Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar memiliki kekuatan untuk menjadi kiblat bagi industri keuangan syariah di dunia. Keuangan syariah di Indonesia berkembang dengan dorongan bottom up dan market driven dalam memenuhi kebutuhan masyarakat sehingga lebih bergantung pada sektor riil di mana masyarakat yang sangat berperan, ini merupakan keunggulan tersendiri. Hal ini berbeda dengan negara muslim lain yang mengandalkan sektor keuangan dan intervensi pemerintah yang sangat dominan seperti Malaysia dan Iran.
Dalam penilaian Global Islamic Financial Report (GIFR) tahun 2011, Indonesia menduduki posisi keempat sebagai negara yang memiliki potensi dan kondusif dalam pengembangan industri keuangan syariah. Sementara Iran, Malaysia dan Saudi Arabia menduduki posisi pertama, kedua dan ketiga. Jika dilihat dari jumlah industri keuangan bank dan non bank syariah yang ada serta ukuran aset keuangan syariah yang besar, maka Indonesia dapat diprediksikan menduduki posisi pertama pada masa yang akan datang.
Grafik Penilaian GIFR 2011
Beberapa alasan Indonesia bisa berpotensi untuk menjadi global player keuangan syariah, yaitu jumlah penduduk muslim yang besar dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia dapat berpotensi menjadi nasabah industri keuangan syariah, prospek ekonomi yang cerah, dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi yaitu 6,0%-6,5%, peningkatan sovereign credit rating Indonesia menjadi investment grade yang meningkatkan minat investor, dan adanya sumber daya alam melimpah yang dapat dijadikan underlying transaksi industri keuangan syariah.
Sumber: Ceramah Ilmiah Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI), Milad ke-8 IAEI, 13 April 2012
(Lu’liyatul Mutmainah, Badan Pekerja Nasional Bidang Keilmuan FoSSEI Nasional)