahaman serta kapasitas pelaku sektor jasa keuangan untuk beralih menuju ekonomi rendah karbon. Roadmap Tahap I telah menghasilkan beberapa capaian seperti pengenalan prinsip keuangan berkelanjutan, pengelompokan kriteria usaha berkelanjutan, pengembangan insentif serta pelaksanaan sosialisasi dan pelatihan bagi industri keuangan.
Industri keuangan memberikan respons positif terhadap inisiatif keuangan berkelanjutan. Respons positif dari dunia internasional juga diberikan kepada Indonesia atas penerapan inisiatif tersebut. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa gap yang dihadapi, seperti rendahnya tingkat pemahaman para pelaku industri terhadap keuangan berkelanjutan, belum adanya kesepakatan standardisasi kategori hijau di tingkat nasional serta pemanfaatan peluang bisnis di sektor berkelanjutan. Beberapa gap tersebut harus segera diselesaikan sehingga industri keuangan dapat memaksimalkan peluang yang ada seiring dengan meningkatnya tuntutan pasar dan masyarakat akan produk dan jasa keuangan yang berkelanjutan. Pemanfaatan peluang itu tentunya harus diiringi dengan pengelolaan risiko terkait perubahan iklim untuk mencegah dampak negatif yang tidak diinginkan. Risiko perubahan iklim meliputi risiko fenomena perubahan iklim yang menimbulkan kerusakan properti dan berdampak langsung terhadap proses bisnis (physical risk), risiko yang muncul dari perubahan kebijakan dan pengembangan teknologi untuk beralih ke ekonomi rendah karbon (transition risk), dan risiko kerugian hukum atau klaim akibat kegiatan usaha yang tidak mempertimbangkan dampak perubahan iklim (liability risk). Pengelolaan berbagai resiko tersebut tentunya dilakukan untuk turut menjaga sumber daya alam yang dimiliki Indonesia.
Sebagaimana yang telah diketahui bersama Indonesia adalah negara dengan sumber daya alam yang melimpah, hutan hujan tropis yang luas, keanekaragaman hayati yang sangat besar, ketersediaan sumber daya air dan sinar matahari sepanjang tahun. Oleh karena itu, sumber daya alam Indonesia memiliki peran yang sangat penting dalam mendukung pertumbuhan dan pembangunan ekonomi Indonesia. Untuk mempercepat implementasi LST (lingkungan, sosial dan tata kelola) kita perlu mempersiapkan inisiatif yang mendukung inovasi-inovasi yang selaras dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Kondisi ini menjadi dasar penyusunan Roadmap Keuangan Berkelanjutan Tahap II (2021 – 2025) yang telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari cetak biru pengembangan sektor jasa keuangan Indonesia ke depan.
Inisiatif keuangan berkelanjutan yang dikembangkan dalam Roadmap Tahap II akan mengintegrasikan tujuh komponen dalam satu kesatuan ekosistem. Adapun tujuh komponen keuangan berkelanjutan terdiri dari:
- Kebijakan; menyediakan pengembangan berbagai kebijakan untuk mendukung keuangan berkelanjutan.
- Produk; mengembangkan berbagai jenis produk dan layanan keuangan berkelanjutan.
- Infrastruktur Pasar; mengembangkan infrastruktur teknologi dan informasi yang mendukung keuangan berkelanjutan.
- Koordinasi Kementerian/Lembaga terkait; meningkatkan koordinasi dan pertukaran informasi antar kementerian/ lembaga serta pemangku kepentingan lainnya.
- Dukungan Non-pemerintah; dukungan dari sisi supply dan demand, dukungan riset (tenaga ahli, lembaga riset, dan universitas), dan lembaga internasional serta keanggotaan dalam fora internasional untuk pengembangan inisiatif keuangan berkelanjutan.
- Sumber Daya Manusia; mengembangkan kapasitas internal dan eksternal melalui program capacity building yang masif dan terstruktur.
- Awareness; melalui pengembangan strategi komunikasi inisiatif keuangan berkelanjutan kepada industri keuangan, pemangku kepentingan terkait, dan masyarakat.
Kunci sukses ekosistem keuangan berkelanjutan didasarkan pada pengembangan dan implementasi tujuh komponen pendukung. Namun, diperlukan prioritas dalam penerapan ekosistem pada tahap II mencakup:
- Pengembangan taksonomi hijau yang bertujuan mengklasifikasikan aktivitas pembiayaan dan investasi berkelanjutan di Indonesia. Klasifikasi ini menjadi dasar bagi seluruh pemangku kepentingan di Indonesia dalam aktivitas ekonomi yang berkelanjutan. Penyusunan taksonomi hijau tersebut dilakukan melalui pembentukan task force nasional keuangan berkelanjutan, yang melibatkan kementerian/lembaga dan pemangku kepentingan terkait. Taksonomi yang dikembangkan akan mengakomodasi keseluruhan pedoman yang ada saat ini terkait sektor hijau.
- Implementasi aspek LST (lingkungan, sosial dan tata kelola) ke dalam manajemen risiko dengan tujuan meningkatkan daya tahan serta mitigasi risiko lingkungan dan sosial yang dapat mempengaruhi proses bisnis industri keuangan. Upaya ini dilakukan melalui pelaporan aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola, pengembangan key performance indicators serta didukung peningkatan kapasitas sumber daya manusia secara menyeluruh.
- Pengembangan program riil dimaksudkan untuk memberikan contoh sukses pengembangan inovatif skema hijau sehingga meningkatkan peran industri keuangan dalam pembiayaan berkelanjutan. Pelaksanaan program riil dilakukan melalui kolaborasi dengan kementerian/lembaga terkait serta pemangku kepentingan lainnya. Upaya ini sejalan dengan pengembangan sektor ekonomi unggulan pemerintah serta menjadi dasar pengembangan skema pembiayaan hijau.
- Inovasi produk dan layanan keuangan berkelanjutan dalam rangka mempercepat industri keuangan bertransisi ke arah berkelanjutan dilakukan dengan mengembangkan skema inovatif pembiayaan/pendanaan proyek berkelanjutan. Aspek yang perlu dipertimbangkan dalam skema inovatif meliputi keterbukaan informasi, inklusivitas, dukungan ahli, bertujuan jangka panjang, dan kredibel.
- Kampanye nasional keuangan berkelanjutan yang bertujuan membangun pemahaman terhadap pentingnya kegiatan yang mempertimbangkan aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola. Upaya ini dilakukan melalui pembentukan strategi komunikasi serta berbagai kegiatan edukasi dan sosialisasi.
Implementasi prioritas dalam pengembangan Roadmap tahap II diharapkan dapat mempercepat transisi sektor jasa keuangan menuju bisnis berkelanjutan. Dengan demikian, pertumbuhan Indonesia menjadi negara maju dan ekonomi rendah karbon dapat segera terwujud.
Referensi:
Chandra Bagus Sulistyo. 2022. OPINI: Mendorong Ekonomi Berkelanjutan di Indonesia. https://ekonomi.bisnis.com/read/20220426/9/1527230/opini-mendorong-ekonomi-berkelanjutan-di-indonesia
Eco Supriyadi. 2021. Hadapi perubahan iklim Indonesia perlu membangun skema keuangan berkelanjutan. https://eksplora.republika.co.id/posts/54169/hadapi-perubahan-iklim-indonesia-perlu-membangun-skema-keuangan-berkelanjutan
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. (2020). Potensi Keanekaragaman Hayati Indonesia untuk Bioprospeksi dan Bioekonom. Humas LIPI. Cibinong. http://lipi.go.id/berita/potensi-keanekaragamanhayati-indonesia-untuk-bioprospeksi-dan-bioekonomi-/22154
Otoritas Jasa Keuangan. 2021. Roadmap Keuangan Berkelanjutan di Indonesia (2015 – 2019). OJK. Jakarta.
Otoritas Jasa Keuangan. 2022. Hadir di pertemuan COP 26, OJK tegaskan komitmen dukung keuangan berkelanjutan. https://www.ojk.go.id/keuanganberkelanjutan/id/newsmedia/detailpressconference/2920/hadir-di-pertemuan-cop-26-ojk-tegaskan-komitmen-dukung-keuangan-berkelanjutan