
oleh: Ahmad Ripai Saragih*
Menurut laporan Global State of Islamic Economic, permintaan produk halal dunia akan mengalami pertumbuhan sebesar 9,5 persen dalam 6 tahun ke depan, yaitu dari 2 trilliun dollar AS pada tahun 2013 tumbuh menjadi 3,7 trilliun dollar AS pada tahun 2019. Dari data tersebut Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar memiliki peluang untuk menjadi eksportir produk halal terbesar di dunia khususnya di bidang pangan, seperti pertanian, perikanan dan peternakan. Dengan populasi penduduk muslim terbanyak di dunia, tentu negara-negara importir produk halal akan lebih yakin terhadap produk halal Indonesia.
Sektor industri pangan merupakan salah satu sektor yang mendominasi perdagangan bebas. Menjadi tugas bagi produsen produk halal Indonesia untuk berupaya mengembangkan dan meningkatkan produksi produk halal di bidang pertanian, perikanan dan peternakan sehingga mampu berkompetisi di pasar dunia. Untuk mengambil peluang pada pasar pangan dunia, tentunya produk halal Indonesia harus mampu meyakinkan market halal dengan produk yang berkualitas dan terjamin kehalalannya. Dengan memberikan jaminan berupa sertifikat halal sebagai salah satu indikator kualitas produk pangan yang dimaksud.
Sebagai negara agraris, tentunya Indonesia memiliki potensi ekonomi di bidang pertanian yang sangat besar. Hal ini juga didukung dengan ketersediaan lahan yang belum dimanfaatkan. Pertanian mempunyai arti yang strategis dalam perekonomian nasional, karena menyediakan kebutuhan paling esensial bagi kehidupan ialah bahan pangan (purwanto,2010). Menurut analisis DinarStandard, antara tahun 2011-2013 telah terjadi 340 transaksi investasi di segmen pangan dan pertanian dalam negara-negara OKI dengan nilai total transaksi sebesar $ 14,9 miliar. Namun yang berhubungan dengan makanan halal hanya 17 transaksi dengan nilai total sebesar $ 22 juta. Sebagai negara agraris tentunya Indonesia harus dapat memanfaatkan peluang di bidang halal pertanian ini, konsepnya sangat sederhana. Dengan menjual produk pertanian bebas pestisida serta hal lain yang dapat merugikan konsumen sudah termasuk dalam kategori penjualan makanan halal di bidang pertanian. Sangat disayangkan jika Indonesia tidak ambil peran dalam persaingan di bidang ini, mengingat indonesia merupakan negara agraris serta memiliki tanah yang subur dan lahan yang luas untuk dimanfaatkan.
Di bidang perikanan, Indonesia selama ini dikenal dengan negara maritim yang memiliki kekayaan laut yang luar biasa. Sayangnya, potensi yang luar biasa tersebut belum sampai ke produk industri halal. Data Food Agriculture Organization (FAO) mengungkapkan bahwa pada tahun 2009, populasi penduduk dunia diperkirakan sebanyak 6,8 miliar jiwa dengan tingkat penyediaan ikan untuk konsumsi sebesar 17,2 kg/kapita/tahun. Pada tahun yang sama, tingkat penyediaan ikan untuk konsumsi Indonesia melebihi angka konsumsi masyarakat dunia, yaitu sebesar 30kg/kapita/tahun (KKP,2009). Dari data tersebut Indonesia harus memanfaatkan sumber daya tersebut, salah satunya dengan mengelola berbagai produk halal olahan ikan, baik dalam bentuk kalengan ataupun inovasi lainnya. Kepala Halal Institute, Isabel Romeo, menyatakan produk halal banyak diminati karena sudah teruji keamanan dan kesehatannya. Tak hanya itu, bisnis halal memegang peranan penting dalam perdagangan internasional. Sudah saatnya Indonesia merebut pangsa pasar halal dunia tersebut dengan berbagai olahan produk halal ikannya, jika peluang besar ini dimanfaatkan maka akan menimbulkan efek sejahtera yang selama ini kurang dirasakan oleh nelayan Indonesia.
Di bidang peternakan, potensi yang dihasilkan pada industri peternakan berupa daging memberikan prospek yang besar dalam dunia bisnis. Hal ini di karenakan meningkatnya jumlah permintaan terhadap konsumsi daging. Daging merupakan komoditas konsumsi yang paling banyak diminati. Daging sebagai produk utama ataupun sebagai produk olahan industri nasional, harus mampu bersaing dengan produk impor sejenisnya. Saat ini Indonesia masih bergantung pada daging impor, yang tentunya daging impor tersebut belum tentu terjamin kehalalannya. Rafiuddin Shikoh, Chief Executive dan Managing Director perusahaan riset DinarStandard, menyampaikan mayoritas pengekspor daging ke negara muslim berasal dari negara non-OIC (Organisation of Islamic Cooperation). Di era gaya hidup halal ini, Indonesia harus mampu mengambil rantai nilai menjadi supplier pengekspor daging halal ke negara-negara di seluruh dunia. Jangan sampai peluang ini diambil oleh negara-negara pesaing lainnya. Tentunya hal ini harus didukung oleh pemerintah Indonesia dengan berbagai kebijakan dan inovasinya. Agar Indonesia dapat bersaing dan merebut pangsa pasar dunia serta menjadi tuan rumah di negerinya sendiri.
*) Peserta Lomba Opini Ekonomi Syariah FoSSEI 2017