Pertanyaan:
M. Fathrul: Assalamualaikum. Apakah di zaman rasul pernah ada syirkah inan? Karena ada yang menyebutkan insyaAllah di ijma, maaf koreksi kalau salah. Syukron
Jawab:
Jabbar S.: Waalaikumussalam. Shalihiin dan Shalihaat yang dirahmati oleh Allah SWT
Kata syirkah dalam bahasa Arab berasal dari kata syarika (fi’il mâdhi), yasyraku (fi’il mudhâri’), dan mashdar (kata dasar)nya ada tiga wazn (timbangan), boleh dibaca dengan salah satunya, yaitu: syirkatan / syarikatan /syarakatan; artinya persekutuan atau perserikatan. Dan dapat diartikan pula dengan percampuran, sebagaimana firman Allah dalam surat Shaad, ayat 24. (Taudhihul Ahkam, Syaikh Abdullah Al-Bassam IV/601).
Adapun menurut istilah para ulama fikih, syirkah adalah suatu akad kerja sama antara dua orang atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan kerugian akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. (Bidayatul Mujtahid, Ibnu Rusydi II/253).
Syirkah inân adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-masing memberi kontribusi kerja (‘amal) dan modal (mâl). Syirkah ini hukumnya boleh berdasarkan dalil As-Sunnah dan Ijma Sahabat (An-Nabhani, hal 148). Orang-orang pada masa Nabi saw telah bermuamalah dengan cara ber-syirkah dan Nabi saw membenarkannya, beliau bersabda: “Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: Aku adalah pihak ketiga dari dua pihak yang ber-syirkah selama salah satunya tidak mengkhianati yang lainnya. Kalau salah satunya berkhianat, Aku keluar dari keduanya.” (HR Abu Dawud, al-Baihaqi, dan ad-Daruquthni).
Syirkah inan ini juga diperbolehkan berdasarkan konsensus para ulama, sebagaimana dinyatakan oleh Ibnu al-Mundzir. (Al-Fiqhu Al-Islami wa Adillatuhu, karya Wahbah Az-Zuhaily IV/796). Dengan demikian, syirkah inan berdasarkan dalil sunnah dan ijma’. #KamnasFoSSEI2016 #EksyarMilikBersama
Wallahu A’lam
Jabbar Sambudi || Presnas FoSSEI