Tiga Formulasi Kompetensi Auditor Syariah di Indonesia Oleh:Halwani (Presnas FoSSEI 2018/2019 )

Tiga Formulasi Kompetensi Auditor Syariah di Indonesia Oleh:Halwani (Presnas FoSSEI 2018/2019 )

Indonesia merupakan negara dengan Populasi umat Islam terbesar nomor satu di dunia dengan jumlah populasi sebesar 209 juta jiwa. Hal ini memotivasi Indonesia agar terus berbenah dalam pemenuhan kebutuhan sistem ekonomi yang ada di Indonesia saat ini. Pertumbuhan Ekonomi syariah di Indonesia sangat signifikan itu di iringi dengan hadirnya beberapa Lembaga Keuangan Syariah (LKS) seperti Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS) dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS).

Berdasarkan data Perbankan Syariah di Indonesia per 2018 tercatat bahwa terdapat 14 (BUS), 22 (UUS) dan 167 (BPRS) saat ini. Selain itu juga perkembangan sektor Filantropi Ekonomi Islam (ZISWAF) terus mengalami progres menjadi sebanyak 292 Badan dan Lembaga pengelola zakat dan 192 lembaga Nadzir Wakaf di Indonesia. Hal tersebut mengindikasikan bahwa semangat membumikan ekonomi syariah di bumi pertiwi ini terus di gaungkan untuk memerangi riba yang menjamur di tataran kehidupan masyarakat.

Keberadaan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dan lembaga pengelola ZISWAF di Indonesia saat ini membutuhkan pengawasan pada entitas-entitas tersebut. Oleh sebab itu, maka dibentuklah Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan Auditor Syariah untuk mengawasi dan mengevaluasi kinerja dari lembaga-lembaga syariah tersebut, baik dari sisi kepatuhan syariahnya (sharia compliance) maupun dari sisi pencatatannya yang di periksa oleh Auditor syariah apakah sudah sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Syariah.

Auditor Syariah merupakan seseorang yang memiliki kompetensi tertentu dalam melakukan audit atas laporan keuangan syariah dan kegiatan suatu entitas-entitas syariah. Oleh sebab itu, sudah seyogyanya seorang Auditor syariah harus memiliki kompetensi dasar (pondasi) syariah, agar setiap proses audit yang di lakukan sesuai dengan maqashid syariah nya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nur Aishah Mohd Ali seorang peneliti dari Malaysia memaparkan bahwasanya terdapat tiga syarat kompetensi yang harus dipenuhi oleh seorang auditor syariah beliau merumuskan Formulasi KSOC (Knowladge, Skills and Other Characteristics ) dalam memenuhi kompetensi bagi seorang auditor syariah.

Jika Mc Clelland membahas kompetensi dari 3 sisi yakni Knowledge, Skill dan Attitude, penelitian ini membaginya menjadi 3 juga yakni Knowledge, Skill dan Other Characteristics. Berikut ini penjelasannya:

a. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan yang harus dimiliki oleh seorang auditor syariah dalam menunjang kompetensi dibagi menjadi dua jenis yaitu pengetahuan umum dan pengetahuan khusus.

Pertama, Pengetahuan umum di peroleh melalui latar belakang program studi yang di tempuh oleh seorang auditor ketika masih kuliah di kampusnya. Hal ini sebagai bentuk kontribusi kampus-kampus dalam memberikan SDM lulusan terbaik yang sudah di bekali pemahaman dalam mata kuliah seperti ilmu auditing syariah, akuntansi syariah, dan Fiqih muamalah dan sebagainya yang siap dalam dunia kerja.

Kedua, pengetahuan khusus di peroleh melalui pelatihan yang di lakukan oleh lembaga-lembaga yang memilki otoritas dalam mengeluarkan sertifikasi bagi auditor syariah yang di nyatakan lulus setelah melalui beberapa kali tahapan ujian. misalnya IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) mengeluarkan sertifikasi akuntansi syariah (SAS).

b. Keahlian (Skills)

Seorang auditor harus memiliki skill (keahlian) dalam melakukan proses audit agar tercapai tujuan dari audit syariah tersebut. Menurut (CBOK) Common Body Of Knowladge skill terbagi menjadi dua kategori yaitu Skill teknis dan Skill Personal.

Pertama, skill teknis seorang auditor syariah harus menguasai 5 hal didalam skill teknis tersebut yaitu Memahami bisnis klien, analisis Resiko,penilian kontrol teknik, mengidentifikasi jenis kontrol, dan memahami SOP industri.

Kedua, Skill personal dimana dalam skill personal terdapat 5 perilaku yang harus di penuhi oleh seorang auditor syariah yaitu, kerahasiaan, objektivitas, komunikatif, indepedensi, dan etika audit.

c. Karakteristik Lainnya (Other Characteristics)

Karakteristik ini bisa kita amati dari perilaku dan sifat seorang auditor, biasanya hal ini bisa kita lihat dari sisi psikologis seorang auditor junior pada saat proses rekrutmen yang dilakukan oleh perusahaan. Hal ini menunjukkan sifat dasar atau karakter seseorang yang akan berdampak pada kondisi psikologisnya di masa yang akan datang.

Pembangunan karakter bisa dilakukan dengan dua tahapan. Pertama, mengadakan training auditor secara terus menerus untuk membangun kemampuan analitisnya. Kedua, tahapan interpersonal seperti identifikasi masalah, solusi pemecahannya, komunikatif serta test tulis. Melalui tahapan tersebut diharapkan muncul seorang auditor syariah yang handal dan kompeten sebagai auditor syariah.

Demikian uraian formulasi KSOC, semoga kita bisa mengembangkan potensi dari setiap auditor syariah yang hendak melakukan proses audit pada entitas syariah, dengan kompetensi yang unggul sehingga tercapai maqashid syariah dari setiap aktivitas audit pada lembaga-lembaga keuangan syariah dan lembaga amil zakat yang ada di Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *