Sinergitas Zakat dan SDGS: Upaya Pengentasan Kemiskinan Di Indonesia Untuk Mencapai Kesejahteraan

Sinergitas Zakat dan SDGS: Upaya Pengentasan Kemiskinan Di Indonesia Untuk Mencapai Kesejahteraan

Penulis : Fita Nur Hidayah (KSEI FEBI UIN SAIZU Purwokerto)

 

Dewan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan suatu agenda yang dinamakan dengan Sustainable Development Goals (SDGS) yang mana telah disetujui oleh 190 negara termasuk Indonesia melalui sidang umum PBB pada tanggal 25 September 2015 di New York, Amerika Serikat. Agenda pembangunan global ini diberlakukan sejak tahun 2015 hingga 2030. Dalam agenda SDGS mencakup 17 tujuan dari berbagai aspek mulai dari ekonomi, sosial hingga lingkungan. Sehingga untuk mencapai 17 tujuan tersebut sangat diperlukan kolaborasi dan kerja sama, karena SDGS ini akan menjadi komitmen global untuk mencapai pembangunan berkelanjutan yang lebih baik.

Dari 17 tujuan yang termuat dalam SDGS, Indonesia sedang memfokuskan tujuan pada poin pertama SDGS yaitu pengentasan kemiskinan (no poverty). Kemiskinan masih menjadi permasalahan utama di Indonesia hingga saat ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah dan persentase penduduk miskin di Indonesia mengalami fluktuasi dalam periode September 2019 – Maret 2023.

Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin

PeriodeJumlah (Juta)Persentase (%)
September 201924,799,22
Maret 202025,039,32
September 202026,4210,19
Maret 202125,699,71
September 202126,369,54
Maret 202226,369,54
September 202226,369,57
Maret 202325,909,36

Sumber: BPS, 2023

Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia mengalami trend penurunan dari 26,42 juta orang pada September 2022 menjadi 25,90 juta orang pada Maret 2023. Begitu pula dengan persentase penduduk miskin juga mengalami penurunan dari 10,19% pada periode September 2020 menjadi 9,36% pada Maret 2023. Penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin tersebut menunjukan bahwa upaya pemerintah dalam mengatasi kemiskinan memperoleh keberhasilan. Tetapi, angka kemiskinan di Indonesia masih tergolong tinggi. Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya yang lebih intensif dan berkelanjutan untuk mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia (Purwanti, 2024). Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam pengentasan kemiskinan yaitu melalui kolaborasi dan kerja sama dengan lembaga filantropi seperti LAZISMU. LAZISMU merupakan suatu lembaga yang mengelola dan memanajemen zakat secara modern agar dapat menghantarkan zakat menjadi bagian dari penyelesaian masalah kebangsaan yang terus berkembang

Zakat menjadi salah satu ajaran Islam yang memiliki kontribusi strategis, bukan hanya pada aspek keagamaan saja melainkan juga pada seluruh aspek kehidupan manusia. Salah satunya adalah dalam aspek ekonomi. Banyak permasalahan ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat Indonesia seperti pengangguran, kemiskinan, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi diyakini dapat diatasi melalui peranan zakat yang optimal (Nurwati, 2019). Sebab, zakat mampu memberikan sumbangsih dalam mengatasi kemiskinan serta menghilangkan kesenjangan.

Sumber gambar: https://databoks.katadata.co.id/

Berdasarkan data diatas yang menunjukan jumlah populasi muslim di Asia Tenggara tahun 2023 menunjukan bahwa Indonesia menempati peringkat pertama dengan jumlah populasi muslim tertinggi yaitu sekitar 250 juta orang. Dari banyaknya jumlah penduduk muslim tersebut akan memberikan peluang bahwa zakat di Indonesia mampu dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mengentaskan terkait masalah kemiskinan.

Dengan tingginya jumlah populasi muslim di Indonesia, maka diperlukan pola manajemen yang efektif dalam mengelola pengumpulan dana zakat dan penyaluran dana zakat agar tidak terjadi kekeliruan antara pihak pengelola zakat, pemberi zakat (muzzaki) dan penerima zakat (mustahiq).

Tetapi dalam implementasinya masih sangat disayangkan karena dalam proses pengelolaan zakat dan penyaluran zakat masih sering terjadi kekeliruan yaitu kasus seorang muzzaki yang juga menjadi seorang mustahik. Contoh kasus tersebut sering terjadi dipedesaan yang mana kebiasaan masyarakat desa mengumpulkan zakat melalui masjid setempat yang dikelola oleh panitia amil zakat. Panitia amil zakat tersebut tidak secara benar-benar memilih kategori yang sesuai digolongkan menjadi mustahiq, hal ini terjadi karena tidak adanya acuan data masyarakat setempat yang menunjukan tingkat perekonomian. Sehingga kasus tersebut akan menjadi tumpang tindih antara penerima dan pemberi zakat. Akibatnya dana zakat yang tersalurkan akan terpakai hanya sesaat dan hanya untuk konsumsi semata saja. Bukannya mengentaskan kemiskinan, tetapi melestarikan kemiskinan. Dengan begitu manajemen zakat harus dilakukan secara terencana dan efektif terutama dalam hal penyaluran. Jadi dapat disimpulkan terkait pengelolaan dana zakat dan penyaluran dana zakat agar terencana dan optimal yaitu melalui beberapa langkah yaitu:

  1. Seseorang muzzaki secara langsung memberikan dana zakat kepada orang yang benar-benar membutuhkannya.
  2. Para pengelola panitia zakat harus memiliki data acuan yang menunjukan kondisi perekonomian penduduknya.

Dengan demikian jika penyaluran zakat sesuai dengan sasaran, maka akan selaras dengan 17 tujuan yang termuat dalam SDGS. Masyarakat akan bebas dari jurang kemiskinan, sehingga masyarakat juga akan terbebas dari kelaparan yang mana tercantum dalam poin kedua tujuan SDGS. Maka dari itu masyarakat tidak akan lagi hidup terpisah oleh adanya kesenjangan, melainkan akan berada dalam lingkaran kesejahteraan.

References

Bahtiar Effendi, S. N. (2023). Strategi Pengelolaan Zakat dalam Pencapaian Sustainable Development Goals (SDGS). Tawazun: Journal of Sharia Economic Law.

Nurwati, H. H. (2019). Zakat dan Upaya Mengentaskan Kemiskinan. Cakrawala: Jurnal Studi Islam.

Purwanti, E. (2024). Analisis Deskriptif Profil Kemiskinan Indonesia Berdasarkan Data BPS Tahun 2023. AKADEMIK: Jurnal Mahasiswa Humanis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *