Oleh : Zilal Afwa Ajidin
Pada Kamis (6/10) kemaren, Kementerian Pariwisata mengadakan Indonesia Halal Lifestyle Conference (IHLC) di Artpreneur Ciputra World, Jakarta. Ini merupakan Expo Halal Tourism pertama yang diadakan di Indonesia. Serta IHLC ini menyuguhkan pagelaran di sepuluh sektor halal, seperti makanan, keuangan, kosmetik, pendidikan, fashion, media dan rekreasi, farmasi, medis, kesenian dan budaya.
Beberapa hari sebelumnya Kementerian Pariwisata bersama Tim Percepatan dan Pengembangan Pariwisata Halal (TP3H) pun mengumumkan pemenang Kompetisi Pariwisata Halal Nasional (KPHN) 2016. Pengumuman hasil KPHN ini dilangsungkan di Hotel Syariah Sofyan pada 21 September 2016 lalu. Pemenang KPHN ini terbagi kedalam 15 kategori wisata halal. Dan berhak atas Anugerah Pariwisata Halal Terbaik dari Kementerian Pariwisata.
Tak sampai disitu saja, nantinya seluruh pemenang di masing-masing kategori akan mewakili Indonesia dalam ajang penghargaan internasional. Yakni akan diikutsertakan kedalam ajang World Halal Tourism Awards (WHTA) pada Desember 2016 mendatang di Uni Emirat Arab. Menariknya dari 15 kategori tersebut, empat diantaranya dimenangkan oleh Sumatera Barat. Adapun yang kategori yang berhasil direbut adalah Destinasi Kuliner Halal Terbaik, Destinasi Kuliner Halal, Restoran Halal Terbaik (Lamun Ombak) dan Biro Perjalanan Wisata Halal Terbaik (Ero Tour).
Banyak dampak yang bisa dihasilkan dari perkembangan wisata halal ini. Selain membawa dampak positif bagi pariwisata, industri wisata halal ini pun membawa efek positif bagi perekonomian nasional. Berdasarkan data State of Global Islamic Economy (2015), pengeluaran wisatawan muslim dunia pada tahun 2013 adalah sebesar USD 2 Triliun. Dan diprediksi akan mengalami peningkatan signifikan di tahun 2019 menjadi USD 3,7 Triliun. Sebuah potensi yang luar biasa. Potensi terbesar terletak pada sektor halal food yakni mencapai USD 1.294 milyar dan diikuti oleh sektor finance dengan potensi sebesar USD 1.214 milyar. Diikuti oleh potensi sektor lainnya seperti travel, fashion, media, kosmetik dan lainnya.
Adapun jumlah wisatawan muslim yang berkunjung ke sejumlah negara pun angkanya sangat besar. Menurut data Crestenrating (2015), pada tahun 2014 saja jumlah wisatawan muslim dunia mencapai 116 juta jiwa. Serta diproyeksikan meningkat pada tahun 2020 nanti menjadi 180 juta jiwa. Yang menarik adalah, mayoritas wisatawan muslim tersebut berkunjung ke negara-negara yang tergabung kedalam Organisasi Konferensi Islam (OKI). Pada tahun 2014, sebanyak 64 juta jiwa berkunjung ke negara-negara OKI. Itu artinya, negara OKI menguasai 55% pangsa pasar kunjungan wisatawan muslim.
Namun sangat disayangkan, Indonesia kurang tanggap mengambil peluang potensi wisata halal ini. Merujuk pada data Kementerian Pariwisata (2015), jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia pada 2014 lalu baru mencapai angka 9,4 juta jiwa. Dari angka tersebut, jumlah wisatawan muslimnya hanya sebesar 1,16 juta jiwa. Masih jauh jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia yang berhasil menarik 26,43 juta wisatawan asing datang ke negaranya. Dan 5,27 juta jiwa diantaranya adalah wisatawan muslim.
Memang harus diakui, fasilitas dan infrastruktur yang mendukung wisata halal di Indonesia masih terbilang minim. Itu terbukti dengan masih rendahnya fasilitas seperti hotel syariah dan restauran halal Indonesia jika dibandingkan negara tetangga. Berdasarkan data dari Asosiasi Hotel dan Restoran Syariah Indonesia (AHSIN) tahun 2015, di Indonesia terdapat 150 hotel dan 1.800 restoran yang menerapkan prinsip syariah. Dari jumlah tersebut baru 37 hotel dan 303 restoran yang memiliki sertifikat syariah. Bandingkan saja dengan negara Malaysia yang telah memiliki lebih dari 2.000 hotel syariah dan 366 restoran syariah, Singapura memiliki 2.691 hotel dan restoran syariah, serta Thailand mempunyai lebih dari 100 hotel syariah.
Dari segi halal food pun Indonesia masih perlu banyak pembenahan. Salah satunya dalam meningkatkan jumlah produk yang bersertifikasi halal. LPPOM MUI merilis, jumlah produk yang sudah bersertifikasi halal di Indonesia sebanyak 192.000 produk. Berbeda jauh dengan Malaysia yang telah mengeluarkan sertifikasi halal sebanyak 2,2 juta produk. Terlepas dari hal itu, kita harus mulai serius membenahi industri wisata halal ini. Perlu ada langkah konkrit yang mesti dilakukan oleh berbagai pihak.
Pertama, harus ada regulasi yang jelas dalam mendukung wisata halal ini. Pada bulan September 2014 lalu pemerintah telah mengeluarkan UU nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Hanya saja belum ada peraturan pemerintah yang jelas untuk menyempurnakan pelaksanaan UU ini. Selanjutnya regulasi ini harus disertai dengan kemudahan untuk mendapatkan sertifikasi halal pada produk makanan, dan sertifikasi syariah pada hotel dan restoran. Hal itu akan mendorong percepatan perkembangan wisata halal.
Kedua, harus ada sosialisasi yang masif. Ini bukan hanya tugas pemerintah, melainkan juga menjadi tanggung jawab pelaku usaha dan masyarakat. Hal sederhana dalam mendukung ini adalah membeli produk halal hasil produksi negara sendiri. Juga dalam menghadapi kompetisi WHAT 2016 nanti, masyarakat bisa melakukan voting untuk memilih destinasi wisata halal Indonesia. Sosialisasi ini pun dapat dilakukan dengan mempromosikannya melalui media sosial dan media massa.
Ketiga, membuat spesialisasi tempat yang menjadi destinasi wisata halal utama. Pada KPHN 2016 lalu, dari 15 kategori yang ada, 11 kategori diantaranya dimenangkan oleh tiga provinsi saja. Antara lain Sumatera Barat yang memenangkan 4 kategori, Nusa Tenggara Barat memenangkan 4 kategori dan Aceh yang menyabet 3 kategori. Sehingga tiga provinsi tersebut bisa dipacu perkembangannya. Spesialisasi destinasi wisata halal ini penting dilakukan, agar menjadi model bagi daerah lainnya. Harapannya, jika proyek pembangunan destinasi halal di ketiga wilayah tersebut berhasil, nantinya bisa diadopsi dan dikembangkan ke daerah lain.
Apalagi sebagai provinsi yang terkenal dengan filosofi Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, harusnya Sumatera Barat konsen dalam mengembangkan wisata halal ini. Apalagi dengan kuliner, kultur dan pemandangan alam yang mempesona, ini menjadi peluang kita dalam menjual potensi destinasi halal ini. Terlebih lagi Sumatera Barat baru saja memenangkan empat award dari KPHN 2016.
Tentu langkah tersebut tidak akan tercapai jika tidak disertai dukungan berbagai pihak. Pemerintah, pengusaha, lembaga terkait dan masyarakat perlu bersinergi dalam memajukan wisata halal ini. Harapannya agar meningkatkan kemajuan dari sisi budaya, sosial, dan ekonomi bangsa. Dan wisata halal bisa berjaya negeri kita sendiri, tanah air Indonesia.